Sudah Tak Bisa Keluar Rumah Karena Pandemi Covid-19, Kini Warga Dibuat Gaduh Akibat Potensi Gempa Megathrust dan Tsunami di Pulau Jawa, Begini Kata BMKG

Mentari DP

Penulis

Intisari-Online.com - Saat ini, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, tengah berjuang memerangi pandemi virus corona (Covid-19).

Belum selesai masalah virus ini, dilaporkan Pulau Jawa bagian selatan akan dilandagempa megathrust.

Tentu saja warga yang tinggal di daerah pantai bagian selatan langsung panik.

Nah, benarkah permasalahanpotensi gempa megathrust ini?

Baca Juga: Merinding Saat Nonton Film Tentang Kekejaman PKI, Jika Saja Tokoh PKI Bertindak Lebih Cepat, Mungkin Akan Jadi Seperti Ini Nasib Yogyakarta

Baru-baru ini, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) merilis hasil riset tentang adanya potensi tsunami di selatan Jawa dengan ketinggian mencapai 20 meter yang terbit di jurnalNature Scientific Report.

Informasi tersebut pun menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan masyarakat.

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono menegaskan, gaduh akibat potensi gempa megathrust dan tsunami selalu muncul setiap para ahli mengemukakan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami.

Padahal perlu diingat, hingga saat ini, tidak ada teknologi apa pun yang bisa memastikan kapan dan di mana gempa besar maupun tsunami terjadi.

Baca Juga: Tragis, Asyik Berselingkuh dengan Atasannya, Polwan Ini Tinggalkan Putrinya di Dalam Mobil Patroli, Ketika Ditemukan Dia Sudah Tewas Terpangang

Bukan hal baru

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), informasi potensi gempa megathrust sudah sering muncul dan terus berulang sejak peristiwa tsunami Aceh di tahun 2004 silam.

"Jadi, zona megathrust sendiri bukanlah hal baru," ujar Daryono sebagaimana dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.

"Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti: (1) subduksi Sunda mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba; (2) subduksi Banda; (3) subduksi lempeng Laut Maluku; (4) subduksi Sulawesi; (5) subduksi lempeng Laut Filipina; dan (6) subduksi Utara Papua," jelas Daryono.

Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.

Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.

Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru “gempa kecil” yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar.

Megathrust dan tsunami di selatan Jawa

Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).

Baca Juga: Film G30S/PKI Sedang Diputar di Televisi Nasional, Bolehkah Anak-anak Menontonnya? Begini Pendapat dari KPAI

Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).

Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).

Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).

Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa. Wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami.

"Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi di antaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006," katanya lagi.

Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu.

Tidak perlu panik

Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik.

Namun, apakah hidup berdekatan dengan zona megathrust berarti harus selalu merasa cemas dan takut?

Baca Juga: Digerebek Malam-malam, Polisi Temukan 'Gunung Emas' Senilai Rp525 Triliun di Rumah Seorang Koruptor, Disembunyikan di Tempat Tak Terduga Ini

"Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang konkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana," kata Daryono.

Kecemasan dan kepanikan publik yang sering muncul umumnya terjadi karena adanya kesalahpahaman.

Padahal, model potensi bencana yang dibuat oleh para ahli ditujukan sebagai acuan upaya mitigasi.

"Namun, sebagian memahaminya dengan kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat," ungkapnya.

Menurut Daryono, ini adalah masalah sains komunikasi yang masih terus saja terjadi.

"Kasus semacam ini tampaknya masih akan terus berulang, dan pastinya harus kita perbaiki dan akhiri," lanjutnya.

Ia berharap masyarakat terus meningkatkan literasi agar tidak mudah terkejut atau panik jika ada informasi soal potensi bencana.

"Mari bersama kita akhiri kepanikan ini dan kini saatnya bersama-sama menata mitigasi," imbuh Daryono.

(Vina Fadhrotul Mukaromah)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Penjelasan soal Potensi Gempa Megathrust dan Perlunya Mengakhiri Kepanikan...")

Baca Juga: Iseng Pakai Baking Soda untuk Mencuci Wajahnya, 7 Hari Kemudian Wanita Ini Terkejut Ketika Lihat Hasilnya

Artikel Terkait