Penulis
Intisari-Online.com - Baru-baru ini, seorang aktivis yang juga merupakan keponakan pemimpin tertinggi Iran ditangkap pasukan keamanan negara itu.
Dia adalah aktivis perampuan bernama Farideh Moradkhani (35), yang disebut-sebut pula selama bertahun-tahun telah menjadi 'duri' di pihak Ayatollah Khamenei.
Pasalnya, dia telah berkampanye untuk tujuan liberal yang bertentangan dengan teokrasi ketat yang dipaksakan pada bangsa oleh pamannya.
Farideh yang berkampanye untuk penghapusan hukuman mati, ditangkap di luar rumahnya pada Jumat pekan lalu.
Berita penangkapan aktivis perempuan itu pertama kali dipublikasikan The Telegraph, Senin (17/1/2022).
Menurut Human Rights Activists News Agency (HRANA) Iran, keponakan Khamenei itu dibawa ke penjara Evin yang terkenal kejam.
Mengenai penjara Evin, penjara ini dikenal sebagai penjara paling menyeramkan di Iran.
Itu adalah penjara yang dibangun pada 1972 di bawah rezim Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi, menjadi menjadi tempat penahanan dan penyiksaan bagi para lawan-lawan politiknya.
Penjara Evin pernah digunakan untuk menahan, menyiksa dan mengeksekusi ribuan tahanan politik lawan Pahlavi, termasuk pendukung Organisasi Rakyat Mujadihidin Iran.
Hingga kini, reputasi yang berada di kaki pegunungan Alborz di sebelah utara ibu kota Teheran ini masih begitu menyeramkan.
Sejumlah tahanan memberikan kesaksian tentang bagaimana menyeramkan dan kejamnya penjara ini memperlakukan para tahanan.
Salah satunya disampaikan Marina Nemat, wanita yang ditangkap karena setiap hari mengikuti unjuk rasa anti-pemerintahan Islam yang didirikan Ayatullah Khomenei sejak Revolusi 1979.
Kepada Sky News, Desember 2017, Nemat mengisahkan penahanannya yang dimulai pada 15 Januari 1982, ketika ia masih berusia 16 tahun.
Ia menceritakan bahwa pada hari ia ditangkap, dirinya mengalami penyiksaan yang paling sering dilakukan sipir penjara di Timur Tengah.
Telapak kakinya dipukuli dengan kabel hingga seluruh kakinya membengkak seperti balon merah.
“Mereka melakukan itu karena seluruh syaraf manusia berujung di telapak kaki. Dengan setiap hantaman kabel, syaraf saya seperti meledak,” kata Nemat.
Tak hanya penyiksaan fisik, wanita itu juga dipaksa berpindah keyakinan.
Lima bulan setelah ditangkap, seorang sipir memaksanya pindah dari Kristen ke Islam dengan ancaman keluarga dan kekasihnya akan dibunuh jika ia menolak.
“Dalam satu hari, saya kehilangan kebebasan, keluarga, agama, nama dan martabat,” kenang Nemat.
Dia bertahan di penjara Evin selama dua tahun sebelum akhirnya berhasil melarikan diri ke Kanada.
Selama dua tahun itu, Nemat berusaha agar tetap waras dengan meyakini bahwa ada orang-orang di luar penjara menantinya.
“Karena saya yakin selalu ada orang di luar penjara yang menanti saya," ungkapnya.
Betapa beratnya kehipan Penjara Evin juga dibeberkan Mohammad Hossein Rafiee, seorang pensiunan profesor Universitas Tehran, yang ditangkap di jalan pada 16 Juni 2015 dan dibawa ke penjara itu.
Ia ditangkap usai menerbitkan artikel yang mendukung negosiasi nuklir di bawah pemerintahan Presiden Hassan Rouhani.
Rafiee dituduh menyebarkan propaganda melawan rezim dan pada 25 Mei 2015 divonis enam tahun penjara.
Kepada putrinya, Anna Maryam Rafiee, pria berusia 70 tahun tersebut menuturkan bagaimana beratnya hidup di dalam penjara Evin selama musim panas.
Tanpa pendingin udara, suhu di dalam gedung penjara Evin dapat mencapai 45 derajad Celcius.
Kemudian, jatah makanan diberikan sangat minim sebagai hukuman.
“Seringkali para tahanan mengais-ais bekas makanan yang terjatuh di lantai karena masih lapar,” ujar Rafiee melalui telepon kepada sang putri, seperti dilansir The Guardian.
Buah pun menjadi makanan mewah di penjara itu. Pasalnya, buah hanya tersedia setiap 10 hari di toko penjara dengan kualitas rendah dan harga sangat mahal.
Dengan kehidupan penjara seperti itu, kondisi fisik Rafiee menurun drastis, warna kulit menguning karena kurang gizi.
Penjara Evin di era Pahlavi dikelola oleh lembaga intelijen dan keamanan, SAVAK, sementara kini penjara itu dikelola oleh Secret Service Republik Islam Iran atau VAVAK.
Padal awal Juli 2017, Iran mengundang sekitar 40 delegasi pemerintah asing untuk melakukan kunjungan langka ke Evin.
Stigma buruk tentang penjara Evin rupanya membuat rezim penguasa Iran gerah.
Tapi, hanya lokasi-lokasi tertentu saja yang bisa dikunjungi oleh para tamu asing dari Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Selatan itu.
Mereka mengunjungi gedung 4 dan 7, lokasi tahanan kejahatan keuangan berada, di mana suasananya berbanding terbalik dengan gedung tempat tahanan politik.
Disebut, tahanan kejahatan finansial dapat menikmati salon, tempat oleh raga, pendingin ruangan hingga restoran.
Undangan itu pun menuai kecaman dari kelompok Amnesty International.
Menurut mereka, meski gedung 4 dan 7 sangat sesuai dengan standar kemanusiaan, gedung-gedung lain di Penjara Evin di Iran masih dalam kondisi tidak manusiawi.
Mereka juga menuding sejumlah tahanan politik yang berada di gedung 7 dipindah ke gedung lain agar tidak berinteraksi dengan para tamu internasional.
(*)