Intisari-Online.com - Sabtu (22 Desember 2018) sekitar pukul 9 malam, bencana tsunami menerjang pesisir Banten dan Lampung.
Tsunami ini sendiri dipicu oleh letusan Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencata hingga Senin (31/12/2018) menyebut bahwa korban meninggal dunia mencapai 437 orang.
Selain korban meninggal, tercatat 14.059 orang luka-luka, 16 orang hilang, dan 33.721 mengungsi.
Bencana ini sendiri kembali mengingatkan masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di dekat Selat Sunda akan bahaya yang tersimpan di dalam Gunung Anak Krakatau.
Sebab, pada 26-27 Agustus 1883, Gunung Krakatau ('induk' dari Gunung Anak Krakatau) juga pernah meletus dengan sangat dahsyat, dan memicu tsunami yang tak kalah dahsyatnya.
Sejarah 'menakutkan' inilah yang memicu tim peneliti dari Jerman menyelidiki Gunung Anak Krakatau hingga mereka menemukan tanda sebelum GAK runtuh dan memicu tsunami.
Tapi, peneliti Indonesia justru meragukan dan menyebut bahwa ahli-ahli Indonesia lebih jago. Kok, bisa?
Baca Juga: Menggali Tenggelamnya Atlantis: Kunci Jawaban di Gunung Krakatau dan Teori Waktu yang Bertentangan
KOMENTAR