Penulis
Intisari - Online.com -Perlombaan senjata sudah lama menjadi isu politik dan diplomasi yang panas, dengan banyak negara berlomba-lomba menciptakan senjata mematikan untuk dijual ke negara lain.
Contoh yang paling terbaru dalam kontes senjata adalah antara Amerika Serikat (AS) dan musuh lamanya, Perancis.
Keduanya sudah beradu kemampuan memperebutkan pakta AUKUS yang kemudian dimenangkan oleh AS, membuat Perancis berang dan merasa Australia mengkhianati mereka.
Namun kini Perancis layaknya bisa membalas dendam atas pengkhianatan Australia atas AUKUS atau kapal selam nuklir dari AS dan Inggris, dan bisa berkacak pinggang di depan AS.
Baca Juga: Ditakuti Israel, Terungkap Peralatan Militer Andalan Iran yang Digunakan untuk Menyerang Targetnya
Mengutip Eurasian Times, Perancis baru saja memenangkan kontrak dengan Uni Emirat Arab terkait penjualan senjata mereka.
UEA yang di masa kepemimpinan Donald Trump sudah membicarakan pembelian jet tempur F-35 dari Lockheed Martin malah ternyata mengurungkan niatnya dan memilih borong jet tempur buatan Perancis, Dassault Rafale.
Kesepakatan UEA dengan AS terkait F-35 semakin berat dengan keduanya sama-sama ngotot, membuat UEA mundur dari kesepakatan militer mewah itu, yang dianggap sebagai momen menggebrak dalam hubungan pertahanan antara UEA dan AS di bawah administrasi Trump.
Setelah hampir setahun maju-mundur mengenai pembelian F-35, UEA akhirnya memutuskan menutup kesepakatan itu dan memilih Rafale F4 untuk sekarang dan secara efektif melepaskan semua ambisi mereka membeli jet tempur siluman AS.
Perkembangan ini tentu saja mengejutkan karena beberapa hari yang lalu, UEA mengatakan 80 jet tempur Rafale yang dibeli dari Perancis bukanlah alternatif bagi F-35 yang kesepakatannya masih macet.
Perancis mengamuk setelah AUKUS
Hubungan Perancis dan AS terbentur ketika Perancis tidak diajak dalam kesepakatan tiga negara AUKUS (Australia, Inggris, AS) yang bertujuan melawan militer China dengan mempersenjatai Angkatan Laut Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir.
Pakta itu tidak hanya membuat Perancis dikucilkan tapi juga membuat Perancis merasa dihina.
Australia memutuskan membatalkan rencana membeli kapal selam Perancis, Barracuda, dan memilih membeli kapal selam bertenaga nuklir buatan AS dan Inggris.
Hal ini dianggap Perancis sebagai pengkhianatan.
Perancis saat itu telah mencoba mempertahankan hubungannya dengan Australia, pemegang kepentingan paling penting di Pasifik Selatan dan memiliki lokasi yang sangat strategis.
Perancis tahu, Australia merupakan pemain kunci dalam kebijakan Indo-Pasifik seperti dianggap oleh pembuat kebijakan Perancis.
Cara Australia tiba-tiba meninggalkan kapal selam bertenaga diesel Perancis dan membuat kesepakatan baru tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada Perancis membuat mereka merasa dipermalukan.
Pemimpin kedua negara sejak itu telah mencoba menormalkan hubungan mereka.
Namun, Perancis telah lama mengincar penjualan dan kemitraan dengan negara-negara di wilayah Arab-Teluk, yang mana telah lama menjadi benteng pertahanan tradisional AS.
Ide ini mengemuka ketika kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke wilayah itu di mana 80 Rafale F4 sepakat dijual dari Paris ke Abu Dhabi.
Sejak saat itulah penjualan ini disebut sebagai 'kemenangan besar' bagi Rafale Perancis.
Tidak hanya UEA, Perancis juga menarget India untuk membeli Rafale sebagai tuntutan mereka membuat kemitraan militer dan strateginya semakin bervariasi.
India adalah anggota dari blok QUAD yang dipimpin oleh AS, sehingga sementara hubungannya tampaknya sudah stabil, Perancis diyakini telah memutuskan untuk mengambil jalannya sendiri setelah dilecehkan oleh pengaturan anti-China.
Prancis terus melihatnya sebagai tindakan menyudutkan, itulah sebabnya keputusan UEA untuk bergantung pada Rafale alih-alih mengejar F-35 dapat dilihat sebagai kemenangan diplomatik Prancis dan respons tegas terhadap salah satu sekutu tertuanya, AS.
Bisa juga berspekulasi bahwa Prancis mengisi kekosongan yang diciptakan oleh keraguan AS atas penjualan F-35.
Atau mungkin, Washington dan Paris bisa mencapai semacam pemahaman tidak resmi tentang menyerahkan ruang kepada yang lain — seperti yang dilakukan Prancis di teater Indo-Pasifik dan Amerika di kawasan Teluk-Arab.
Indonesia juga sudah memutuskan untuk memborong Rafale dari Perancis bersama dengan F-15 EX dari AS.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini