Find Us On Social Media :

Tawarkan ‘Makanan Terakhir’ pada Tubuh Kaku yang Dikelilingi Bunga, Inilah Ritual Antyesti, Tradisi Pemakaman dan Berkabung Hindu di India

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 18 Agustus 2022 | 14:00 WIB

Ritual Antyesti, tradisi pemakaman dan berkabung Hindu di India.

Intisari-Online.com – Setiap agama memiliki tradisi pemakaman dan berkabung yang unik yang memandu orang berduka melewati rasa kehilangan mereka.

Dalam agama Hindu, ritual pemakaman dikenal dengan antyesti, yang diterjemahkan sebagai ‘pengorbanan terakhir’, yang memiliki gagasan bahwa tubuh dan jiwa adalah entitas yang berbeda.

Meskipun adat istiadat bervariasi di antara sekte dan kelompok yang berbeda, namun kepercayaan umum adalah ketika seseorang meninggal, maka tubuh mereka mati sementara jiwa mereka terus bereinkarnasi.

Konon, reinkarnasi itu sendiri bukanlah tujuan akhir.

Tujuan akhirnya adalah menjadi satu dengan Brahman, keilahian yang kehadirannya mendiami segala sesuatu.

Ritual pemakaman Hindu bertujuan untuk melepaskan jiwa dari tubuh sehingga memungkinkannya melanjutkan perjalanan penting itu.

Keyakinan itu dianut oleh lebih dari 1 miliar orang, karena Hindu adalah agama terbesar ketiga di dunia, juga salah satu yang tertua, sekitar empat milenium.

Lalu, bagaimana ritual pemakaman Hindu itu?

Bagian pertama dari pemakaman Hindu berlangsung di rumah.

Biasanya, anggota keluarga membasuh tubuh orang yang mereka cintai dengan kombinasi yogurt, susu, ghee, dan madu, lalu mengoleskan minyak esensial ke kepala mereka, dan mendandani dengan kain putih.

Kain merah digunakan untuk pemakaman wanita yang sudah menikah yang suaminya masih hidup.

Mereka yang sedang mempersiapkan tubuh juga menempatkan tangan orang yang mereka cintai dalam posisi telapak tangan bersama-sama dan mengikat jempol kaki mereka bersama-sama.

Karangan bunga diletakkan di tubuh dan bola nasi dibiarkan di dekat peti terbuka, jika ada, sebagai persembahan kepada leluhur.

Lampu minyak yang melambangkan jiwa dinyalakan dan ditempatkan di dekat kepala orang yang meninggal tersebut, dan tetap menyala selama 12 hari.

Kerabat, teman, dan pelayan lain berkumpul untuk melihat yang meninggal dan memberikan penghormatan.

Mereka juga bisa mengungkapkan beberapa kata belasungkawa kepada keluarga dekat.

Pelayat biasanya berpakaian putih, yang melambangkan kesucian, dan pelayat wanita berhati-hati untuk mengenakan pakaian yang menutupi lutut dan lengan mereka.

Seorang pendeta Hindu dan/atau putra tertua dalam keluarga biasanya memimpin kelompok dalam nyanyian atau mantra suci.

Jika tidak ada anak laki-laki, maka laki-laki lain dari keluarga dapat mengisi peran ini.

Sementara pelayat non-Hindu dipersilakan untuk memberi hormat dan bergabung dalam nyanyian bila mau.

Kepercayaan Hindu menyatakan bahwa tubuh terdiri dari lima elemen, yaitu tanah, udara, air, api, dan ruang.

Kremasi, yang dikenal sebagai mukhagni, mengembalikannya ke asalnya.

Melakukannya dengan cepat sehingga memungkinkan jiwa dibebaskan dengan penundaan minimal dan melanjutkan perjalanan ke inkarnasi berikutnya.

Kremasi dilakukan dalam waktu 14 jam setelah meninggalnya orang yang dicintai dan secara tradisional hanya dihadiri oleh laki-laki.

Anggota keluarga laki-laki membawa jenazah ke tempat kremasi, yang menempatkan tubuh orang tersebut dengan kaki menghadap ke selatan.

Seiring waktu, beberapa tradisi ini telah berkembang.

Saat ini, mobil jenazah sering digunakan untuk mengangkut jenazah orang yang dicintai daripada dibawa dengan berjalan kaki.

Meskipun anggota keluarga perempuan secara historis tidak menghadiri kremasi, sekarang mereka mungkin diizinkan untuk melakukannya.

Prosesi kremasi sendiri umumnya diawasi oleh putra tertua dalam keluarga dengan bantuan seorang pendeta Hindu.

‘Makanan terakhir’ ditawarkan dengan menempatkan nasi atau biji wijen di mulut orang yang meninggal tersebut, dan tubuhnya dikelilingi oleh bunga.

Dalam beberapa kasus keluarga menunjuk satu kerabat untuk menggunakan tongkat untuk memukul kepala orang tersebut selama kremasi untuk mendorong jiwa untuk melepaskan sepenuhnya.

Setelah upacara, pelayat kembali ke rumah, mandi, dan menyanyikan lagu-lagu untuk membantu mengantar jiwa orang yang mereka cintai.

Dalam satu atau dua hari kremasi, banyak orang menyebarkan abunya ke dalam badan air suci, seperti Sungai Gangga.

Hamburan ini menandakan pemisahan akhir antara tubuh dan jiwa, melansir empathy.

Dalam beberapa kasus, umat Hindu memilih untuk mengubur orang yang dicintai daripada mengkremasi mereka, seperti ketika orang yang meninggal masih bayi, anak kecil, atau orang suci.

Tradisi Hindu tertentu tidak mengkremasi sama sekali tetapi mengubur mereka yang meninggal, menggunakan ritual yang mirip dengan upacara kremasi.

Setelah kremasi, keluarga yang ditinggalkan memasuki masa berkaung, di mana keluarga dekat biasanya menahan diri untuk tidak mengunjungi kuil keluarga dan tempat-tempat suci lainnya.

Mereka biasanya memajang foto orang yang mereka cintai di rumah dan menyambut pelayat di sana, serta melakukan ritual atau doa untuk memastikan bahwa jiwa orang yang meninggal bersaru dengan tubuh baru.

Periode berkabung bervariasi antara tradisi Hindu yang  berbeda dan dapat berkisar dari sepuluh hingga tiga puluh hari.

Pada hari ke-13 masa berkabung, keluarga yang ditinggalkan mengadakan upacara untuk membantu melepaskan jiwa orang yang mereka cintai.

Pada peringatan pertama meninggalnya orang tersebut, keluarga secara tradisional mengadakan pesta peringatan untuk menghormati mereka.

Saat ini, pesta bisa diganti dengan kunjungan ke restoran atau tempat favorit yang memiliki arti khusus bagi orang yang meninggal.

Tradisi Hindu, seperti halnya kelompok lain, berubah seiring waktu.

Kuncinya dalam semua kasus adalah untuk menghormati kenangan orang yang dicintai dengan cara yang terasa bermakna bagi Anda.

Baca Juga: Ritual Kematian Suku Igorot di Filipina, Praktikkan Tradisi Kuno, Orang Tua Ukir Peti Mati Mereka Sendiri Sebelum Digunakan dan Digantung di Sisi Tebing

 Baca Juga: Ritual Buang Sapu Tangan Pelayat, Inilah Tradisi Pemakaman Rusia, Termasuk Makan ‘Koliva’ Makanan Tradisional yang Dimakan Setiap Peringatan Kematian

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via