Intisari-Online.com - Gempa bumi 6,6 magnitudo yang mengguncang Kabupaten Pandeglang, Banten langsung membuat heboh satu Indonesia.
Apalagi gempa bumi yang terjadi pada Jumat (14/1/2022) sekitar pukul 16.05 WIB itu terasa dari Jakarta hingga Lampung.
Yang membuat khawatir adalah fakta dari gempa itu adalah gempa terjadi di bawah laut dalam kedalaman hiposenter 40 km.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa memiliki mekanisme sumber pergerakan naik (thrust fault) yang mengakibatkan adanya proser tekanan yang kuat.
Akibatnya 113 kelurahan dari 17 kecamatan di Pandeglang terdampak dan menyebabkan lebih dari 700 rumah dan lebih dari 30 fasilitas umum rusak.
Meski begitu, gempa bumi Pandeglang ini tidak berpotensi tsunami.
Alasannya karena magnitudonya masih di bawah ambang batas rata-rata gempa pembangkit tsunami.
Seperti Anda tahu, batas rata-rata gempa pembangkit tsunami adalah 7,0 M ditambah dengan kedalaman hiposenternya di 40 km.
Sebagai perbandingan, inilah sejarah gempa bumi dan tsunami di Selat Sunda berdasarkan data dari BMKG
Data tersebut diungkapkan oleh Daryono, Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam unggah di akun media sosial Instagram.
Intisari Online mengutip data-data tersebut dari Kompas.com yang telah mendapatkan izin dari Daryono pada Sabtu (15/1/2021) untuk mengutip unggahannya tersebut.
4 Mei 1851
Di Teluk Betung dan Selat Sunda pasca-gempa kuat teramati tsunami setinggi 1,5 meter.
9 Januari 1852
Terjadi gempa kuat yang memicu tsunami kecil.
27 Agustus 1883
Terjadi tsunami dahsyat di atas 30 meter akibat erupsi Gunung Krakatau.
23 Februari 1903
Terjadi gempa magnitudo 7,9 berpusat di Selatan Selat Sunda yang merusak Banten dan sekitarnya.
26 Maret 1928
Terjadi tsunami kecil yang teramati Selat Sunda pasca-gempa kuat.
22 April 1958
Terjadi gempa kuat di Selat Sunda diiringi dengan kenaikan permukaan air laut atau tsunami.
22 Desember 2018
Selat Sunda dilanda tsunami akibat longsoran Gunung Anak Krakatau.
2 Agustus 2019
Terjadi gempa magnitudo 7,4 yang merusak Banten dan berpotensi tsunami.
Daryono menyampaikan dari data itu monitoring muka laut tidak menunjukkan adanya catatan perubahan muka laut pasca-gempa.
Itulah yang menjadi bukti gempa yang terjadi tidak memicu tsunami.
Berbanding terbalik dengan kejadian di Tonga.
Sehari setelah gempa Banten, telah terjadi tsunami di Tonga pada Sabtu (16/1/2022).
Tsunami itu menerjang pulau terbesar Tonga, Tongatapu, hingga ibu kota Nuku'alofa, di Samudera Pasifik.
Penyebabnya bukan karena gempa bumi, akan tetapi meletusnya gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai.
Padahal gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai terletak sekitar 30 kilometer tenggara pulau Fonuafo'ou Tonga, dan sekitar 65 kilometer utara Nuku'alofa.
Tidak sampai disitu, akibat dari letusan gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai juga sampai ke Jepang.
Jepang juga dilanda tsunami dengan tinggi 1,2 km.
Bahkan abunya terlempar sejauh 20 km dan getarannya sampai ke Amerika Serikat (AS).