Penulis
Intisari-Online.com - Beberapa waktu lalu, Indonesia mengambil tindakan membekukan sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia, yang berlaku untuk semua sektor.
Hal itu karena dinilai ada pengabaian Malaysia pada salah satu poin nota kesepahaman (MoU) Indonesia-Malaysia mengenai penempatan dan perlindungan TKI di sektor domestik.
"Benar dan mulai berlaku pada hari ini," kata Hermono saat dikonfirmasi Antara mengenai kebijakan tersebut pada Rabu (13/7/2022) lalu, seperti dikutip KompasTV.
Malaysia diketahui masih membiarkan perekrutan pekerja domestk melalui Sistem Maid Online (SMO) yang tidak memuat langkah perlindungan jelas.
Hermono menegaskan, pembekuan pengiriman TKI akan berlaku hingga ada komitmen dari Kuala Lumpur untuk memenuhi MoU.
Menyusul pembekuan sementara pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia tersebut, Malaysia akhirnya mengungkapkan bahwa mereka menyetujui pengintegrasian sistem perekrutan TKI.
Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M Saravanan, pada Selasa (19/7/2022), mengatakan negara tetangga Indonesia itu pada prinsipnya setuju mengintegrasikan sistem perekrutan pekerja migran dengan Indonesia.
Dia mengatakan, langkah itu bertujuan agar kedua negara memiliki informasi masuknya tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.
"Dalam diskusi dengan Indonesia, mereka menyarankan menggunakan Sistem Penempatan Satu Kanal atau One Channel System/OCS di Indonesia.
"Untuk saat ini, kami berpikir Kementerian Dalam Negeri menggunakan 'Maid Online System' (MOS) yang Indonesia klaim tidak menyajikan informasi pekerja dari Indonesia yang masuk ke Malaysia," kata Saravanan.
Saravanan mengatakan, tidak ada dalam nota kesepakatan MoU antara Indonesia dan Malaysia tentang penghapusan MOS.
MoU membuka jalan bagi masuknya pekerja migran Indonesia untuk bekerja di sektor lain di Malaysia, termasuk sektor domestik.
Lebih lanjut ia mengatakan, Indonesia mengusulkan sistem tunggal yang memungkinkan kedua negara memiliki rincian pelamar kerja.
Dengan Malaysia menggunakan MOS membuat Indonesia tidak memiliki akses rincian PMI yang masuk Malaysia untuk bekerja.
Menenggapi hal itu, menurut Saravanan, MoU bilateral Indonesia dan Malaysia masih relevan dan menegaskan sebelumnya hanya ada "kebingungan" belaka.
Namun sebelumnya, Parlemen Malaysia dari oposisi Lim Guan Eng angkat bicara mendesak Perdana Menteri Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob untuk langsung mengambil alih pembicaraan bilateral dengan Indonesia terkait masalah tersebut.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan guna segera menyelesaikan kekurangan pekerja di negara itu.
Ia mengungkapkan bahwa sejumlah sektor sangat bergantung pada tenaga kerja migran dan diharapkan nantinya bisa memacu pemulihan ekonomi pascapandemi di Malaysia.
Lim Guan Eng mengatakan bahwa intervensi pribadi perdana menteri dapat segera meyakinkan Indonesia untuk mencabut penangguhan pengiriman TKI Malaysia.
“Perdana Menteri Ismail Sabri harus turun tangan secara pribadi menangani penangguhan pengiriman pekerja asing dari Indonesia baik untuk memperbaiki hubungan dengan Indonesia dan menunjang pertumbuhan ekonomi (Malaysia) untuk melawan anjloknya ekonomi global yang diperkirakan pada akhir tahun,” kata Lim dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari MalaysiaMail pada Sabtu (16/7/2022).
Dikatakannya bahwa akibat kekurangan tenaga kerja, ia mencatat bahwa banyak bisnis domestik terpaksa mengurangi operasi mereka atau menolak pesanan baru.
“Belum pernah situasi seburuk ini sebelumnya.
"Karena kita kekurangan 1,2 juta pekerja, industri perkebunan dan (industri) sarung tangan saja menghadapi kerugian 21 miliar ringgit Malaysia dan kerugian bisa mencapai puluhan miliar ringgit lebih jika sektor lain dimasukkan,” kata Lim.
Mantan menteri keuangan ini menuding bahwa kedua kementerian yang menangani masalah tersebut, yakni Kementerian Sumber Daya Manusia dan Kementerian Dalam Negeri, tidak efisien dan tidak kompeten dalam melaksanakan nota kesepahaman dengan Indonesia yang telah ditandatangani Indonesia-Malaysia tiga bulan lalu.
Oleh karena itu, ia mendesak perdana menteri untuk berhenti mendelegasikan persoalan dengan Indonesia ini kepada kedua kementerian tersebut.
“Ismail harus berhenti mendelegasikan masalah tetapi mengambil alih ketika ekonomi negara, komunitas bisnis dan rakyat menginginkan solusi segera,” katanya.
Untuk diketahui, Indonesia dan Malaysia menandatangani MoU penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik sejak 1 April lalu.
MoU tersebut ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Saravanan Murugan.
Saat itu, Ida menyebut nota kesepahaman ini dimaksudkan untuk memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan TKI di Malaysia.
Lewat MoU tersebut, Ida menyatakan bahwa hanya ada satu kanal legal untuk perekrutan TKI sektor domestik di Malaysia, yakni melalui Sistem Penempatan Satu Kanal atau One Channel System (OCS).
Sistem itu akan mengintegrasikan sistem daring milik Indonesia dan Malaysia. Sehingga, tidak akan ada lagi penempatan yang diurus secara luring, tetapi harus melalui agensi perekrutan yang terdaftar.
MoU yang ditandatangani Ida juga menetapkan mengenai sejumlah hal lainnya seperti besarnya upah minimum dan hak-hak lainnya yang harus didapatkan TKI.
(*)