Penulis
Intisari-Online.com -Kerusuhan di Kazakhstan cukup menyita perhatian masyarakat dunia belakangan ini.
Kerusuhan tersebut menewaskan puluhan orang.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan, hampir 8.000 orang ditahan dalam operasi yang dilakukan oleh beberapa cabang dinas keamanan.
Sebelum kerusuhan pecah, warga di barat negara kaya minyak itu sudah lebih dulu menggelar protes atas kenaikan bahan bakar yang tiba-tiba pada Tahun Baru.
2021 menjadi tahun yang sangat mahal di Kazakhstan karenakemarau panjang musim panas dan komplikasi dalam perdagangan negara, yang terkurung daratan dengan China.
Bahkan, diperkirakan inflasi yang kuat juga akan berlanjut tahun ini.
Setelah terpojok, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev pun menurunkan harga LPG lebih dari setengahnya pada Selasa (4/1/2022).
Tapi langkah itu dinilai terlambat untuk menyelamatkan stabilitas reputasi pemerintah.
Sejak malam itu dan pada Rabu (5/1/2022) kota selatan Almaty menyaksikan protes dengan keganasan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Gedung-gedung pemerintah dirampas dan dibakar, sebelum tentara dan misi penjaga perdamaian yang dipimpin Rusia memulihkan situasi yang mengkhawatirkan.
Dalam situasi ini, Rusia seperti menjadi 'korban' atas kerusuhan yang disebut-sebut bersumber dari keserakahan China di Kazakhstan.
Ketika penduduk mengamati sisa-sisa kehancuran, banyak yang menyalahkan jurang kesenjangan antara elit penguasa.
Para penguasa terus-menerus mencari cara untuk memperkaya diri sendiri, sementara orang-orang biasa semakin miskin.
Seorang pengunjuk rasa, Galiya (42) mengeluhkan, "Semuanya menjadi sangat mahal."
"Kami memiliki semua mineral dalam tabel periodik di sini, tetapi kami hidup dalam kemiskinan,” keluhnya melansir AFP pada Senin (10/1/2022).
Sementara kata dia, pemerintah hanya menaikkan upah minimum dari 42.500 tenge (kira-kira Rp 1,4 juta) menjadi 60.000 tenge (Rp 2 juta) pada awal tahun.
Galiya pun mengaku berencana pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan, jika tidak ada perubahan besar pada pemerintah.
“Bagaimana Anda akan mulai hidup di sini dengan itu (upah minimum)?"
Kuartal terakhir 2021 mewariskan Kazakhstan dengan inflasi pangan terburuk sejak 2016.
Protes nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya juga terjadi saat itu.
Saat itu, warga menentang proposal amandemen, yang memperpanjang sewa tanah untuk investor asing.
Para demonstran sering merujuk ke China, negara tetangga yang kepentingan ekonominya di Kazakhstan telah memicu kecemasan di masa lalu.
Tetapi analis lokal berpendapat bahwa protes ketika itu merupakan tanggapan atas langkah kilat pemerintah Kazakhstan, yang menghapus dukungan pada mata uang tenge tahun sebelumnya.
Keputusan itu menciptakan devaluasi hingga 50 persen, sehingga meruntuhkan daya beli masyarakat lokal.
Pada saat yang sama, itu memperburuk kebencian kepada pejabat tingkat tinggi Kazakhstan dan gaya hidup mereka di luar negeri.
Sementara kali ini, musim kemarau yang panjang menyebabkan lonjakan harga sayuran, daging dan pakan ternak.
Penduduk pun semakin merasakan kesulitan karena masih berjuang bangkit kembali secara ekonomi, setelah kejatuhan harga energi global pada 2014.
“Perubahan aturan sering terjadi, pemotongan subsidi, dan "spekulasi" di sisi perbatasan Beijing pada paruh kedua 2021. Itu menyebabkan penantian panjang dan lonjakan biaya untuk kontainer yang membawa barang impor,” menurut Oksana Sorokina, Direktur SevenR Logistics yang berbasis di Almaty.
“Akibatnya, akhir tahun (2021) kami mengalami kelangkaan barang dengan harga luar biasa, yang tentu saja (mau tak mau) diteruskan ke konsumen akhir,” kata Sorokina kepada AFP.