Find Us On Social Media :

Lahir dari Skandal Ayahnya dengan Gundiknya, Inilah Permaisuri Elizabeth Petrovna Romanova, Naik Takhta Melalui Kudeta Istana, Tapi Kekaisaran Rusia Lebih Makmur dalam Seni dan Pendidikan

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 17 September 2022 | 14:00 WIB

Permaisuri Elizabeth Petrovna Romanova, janji kembalikan tradisi masa lalu.

Intisari-Online.comPermaisuri Elizabeth Petrovna Romanova adalah putri Peter yang Agung, dan memerintah Kekaisaran Rusia selama dua puluh tahun (1741-1762).

Meskipun dia naik takhta melalui kudeta istana, namun pemerintahannya di negara itu ringan dan memungkinkan Rusia makmur dalam seni dan pendidikan.

Kebijakan domestiknya yang pro-Rusia meningkatkan kehadiran bangsawan Rusia dalam pemerintahan.

Dia juga mengalahkan prajurit terkuat Eropa, raja Prusia Frederick II, tetapi meninggal sebelum kemenangannya dapat dipertahankan.

Elizabeth Petrovna lahir di Moskow pada tahun 1709 dari pasangan Peter yang Agung dan gundiknya, Catherine (calon Permaisuri Catherine I) sebelum mereka resmi menikah.

Pendidikannya berpusat pada belajar bahasa Prancis, karena orangtuanya membayangkan dia menikah dengan dinasti Bourbon dari keluarga kerajaan Prancis.

Saat tumbuh menjadi wanita yang cantik, Peter mengajukan rencananya ke istana Prancis, sayangnya raja muda Prancis Louis XV menolak lamarannya.

Elizabeth malahan mengambil kekasih dari pasukan penjaga, yaitu Aleksey Shubin.

Setelah kematian Peter yang Agung dan penerusnya Catherine I dan Peter II, takhta jatuh ke tangan sepulu Elizabeth, yaitu Anna Ioannovna yang sangat menyukai orang Jerman.

Anna merasa terancam oleh percintaan Elizabeth dan Shubin dan popularitasnya dengan para penjaga.

Anna kemudian membuang Shubin ke Siberia, tetapi Elizabeth tidak lama merasa kehilangan kekasihnya itu.

Elizabeth segera menemukan kekasih lain, Cossack Aleksey Razumovsky, yang, menurut sejarawan, kemudian menjadi suaminya dan ayah dari anak-anaknya.

Selama sepuluh tahun pemerintaan Anna Ioannovna dan penggantinya Anna Leopoldovna, dominasi Jerman pada politik danbudaya Rusia menyebabkan ketidakpuasan masyarakat Rusia.

Orang-orang merasa identitas nasional mereka ditekan dan merindukan masa lalu Peter yang Agung.

Elizabeth, putri Peter yang Agung, menjadi penerus takhta yang logis, yang mampu membalikkan arah negara.

Maka dengan penuh semangat karena didukung oleh kaum bangsawan dan para penjaga, Elizabeth mengorganisir kudeta militer dan merebut takhta pada tahun 1741.

Dia dengan murah hati memberi penghargaan kepada semua orang yang membantunya dengan memberi mereka gelar bangsawan, tanah, dan jabatan pemerintah.

Pendukung dan pengagum terbesarnya Aleksey Razumovsky menerima setiap manfaat setelah penobatan kekasihnya itu.

Seperti janjinya, Elizabeth mengembalikan tradisi Peter yang Agung ke negara itu dengan membubarkan Kabinet Menteri dan memulihkan Senat.

Elizabeth menggantikan orang asing, yang kebanyakan orang Jerman, dengan orang Rusia di semua jabatan pemerintahan.

Dia hanya menempatkan orang asing di posnya jika tidak ada orang Rusia yang mampu melakukan pekerjaan itu.

Dia juga mengurangi masa kerja negara untuk kaum bangsawan dan memberi mereka tanah dan petani yang diambil dari Jerman.

Kedermawanannya mengamankan status budak dari para budak yang melakukan pemberontakan besar-besaran nantinya.

Sebagai seorang wanita yang sangat religius, Elizabeth juga menghapus hukuman mati, selama dua puluh tahun tiga puluh hari pemerintahannya, tidak ada satu orang pun yang dieksekusi.

Namun, itu tidak bertahan lama, karena dia pun bosan dengan politik dan terjun ke pesta, meninggalkan aturan negara di tangan favoritnya.

Terlepas dari kesombongan Permaisuri Elizabeth, pemerintahannya membawa zaman pencerahan yang luar biasa pada Rusia.

Pada tahun 1747, dia mendirikan Akademi Ilmu Pengetahuan St. Petersburg, dan sepuluh tahun kemudian universitas pertama di Rusia didirikan di Moskow oleh Mikhail Lomonosov.

Pada tahun 1756, teater publik pertama dibuka di St. Petersburg, dan pada tahun 1758 diikuti oleh Akademi Seni Rupa.

Kemudian, melansir russiapedia, banyak sekolah dan akademi lain bermunculan di seluruh negeri, dan Elizabeth membuat pendidikan tersedia secara gratis untuk semua kelas sosial (kecuali untuk budak).

Elizabeth, yang telah belajar bahasa Prancis, mengganti bahasa Jerman yang berlaku dengan bahasa Prancis sebagai bahasa kaum bangsawan, yang digunakan sampai Revolusi Bolshevik 1917.

