Penulis
Intisari-Online.com - Media asing asal Qatar,aljazeera.com, menyoroti ExxonMobil, perusahaan raksasa gas dan minyak.
ExxonMobildituduh bertanggungjawab dalamserangkaianpelanggaran hak asasi manusiadi awal 2000-an.
Begini awal mula kisahnya.
Dilansir darialjazeera.com pada Kamis (17/2/2022),John Doe masih bisa mengingat saat-saat yang diduga sebagai penyiksaan.
Hal itu membuatnya percaya bahwa dia tidak akan pernah melihat keluarganya lagi.
Itu terjadi pada tahun 2000 di Provinsi Aceh, Indonesia.
“Mereka mengikat saya dalam posisi salib dan menyetrum saya,” kata Doe, yang menggunakan nama samaran untuk melindungi identitasnya kepada Al Jazeera.
“Saya hanya terus berdoa kepada Tuhan di dalam hati saya."
"Saya berpikir: 'Saya akan mati hari ini.'”
“Orang-orang yang ditangkap oleh tentara Exxon jarang kembali ke rumah,” tambahnya.
Kesaksian mengerikan John Doe adalah bagian dari gugatan perdata yang akhirnya bisa diadili tahun ini setelah lebih dari dua dekade tertunda dalam sistem hukum Amerika Serikat (AS).
Awalnya kasus ini diajukan pada tahun 2001 di Pengadilan Distrik untuk Distrik Columbia.
Di mana John Doe menuduh ExxonMobil bahwa perusahaan raksasa gas dan minyak itu bertanggung jawab atas serangkaian pelanggaran hak asasi manusia di pabriknya di Aceh pada awal 2000-an.
Termasuk kekerasan seksual, pemerkosaan, dan kematian.
“Saya mengajukan kasus hak asasi manusia kami terhadap ExxonMobil pada tahun 2001."
"Ini karena penggunaan militer swasta yang brutal untuk melindungi fasilitas pencairan gas alamnya di Aceh, Indonesia,” kata pengacara hak asasi manusia Terry Collingsworth.
“Tentara Exxon membunuh dan menyiksa klien saya dan banyak lainnya, semua warga sipil tak berdosa yang tinggal di dekat fasilitas Exxon.”
Diketahui Provinsi Aceh adalah rumah bagi cadangan minyak dan gas alam yang luas serta kayu dan mineral lainnya, dan provinsi ini menghasilkan sekitar sepertiga dari gas alam cair Indonesia.
Mobil Oil Indonesia, yang dibeli oleh Exxon pada tahun 1999 menjadi ExxonMobil Corporation, pertama kali pindah ke wilayah tersebut pada awal tahun 1970-an setelah menemukan deposit gas alam di dekat kota Lhoksukon.
Pada akhir 1990-an, perusahaan itu menghasilkan lebih dari 1 miliar Dollar AS dalam pendapatan tahunan.
Pada saat yang sama, Aceh berada dalam cengkeraman perang saudara selama 20 tahun antara pemerintah pusat dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dari tahun 1980-an hingga awal 2000-an, militer Indonesia secara teratur bentrok dengan separatis, mendorong ExxonMobil untuk mengontrak tentara Indonesia untuk menjaga staf dan operasinya di fasilitasnya.
Pada tahun 2000, ExxonMobil membayar lebih dari 500.000 Dollar per bulan untuk mempertahankan anggota militer Indonesia sebagai personel keamanan, menurut dokumen pengadilan.
Ke-11 penggugat dalam John Doe v ExxonMobil menuduh bahwa tentara melakukan lebih dari sekedar menjaga kepentingan ExxonMobil.
Dan sebaliknya secara teratur melakukan penggerebekan di mana mereka akan mengumpulkan penduduk desa dan menyiksa mereka untuk mengakui bahwa mereka adalah separatis.
Kadang-kadang bahkan membawa mereka ke properti ExxonMobil untuk melakukan interogasi dengan kekerasan.
Penggugat menuduh dia diculik oleh tentara yang bekerja untuk ExxonMobil dan disiksa selama tiga bulan.
Pada satu titik selama interogasinya, katanya, dia ditutup matanya dan dipaksa menyentuh gundukan kepala yang dipenggal yang menurut penculiknya milik separatis yang dieksekusi.
Dalam dokumen pengadilan, ExxonMobil mengklaim tidak mengetahui adanya pelanggaran hak asasi manusia pada saat itu.
Sehingga mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran yang terjadi.
Ini karena mereka tidak memerintahkan atau memberi wewenang kepadapelaku pelanggaran hak asasi manusia.
“Kami telah melawan klaim tak berdasar ini selama bertahun-tahun,” kata juru bicara ExxonMobil Todd Spitler.
“Gugatan penggugat tidak berdasar."
"Selama menjalankan bisnisnya di Indonesia, ExxonMobil telah bekerja dari generasi ke generasi untuk meningkatkan kualitas hidup di Aceh melalui penyerapan tenaga kerja lokal, penyediaan layanan kesehatan, dan investasi masyarakat yang luas."
"Perusahaan mengutuk keras pelanggaran HAM dalam bentuk apapun.”