Nasib Malang Selir Kaisar Wanli yang Tak Dicintai, Meski Melahirkan Pewaris Takhta Dirinya Tetap Tak Dilirik hingga Tutup Usia

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Selir Kaisar Wanli.

Intisari-Online.com - Melahirkan pewaris takhta tak membuat selir Kaisar Wanli ini menjadi dicintai.

Bahkan, setelah selir favorit sang kaisar melahirkan seorang putra, ia semakin terasing dari pandangan suaminya.

Selir yang bernasib malang itu dikenal sebagai Permaisuri Xiaojing.

Nama Xiaojing sendiri menjadi gelar pemakaman permaisuri, sementara nama belakangnya adalah Wang, meski nama lengkapnya tetap menjadi misteri.

Dia adalah ibu dari kaisar Taichang, Kaisar ke-14 dari dinasti Ming Tiongkok.

Kaisar Taichang sendiri meninggal kurang dari satu bulan setelah dia dinobatkan sebagai Kaisar Dinasti Ming.

Sementara kematiannya diketahui sebagai salah satu misteri paling terkenal dari akhir Dinasti Ming.

Lalu, bagaimana nasib malang Selir Wang?

Baca Juga: Ibunya Selir Kesayangan Kaisar, Bukannya Jadi Raja, Pangeran Dinasti Ming Ini Malah Tewas Dieksekusi oleh Pemberontak, Kematiannya Digambarkan Sangat Mengerikan

Baca Juga: Dibutuhkan hingga 30.000 Pekerja untuk Membangunnya, Inilah Makam Mewah Kaisar Wanli dan Istri-istrinya, Dibangun di Tengah Konflik yang Bergejolak ketika Dinasti Ming Terancam Punah

Melansir chinadaily.com.cn, sebagian besar hidup Selir Wang tetap berada di pusat perebutan kekuasaan yang melibatkan putranya dan putra selir favorit kaisar, meski pada akhirnya tidak akan ada pemenang.

Hu Hansheng, seorang sejarawan yang mengkhususkan diri dalam makam kekaisaran Ming, mengatakan: "Ketika Xiaojing hamil pada tahun 1581, dia baru berusia 16 tahun dan merupakan seorang dayang ibu kaisar."

"Kehamilannya sangat memalukan Wanli, yang tidak punya pilihan selain untuk menganugerahkan padanya gelar permaisuri. Itu adalah awal dari cobaan beratnya," ungkapnya.

Ketika permaisuri lain, bermarga Zheng dan yang lebih disukai oleh Kaisar Wanli, menghasilkan anak laki-laki lain, pada tahun 1586, skala emosional kaisar berubah drastis ke arah putra bungsunya itu.

Selama hampir 20 tahun kaisar mencoba menjadikan putra bungsunya, Zhu Changxun, sebagai penerus sahnya, kata Hu.

Namun, keinginan kaisar untuk menjadikan putra bungsunya sebagai penerus takhta tidak mendapatkan dukungan, baik dari pejabat maupun ibu kaisar sendiri.

"Ini terlepas dari perlawanan kuat dari semua orang -termasuk seluruh pengadilan dan ibu kaisar sendiri- yang percaya pada hak kesulungan putra tertua untuk takhta."

Tradisi kekaisaran China saat itu lebih menyukai anak sulung menjadi penerus takhta. Maka, tidak melakukannya seperti itu dapat dianggap melanggar tradisi.

Meski begitu, Kaisar Wanli melakukan upaya terbesarnya untuk mewujudkan keinginan tersebut, menyebabkan konflik dengan para pejabat.

Baca Juga: Harga Tiketnya Naik Mencapai Rp750 Ribu Jika Naik Stupa Candi Borobudur, Terungkap Inilah Tingkatan Candi Borobudur yang Sedikit Diketahui Umum

Akibatnya, Kaisar Wanli pun menarik diri dari pemerintahan, membuat beberapa dekade terakhir masa pemerintahannya terjadi kekacauan.

Kaisar Wanli juga menolak untuk membuat penunjukan personel yang diperlukan, dan akibatnya seluruh eselon atas pemerintahan Ming menjadi kekurangan staf.

Banyak ahli sejarah Tiongkok percaya bahwa pemerintahan Kaisar Wanli merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap kemunduran dinasti Ming dengan penarikan dirinya dari pemerintahan itu.

Bagaimana pun, pada akhirnya kaisar keluar sebagai pihak yang kalah, ia menyerah untuk menjadikan putra bungsunya sebagai pewaris takhta.

Pada tahun 1601, putra Selir Wang menjadi putra mahkota, ketika dia berusia 20 tahun.

Kemudian, tidak sampai 19 tahun lagi dia akan naik takhta, yaitu pada tahun 1620, namun hanya untuk menjadi kaisar tidak sampai 2 bulan lamanya.

Selir Wang terhindar dari menyaksikan akhir tragis putranya, setelah dia sendiri meninggal pada tahun 1611.

Hingga meninggal, ia tetap masih terkurung di sudutnya sendiri, hampir buta dan takut akan masa depan putranya.

Selir Wang pun meninggal bukan sebagai permaisuri. Baru pada tahun 1620, ketika Kaisar Xizong, cucu selir Wang, naik takhta pada bulan September tahun itu, dia memutuskan untuk menghormati mendiang neneknya yang telah lama menderita dengan penguburan lain, kali ini sebagai permaisuri, bukan hanya selir dan juga bersama dengan kaisar.

Baca Juga: Inilah Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit, Termasuk Prasasti Waringin Pitu

Pada tahun itu, 17 tahun setelah kematian Selir Wang, Kaisar Wanli meninggal dunia, diikuti oleh putra Xiaojing, kaisar baru, enam minggu kemudian.

Selain selir Wang, seorang permaisuri Wanli yang sesungguhnya dan satu-satunya dalam hidup,Permaisuri Xiaoduan, juga dimakamkan bersama sang kaisar, yang meninggal lebih awal pada tahun yang sama, April 1620, pada usia 56.

"Peti mati Xiaojing dipindahkan ke Mausoleum Dingling, dari tempat pemakaman aslinya sekitar 5 kilometer jauhnya," kata Hu.

"Jepit rambut yang dikenakan Xiaojing sebagian besar terbuat dari batu giok, dan milik Xiaoduan adalah emas.

"Adapun kaisar, dia mengenakan topi anyaman bambu hitam dengan hiasan naga emas. Dilihat dari tulangnya, dia memiliki wajah dan kumis yang panjang dan sempit, bukan tinggi sama sekali -mungkin sekitar 164 cm, dan sedikit bungkuk."

Meski nasib Selir Wang begitu malang, tetapi Permaisuri Zheng, selir kesayangan Kaisar Wanli, tak memiliki akhir hidup yang lebih menyenangkan.

Disebut bahwa ia terbaring menyendiri di makamnya sendiri, sekitar 3 kilometer jauhnya dari pemakaman kaisar.

Zheng sendiri meninggal pada usia 65 tahun 1630, 14 tahun sebelum Dinasti Ming runtuh.

"Jika kata tragedi meringkas kehidupan istri Wanli -baik orang yang dicintainya atau orang yang tidak dicintainya- kata ironi yang meringkasnya, dalam hidup dan mati," kata Hu.

Baca Juga: Pantas Harga Naik Stupa Candi Borobudur Melejit Rp750 ribu, Rupanya Ini Kesalahan Pengunjung yang Sering Dilakukan Waktu Naik Candi Sampai Harus Dinaikan Semahal Ini?

(*)

Artikel Terkait