Leo Tolstoy pun menggunakan bahasa Prancis, tanpa pernah menerjemahkannya dalam edisi pertama War and Peace.

Tidak ada yang menggambarkan karakter dan gaya hidup Elizabeth lebih baik daripada sejarawan Rusia Vasily Klyuchevsky.

“Hidup dan bahagia, dicintai dirinya sendiri, tinggi, besar, dengan sosok yang baik, wajah yang terus-menerus mekar, dan mengesankan. Mengetahui dirinya terlihat bagus dalam pakaian pria, maka dia mengadakan pesta topeng tanpa topeng, dengan pria berpakaian lengkap sebagai wanita dan wanita sebagai pria.”

Elizabeth menjadi paling sah dari semua penerus Peter yang Agung, namun dia harus merebut kekuasaan dengan kudeta.

Elizabeth mewarisi energi tak terbatas dari ayahnya, dia bisa membangun istana dalam 24 jam dan melakukan perjalanan dari Moskow ke St. Petersburg dalam dua hari.

Takht memberinya kesempatan untuk mewujudkan semua mimpi yang dimilikinya sebagai seorang gadis.

Permaisuri Elizabeth menghabiskan semua uangnya untuk bola, topeng, teater, dan perjalanan, istananya bahkan menyerupai teater yang penuh dengan komedi Prancis dan opera Italia.

Tetapi, tempat Elizabeth dan tamu-tamunya beristirahat dari ruang dansa yang mewah, ternyata sangat kecil, penuh sesak, kotor, dan kumuh.

Pintu tidak bisa menutup, jendela dibiarkan terbuka, dan air menetes ke dinding membuat ruangan menjadi lembap dan dingin.

Perabotannya sangat sedikit sehingga harus diangkut setiap kali Elizabeth bepergian dari satu residensi ke residensi lain, cermin, tempat tidur, meja, dan kursi bahkan harus dibagi untuk dipindahkan.

Elizabeth memerintah dalam kemiskinan emas, dia hanya meninggalkan 15 ribu gaun, dua peti stoking sutra, setumpuk tagihan yang belum dibayar, dan Istana Musim Dingin yang setengah jadi, serta menghabiskan sejumlah besar uang dari perbendaharaan.

Sebelum kematiannya, Elizabeth sangat ingin tinggal di Istana, meksipun arsiteknya Rastrelli tidak dapat menyelesaikan istananya.”

Ketika Eropa, Asia, dan Amerika terlibat dalam Perang Dunia I, Elizabeth merasa terdorong untuk bergabung sebagai sekutu Austria, meskipun perang itu tidak mempengaruhi Rusia sama sekali.

Inggris Raya kemudian membentuk aliansi dengan Prusia dan Elizabeth khawatir perjanjian ini dapat menimbulkan ancaman bagi Kekaisaran Rusia.

Maka dia memberanikan diri untuk melawan pasukan Prusia Frederick II.

Pada tahun 1759, dia mengirim hampir 100 ribu tentara yang kuat untuk melawan Prusia dan mengalahkan Frederick II, yang dikenal sebagai prajurit paling terampil di Eropa.

Dua tahun berikutnya Prusia tetap bertahan, meskipun belum sepenuhnya menyerah kepada tentara Rusia.

Pada Januari 1762, Frederick II akhirnya siap untuk menyerah dan menandatangani perjanjian damai dengan Rusia.

Sebuah pesan dikirim ke St. Petersburg, namun Permaisuri Elizabeth telah meninggal pada 5 Januari 1762.

Ironisnya, Peter III, pengagum berat Frederick II, menggantikan Elizabeth di atas takhta Rusia.

Alih-alih mengamankan tanah baru yang diserahkan Prusia, Peter III mengembalikan semua wilayah yang telah ditaklukkan Rusia.

Tentu saja, kemurahan hati Peter III itu sangat merugikan Rusia, dia kehilangan lebih dari seratus ribu orang dalam perang yang tidak perlu dan akhirnya tidak memperoleh apa-apa.

Elizabeth menjadi yang terakhir dari darah Romanov yang memerintah Rusia.

Dengan 30.000 tentara yang kuat di komandonya, dia memiliki peluang besar untuk membentuk kembali peta Rusia dan Eropa, namun dia memilih kehidupan berpesta dan bersenang-senang daripada politik.

Tempatnya dalam sejarah Rusia secara luas dihormati karena kebangkitan pendidikan dan budaya yang dibawanya ke negara itu.

Mahakarya barok raksasa Istana Musim Dingin, istana di Tsarskoe Selo dan Peterhof, dan Katedral Smolny masih berdiri tegak di St. Petersburg, menjaga reputasi pendirinya.

Baca Juga: Dengan Mata Biru Tua dan Pipi Merah, Maria Nikolaeva Dianggap Putri Tercantik dari Keempat Putri Tsar Nicholas II, Berada di Belakang Ibunya Ketika Eksekutor Lumpuhkan Keluarga Kaisar Rusia

 Baca Juga: Diklaim Sebagai 'Ras Kulit Putih Paling Murni', Kecantikan Wanita Sirkasia Justru Berujung Petaka, Picu Genosida Warga Muslim oleh Kekaisaran Rusia

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari