Penulis
Intisari - Online.com -Ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berbicara dengan Presiden China Xi Jinping, pembicaraan telepon mereka bukanlah pembicaraan telepon biasa untuk formalitas diplomasi.
Panggilan ini yang berjalan 2 jam menurut Gedung Putih, datang di tengah potensi titik balik untuk hubungan antara AS dan China.
Pejabat Gedung Putih menyaksikan dengan kekhawatiran besar kemitraan antara Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Respon China atas serangan Rusia ke Ukraina telah membuktikan masalah baru bagi pengamat barat.
Beijing tampaknya tidak mendukung terang-terangan atau dengan terbuka menolak cara Putin, memberi sinyal tidak jelas bagi Biden, membuat telepon antara kedua pemimpin negara itu penting.
Melansir CNN, Gedung Putih mengatakan setelah panggilan itu Biden "menggambarkan dampak dan konsekuensi jika China menyediakan bantuan material ke Rusia."
"Presiden menggarisbawahi dukungannya untuk resolusi diplomasi atas krisis tersebut," ujar Gedung Putih.
Gedung Putih juga mengatakan Biden dan Xi sepakat mempertahankan "komunikasi terbuka."
Konflik dan konfrontasi bukanlah kepentingan siapapun, ujar Xi kepada Biden pada awal memulai telepon, menurut media pemerintah China.
"Perdamaian dan keamanan adalah harta paling berharga bagi komunitas internasional," melansir media pemerintah China,CCTV, yang mengutip Xi Jinping.
Pejabat Gedung Putih mengatakan sebelum telepon dilaksanakan mereka memperkirakan telepon akan menjadi intens; sebuah pertemuan awal antara dua tim ajudan dari dua kepala negara terlaksana selama 7 jam lamanya awal minggu ini.
Biden pun meningkatkan taruhannya ketika ia mengajukan panggilan itu sehari sebelumnya, menyatakan Xi "tidak percaya demokrasi bisa dipertahankan di abad ke-21."
Inilah 5 alasan mengapa pembicaraan telepon Biden dan Xi ini penting dan bisa mengubah lanskap kondisi perang Rusia-Ukraina saat ini, melansir dari CNN:
1. Panggilan terlaksana pada momen kritis di perang Rusia-Ukraina
Biden berbicara dengan Xi dalam waktu penting.
Menurut pejabat AS, China sedang mempertimbangkan menyediakan bantuan militer ataupun finansial ke Rusia, yang telah diminta oleh Rusia saat militer mereka mengalami kekalahan besar di Ukraina.
Jika China setuju, hal ini dapat merusak hubungan mereka dengan Barat bertahun-tahun berikutnya.
"Kami khawatir mereka mempertimbangkan secara langsung membantu Rusia dengan peralatan militer untuk dipakai di Ukraina," ujar Menteri Luar Negeri Antony Blinken Kamis lalu, mengkonfirmasi apa yang telah diperingatkan pejabat AS lainnya.
AS bahkan sudah meyakinkan kepada beberapa sekutu NATO bahwa mereka yakin China punya keinginan mendukung Rusia, walaupun Moskow menyangkal meminta bantuan China dan Beijing mengatakan mereka tidak menyediakan bantuan apapun.
Melihat dari Beijing, Xi kecolongan karena mata-matanya tidak mampu memprediksi apa yang akan terjadi, walaupun AS telah memperingatkan akan sebuah serangan berminggu-minggu sebelumnya.
2. China dapat menyediakan berbagai macam bantuan untuk Rusia
Para pejabat AS tidak percaya China akan bersedia menyediakan bantuan besar-besaran untuk Rusia seperti tank atau jet.
Alih-alih, pejabat mengatakan mereka yakin China akan mengirim bantuan lebih kecil seperti makanan, amunisi, suku cadang atau peralatan pengawasan -- jika China memang akan mengirim sesuatu.
Pejabat mengatakan masih mungkin China membantu Rusia mengalahkan sanksi Barat melalui bantuan finansial, meskipun kemungkinannya kecil China bisa benar-benar mengabaikan dampak sanksi Eropa dan AS.
Pada pembicaraan mereka, Biden berharap dia memperjelas kepada Xi kerugian membantu perang yang dimulai Rusia entah melalui bantuan militer atau finansial.
