Penulis
Intisari-Online.com - Seperti diketahui, rencana Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO menjadi alasan utama Rusia untuk akhirnya menyerang negara tersebut.
Rusia secara serangan yang secara resmi disebutnya sebagai operasi militer khusus sejak 24 Februari 2022 lalu.
Perang Rusia-Ukraina belum berakhir, sementara China yang dikenal sebagai sekutu Rusia, baru-baru ini mengungkapkan bahwa seharusnya NATO telah dibubarkan setelah Uni Soviet tidak ada lagi.
Hal tersebut diungkapkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China pada Jumat (1/4/2022).
Melansir laman kedutaan besar China di Indonesia, Juru bicara Kemlu China Zhao Lijian menyesalkan fakta bahwa blok militer pimpinan Amerika Serikat (AS) itu justru memperluas dan memojokkan Rusia, yang akhirnya memicu pertumpahan darah saat ini di Ukraina.
“Sebagai produk Perang Dingin, NATO seharusnya menjadi sejarah ketika Uni Soviet bubar,” ujar dia saat konferensi pers harian pada Jumat, ketika ditanya tentang peran NATO sebagai alat geopolitik AS.
Untuk diketahui, Uni Soviet resmi bubar pada 25 Desember 1991, atau kurang lebih 3 dekade lalu.
Sebelum itu, pada akhir 1990, kekuasaan komunis mulai runtuh di negara-negara bagian Uni Soviet.
Mereka menganggap bahwa sistem komunisme tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Dan akhirnya, pada 1991, negara-negara tersebut mulai melepaskan diri.
Zhao pun mengungkapkan bahwa NATO melanggar janji yang dibuat pada kepemimpinan Soviet dengan memperluas keanggotaannya ke timur di Eropa selama beberapa dekade.
“Hal ini mendorong Rusia ke sudut langkah demi langkah, sehingga pada akhirnya, NATO adalah penggagas dan promotor terbesar dari krisis Ukraina atas nama AS,” ujarnya.
Kemudian, Zhao juga mengatakan bahwa NATO harus merenungkan apa sebenarnya kontribusinya untuk keamanan Eropa.
Moskow mengutip ancaman yang ditimbulkan oleh ekspansi NATO yang merayap ke Ukraina sebagai alasan utama mengapa Rusia menyerang negara itu pada akhir Februari.
Beijing setuju dengan pembenaran Rusia terkait alasan utamanya menyerang Ukraina, bahkan ketika mengkritik penggunaan kekuatan militer sebagai metode untuk menyelesaikan masalah.
China telah berulang kali menuduh negara-negara Barat meningkatkan ketegangan dengan Rusia, mengatakan bahwa penolakan Barat mengatasi masalah keamanan Moskow yang sah adalah penyebab krisis.
Ketika banyak negara menerapkan sanksi terhadap Rusia, Beijing sendiri telah menolak untuk bergabung memberikan sanksi.
China menyebut sanksi itu ilegal dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
Sementara AS dan sekutunya menuduh China berada di "sisi sejarah yang salah" di Ukraina.
Barat pun mengancam Beijing dengan hukuman jika mendukung kampanye militer Rusia.
Moskow menyerang negara tetangganya itu menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan-ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014.
Kemudian akhirnya terjadi pengakuan Rusia atas republik Donbass di Donetsk dan Luhansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis tersebut dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.
Sementara itu, dari pertempuran yang masih terus berlangsung antara kedua negara,Ukraina memperkirakan 20.000 orang telah tewas dalam perang sejauh ini.
(*)