Find Us On Social Media :

Bukan Karena Faktor Keturunan, Lalu Mengapa Orang Gemuk Kok Lebih Mudah Bertambah Gemuk?

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 4 Mei 2018 | 16:30 WIB

Penyelidikan-penyelidikan ini juga mendatangkan kesan bahwa gangguan-gangguan psikologis lebih mungkin merupakan akibat, bukan penyebab kegemukan.

Bertubuh gemuk di masyarakat modern yang berorientasi pada kelangsingan ini bisa mendatangkan kurang harga diri dan "diapkir" oleh orang-orang lain. Hal ini lantas bisa mendatangkan gangguan-gangguan emosional.

Seorang psikiater dari University of Pennsylvania, Dr Albert Stunkard, menunjukkan bahwa walaupun ketambunan 6 kali lebih banyak didapati di kalangan wanita kelas lebih rendah, tetapi wanita kelas lebih atas tampaknya lebih banyak yang mengalami gangguan emosional akibat masalah bobot yang terlalu berat.

Tetapi sebagian besar orang-orang tambun yang beratnya turun banyak sekali, mengalami depresi dan kecemasan.  

"Kebanyakan merasa kehilangan, ditinggalkan, kesepian dan kosong," kata Dr Hirsch. Perasaan ini dialami juga oleh orang-orang normal yang kelaparan.

Baca juga: Jangan Takut Gemuk! 6 Makanan Ini Bisa Dikonsumsi Tengah Malam dan Anda Tetap Langsing

Pada orang-orang yang pernah gemuk, perasaan ini kadang-kadang cukup kuat untuk menyebabkan mereka makan lagi berlebih-lebihan dan mendapat kembali ketambunan yang sudah susah-susah dilepaskan.

Seorang psikiater dari Baylor University di Houston yang merupakan juga ahli dalam psikologi kelainan makan Dr Hilde Bruch, yakin bahwa banyak orangtua secara tidak sadar membiasakan anak mereka makan berlebih-lebihan dengan memberi mereka makanan pada  waktu-waktu yang keliru dan untuk alasan-alasan yang salah.

"Tidak susah untuk merusakkan program otak," kata Dr Bruch. "Kasih saja makanan pada anak setiap ia menangis, tidak peduli ia menangis karena sedih ataukah lapar. Atau beri saja ia makan pada saat ia tidak lapar. Hal terakhir ini sering dilakukan ibu-ibu kalau waktu makan berikutnya atau waktu tidur sudah mendesak sehingga kalau bukan sekarang tidak akan sempat lagi memberi makan."

Dr Rodin yakin bahwa anak-anak yang diperlakukan begini otaknya tidak pernah belajar membedakan rasa lapar dari rasa-rasa lain seperti umpamanya bosan, marah, cemas, kecewa dan depresi.

"Sebagian di antara mereka menjadi orang-orang gemuk yang gembira, yang tidak pernah marah tetapi selalu makan," kata Dr Bruch. "Sebagian lagi menjadi orang-orang yang menyatakan dirinya tidak mempunyai kemauan kuat untuk berhenti makan. Kalau mereka mulai makan, mereka tidak bisa berhenti."

Baca juga:Percuma Anda Diet Mati-matian Jika Masih Lakukan 25 Hal yang Bikin Tubuh Tetap Gemuk Ini

Dr Rodin menyarankan bahwa untuk mengembangkan response normal terhadap isyarat- isyarat lapar, anak jangan diberi makan kalau mereka tidak lapar.

Dalam artikelnya di majalah Human Nature, Dr Rodin menyatakan bahwa orang-orang gemuk mempunyai kecenderungan lebih banyak untuk makan kalau sedang bosan dibandingkan dengan orang-orang yang beratnya normal.

Tetapi mereka "lupa" makan kalau terbenam dalam kerja yang mengasyikkan.

Penemuan ini katanya bisa menjadi "kunci" bagi orang-orang yang ingin tetap langsing dan yang ingin menurunkan bobot agar sibuk terus.

Ini juga bisa menjadi penjelasan mengapa banyak orang-orang gemuk tidak mengalami kesulitan untuk mengerem makan pada pagi dan siang hari, tetapi remnya "blong" kalau sudah pulang bekerja.  (South China Morning Post)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1979)

Baca juga: Berikut Ini 3 Aturan Sarapan Agar Tak Cepat Gemuk