Intisari-Online.com - Terbit Rencana Perangin-Angin,Bupati nonaktif Langkat, diduga memperbudakpuluhan pekerja sawit.
Semua terungkap ketika di dalam rumah Bupati nonaktif Langkat itu ditemukanadakerangkeng manusia serupa penjara, lengkap dengan besi dan gembok.
Diduga itulah tempat dia memperbudakpuluhan pekerja sawit.
Dugaan itu sendiri diungkap olehPerhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care.
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja," ungkapKetua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin (24/1/2022) seperti dilansir dari kompas.com.
"Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya."
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," tambahnya.
Tidak hanya dikerangkeng, diduga para pekerja sawit itu juga mengalami penyiksaan seperti dipukul.
Mereka juga tidak pernah menerima gaji.
Kini, laporan itu tengah diusut oleh pihak berwajib.
Soalmemperbudakpuluhanpekerja sawit, rupanya itu juga pernah terjadi di Malaysia.
Hal itu dibongkar olehCustoms and Border Protection (CBP) Amerika Seikat (AS).
Dilansir dari kontan.co.id pada Selasa (25/1/2022), kejadian itu terjadi padaFGV Holdings Bhd, produsen minyak sawit asal Malaysia.
Pada Oktober 2020, AS melarang produk FGV. Alasannya karena mereka diduga melakukan beberapa kejahatan.
Sepertipelecehan, kekerasan fisik dan seksual, intimidasi, penipuan, hingga penyimpanan dokumen identitas secara ilegalterhadap pekerja FGV.
Mereka juga melakukan pelanggaran ketenagakerjaan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia.
Ini karena FGV memiliki sekitar 439.725 hektar kebun sawit di Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri, perkebunannya tersebar di 5 wilayah yang di Kalimantan Tengah (Kalteng) danKalimantan Barat (Kalbar)
CBP AS sendiri telah melakukan penyelidikan selama setahun terhadap produsen minyak sawit terbesar di dunia itu.
Hasilnya mereka memang terungkap melakukan berbagai kejahatan seperti yang dijelaskan di atas.
Bahkan pernah menghadapituduhan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Tapi FGV sendiri menyatakan tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan AS kepada mereka.
FGV kecewa tapi akan menghormati keputusan itu.
Hingga kini, mereka terus mencoba membersihkan namanya.