Menurut Grunewald, melansir Smithsonianmag,” Ini karena pembakaran gas belerang yang bersentuhan dengan udara pada suhu di atas 360 derajat Celcius.”
Dengan kata lain, lava, yaitu batuan cair yang muncul dari Bumi pada suhu yang sangat tinggi, tidak berwarna secara signifikan berbeda dari lava di gunung berapi lain, yang meski sedikit berbeda komposisi mineralnya, tetapi tampak berwarna merah terang atau oranye, dalam keadaan cair.
Tetapi yang terjadi di Kawah Ijen adalah jumlah gas belerang yang sangat tinggi muncul pada tekanan dan suhu tinggi (kadang-kadang lebih tinggi dari 600 derajat Celcius) bersama dengan lava.
Ketika terkena oksigen yang ada di udara dan dipicu oleh lava, maka belerang mudah terbakar, dan nyalanya berwarna biru cerah.
Ketik ada begitu banyak belerang, yang kadang-kadang mengalir ke bawah permukaan batu saat terbakar, membuatnya tampak seolah-olah lahar biru tumpah ke lereng gunung.
Tetapi itu hanya nyala api yang berwarna biru, bukan lahar itu sendiri.
Namun, efek ini hanya terlihat pada malam hari, bila pada siang hari, gunung berapi itu terlihat seperti gunung berapi lainnya.
"Penglihatan api di malam hari ini aneh dan luar biasa," kata Grunewald.
"Setelah beberapa malam di kawah, kami merasa benar-benar hidup di planet lain."