Diperkirakan bahwa Xi akan mengamankan periode ketiga yang bersejarah dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 di Beijing musim gugur ini.
Selama tahun yang penting itu, pakar barat yakin Xi akan sebagian menyadari risiko ekonomi yang didapat dari sanksi kedua.
Namun masih ada debat berjalan di dalam pemerintahan AS mengenai apa langkah yang tepat untuk membuat China menolak membantu Rusia.
Pemerintahan Biden telah menolak untuk mendiskusikan secara terbuka apa pilihan-pilihan yang mereka pertimbangkan, tapi mereka sudah memperingatkan akan ada konsekuensi bagi China jika mereka mendukung Rusia.
3. AS harus menangani kemitraan "darah dingin" antara Rusia dan China
Bahkan sebelum Rusia menyerang Ukraina, pejabat AS menyaksikan dengan khawatir kedekatan Putin dan Xi, dan direktur CIA Bill Burns mengatakan akhir minggu lalu bahwa kemitraan mereka berakar dalam "alasan-alasan yang sangat berdarah dingin."
Kini pehabat AS melihat berbagai jenis sinyal.
Ketika China mundur dan tidak memilih dari pemungutan suara PBB terhadap Rusia, bagi AS Beijing sedang memberi jarak.
Kemudian seorang pejabat China mengatakan bulan lalu bahwa kedaulatan Ukraina harus dihormati.
Namun sinyal lain telah menunjukkan langkah lebih mengakomodasi, termasuk dukungan China atas disinformasi Rusia.
4. Sekutu-sekutu AS di Asia memperhatikan reaksi China pada perang Rusia-Ukraina dengan seksama
Serangan Rusia ke Ukraina, melanggar kedaulatan dan mengirim Eropa ke konflik terburuknya dalam puluhan tahun, telah mengirim kekhawatiran ke seluruh dunia.
Taiwan adalah yang memperhatikan hal ini paling utama.
Beijing baru-baru ini meningkatkan penerbangan militer ke pulau itu dan memperingatkan melawan dukungan AS.
Pada hari-hari awal konflik Ukraina, ada ketakutan serangan Rusia dapat memicu serangan China ke Taiwan, walaupun kini tampaknya hal ini tidak benar.
Namun serangan Rusia telah memicu ketegangan tidak hanya di Barat dan NATO tapi juga di Asia-Pasifik, sebuah hasil yang diyakini mata-mata AS tidak disiapkan oleh Xi Jinping, karena Xi berpikir kepentingan ekonomi akan mencegah negara-negara di Asia Pasifik memberikan sanksi besar.
Bahkan beberapa tim keamanan nasional Biden kaget dengan betapa cepatnya sekutu AS di Asia, termasuk Jepang dan Australia, bersedia memberi sanksi pada Rusia.
5. Biden dan Xi memiliki sejarah panjang -- dan pandangan yang sangat berbeda
Biden terkenang berjam-jam yang ia habiskan dengan Xi ketika keduanya menjadi wakil presiden negara masing-masing.
Biden mengklaim ia telah menghabiskan waktu lebih lama dengan Xi daripada pemimpin negara yang lain.
Namun mereka belum pernah bertemu secara langsung sejak Biden menjabat dan Xi belum pernah meninggalkan China selama pandemi Covid-19, membuat pembicaraan mereka hanya melalui telepon -- sebuah dinamika yang Biden sebutkan kurang ideal.
Dia dan timnya telah bekerja untuk menetapkan kebijakan persaingan terkelola dengan China.
Mereka telah meninggalkan tarif yang dikenakan oleh mantan Presiden Donald Trump dan mengkritik China karena tidak menegakkan komitmennya dari kesepakatan perdagangan era Trump.
Sebelum konflik di Ukraina, Biden tampak berniat memfokuskan kembali kebijakan luar negeri Amerika terhadap Asia, di mana ia memandang persaingan antara AS dan China sebagai tantangan yang menentukan abad berikutnya.
Dan sementara krisis Ukraina telah menyibukkan Gedung Putih dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat bersikeras bahwa mereka masih dapat mempertahankan visi utama mereka.