Find Us On Social Media :

Kasus Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Di Filipina Pernah Ditemukan Sel Rahasia di Kantor Polisi, 12 Orang Dijejalkan dalam Sel Sempit dan Gelap Tanpa Dakwaan, Kampanye Sang Presiden Jadi Pemicunya

By Tatik Ariyani, Rabu, 26 Januari 2022 | 14:47 WIB

Screenshot video saat Terbit Rencana Perangin-angin menunjukkan sel kerangkeng manusia yang ada di rumahnya

Ia mengatakan, persyaratan itu tidak sedikit. Misalnya persyaratan dalam aspek perizinan, lokasi, pemilik, serta pengelola tempat rehabilitasi itu.

Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut.

"BNN menyatakan bahwa tempat tersebut itu bukan tempat rehab," tegas Sulistyo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/1/2022).

"Karena tempat rehab itu ada namanya persyaratan formil dan ada persyaratan materiil," lanjut dia.

Penemuan sel tersembunyi juga pernah terjadi pada tahun 2017 lalu di Filipina.

Saat itu, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Filipina, yang didampingi oleh sejumlah wartawan, telah menemukan sel kecil rahasia di sebuah kantor polisi Manila yang dijejali 12 pria dan wanita yang telah ditahan selama seminggu tanpa dikenai dakwaan.

Baca Juga: Modalnya Hanya Rp5.000, Coba Rutin Makan Taoge Dengan Diolah Seperti Ini Bisa Bikin Kolesterol Tinggi Langsung Ambruk Seketika, Nyesal Kalau Tidak Coba!

Baca Juga: Bukan dengan Militer, Vladimir Putin Blak-blakan Bongkar Ancaman Paling Mengerikan yang Diprediksi Terjadi di Eropa Jika Amerika dan Sekutunya Berani Serang Rusia, Apa Itu?

Sel yang digunakan untuk menahan 12 orang itu sempit, gelap dan tanpa jendela. Pintu masuk ke ruangan itu ditutup dengan sebuah lemari kayu.

Gilbert Boisner, Direktur Komnas HAM Filipina di Manila, Jumat (28/4/2017), mengatakan, tidak ada satu orang pun yang sudah didakwa dalam kelompok yang "ditangkap dengan dalih narkoba" itu.

Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa para tahanan itu diciduk "tanpa memberi tahu keluarga atau pengacara," dan dikurung dalam kondisi "mengerikan, terlalu padat," dan disiksa.

Para tahanan tersebut mengatakan bahwa polisi berusaha memeras mereka antara 800 dollar sampai 4.000 dollar (saat itu setara Rp10,6 juta hingga Rp53,3 juta) untuk kebebasan mereka.