Find Us On Social Media :

Pengantar Kuratorial 'Daulat & Ikhtiar': Memaknai Sejarah Melalui Seni

By Intisari Online, Selasa, 15 Februari 2022 | 15:35 WIB

Pameran temporer ini bertajuk DAULAT & IKHTIAR,

Saat mengerjakan monumen yang menelan biaya Rp. 20.870.000 ini Saptoto bertindak sebagai pelaku, pembuat, sekaligus penikmat. Bersama tim sejarah ia berhasil memadu-padankan kompleksitas sejarah peristiwa. Berhasil meringkas opininya tentang peran penting sejumlah elemen masyarakat sebagai cara ungkap.

Elemen-elemen berupa 1) dua puluh lima adegan relief, 2) gunungan sebagai representasi alam semesta, dan 3) lima karakter yang “maju ke depan” adalah tanda-tanda atas perjuangan bangsa yang riuh akan khasanah dan peristiwa.

Meskipun ada pula catatan kritis yang menyatakan bahwa monumen ini merupakan bagian dari “monumen indoktrinasi” Orde Baru, termasuk framing politik berbau motif Jawa kuno yang kental.

Tidak salah jika dilihat dari aspek isi dan tujuan pembangunannya, monumen ini digolongkan sebagai “Tugu Peringatan” sekaligus “Monumen Kemenangan” dengan sejumlah catatan. Perlu diketahui bahwa ragam dan jenis monumen di suatu wilayah ada belasan jenis dan tipe. Salah satu contoh monumen kemenangan yang ada di negara lain adalah Arc de Triomphe di Paris - Prancis.

Jika dirunut lebih luas lagi, peristiwa yang diungkap dalam pameran ini memiliki posisi “politis” yang kuat. Setidaknya selama masa awal kemerdekaan (1945) hingga tahun 1950-an, perjuangan menegakkan kedaulatan antara lain melewati sejumlah perundingan dan pertempuran penting.

Baca Juga: Berani Cetuskan Serangan Umum 1 Maret, Sultan HB IX Tunjukkan Dirinya Bukan Sekadar Seorang Raja

 Baca Juga: Gara-Gara Raja Yogyakarta Menolak Kerja Sama, Belanda pun Gagal Menjajah Indonesia Lagi

Perundingan-perundingan tersebut yaitu 1) Perundingan Hoge Valuwe yang gagal; 2) Perundingan Linggajati, 15 November 1946; 3) Agresi Belanda I, 21 Juli 1947; 4) Perundingan Renville, 17 Januari 1948; 5) Agresi Belanda II 19 Desember 1948; 6) Konferensi Meja Bundar (KMB) 2 November 1949.

Artinya jauh sebelum Serangan Umum 1 Maret, telah terjadi serangkaian peristiwa yang meninggalkan banyak masalah, arsip. Tinggalan lainnya adalah berupa artifak. Beberapa diantaranya adalah yang kini tersimpan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan sejumlah museum lainnya. 3

Sejumlah puluhan artifak dalam pameran ini direspons oleh 5 perupa. Dipilihnya lima perupa (2 diantaranya kolektif) muda asal Yogyakarta ini berdasarkan kebiasaan dalam berkarya dengan konsep pendekatan kritis.

Karya-karya mereka sebelumnya mengungkap sisi kontekstual (dan historis) terhadap situasi dan kondisi. Dengan pendekatan kreatif yang berbeda, kelima perupa berproses melalui riset lapangan dan kajian penelitian.