Selama Ini Kita Salah Kaprah, Pajajaran Nyatanya Bukanlah Nama Kerajaan, Profesor Ini Ungkap Kepercayaan Terkait Mikrokosmos yang Jadi Pemicu Kekeliruan

Tatik Ariyani

Penulis

Prabu Siliwangi, raka pajajaran pada masa keemasannya.

Intisari-Online.com -Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu berdiri pada tahun 923 M dan runtuh pada 1597 M.

Kerajaan ini juga sering disebut dengan Negeri Sunda, Pasundan, atau Pakuan Pajajaran.

Masa Keemasan Kerajaan Pajajaran dapat dicapai pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang memerintah antara 1482-1521 M.

Pada masa pemerintahannya, kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram.

Baca Juga: Jadi Wujud 'Abadi' Prabu Siliwangi Kala Menolak Ajakan Masuk Islam dari Putranya Sendiri, Inilah Maung Bodas, Pengawal Gaib Sang Raja Pajajaran yang Melegenda

Kerajaan Pajajaran runtuh pada 1579 akibat serangan dari kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.

Berakhirnya Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.

Seperti yang disebutkan di atas, kebanyakan orang menyebutnya Kerajaan Pajajaran.

Baca Juga: Punya Mata Air yang Tak Pernah Surut, Inilah Petilasan Prabu Siliwangi di Majalengka yang Banyak Dikunjungi Peziarah Terutama pada Malam Jumat Kliwon

Padahal, Pajajaran bukan nama kerajaan.

Melansir Unpad.ac.id (15/3/2021), Kerajaan Sunda yang paling dikenal masyarakat Sunda adalah Pajajaran.

Namun, Pajajaran bukanlah nama sebuah kerajaan. Sebab, nama kerajaan yang sebenarnya adalah kerajaan Sunda.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Nina Herlina Lubis menjelaskan, Pajajaran adalah ibu kota atau pusat kekuasaan kerajaan Sunda selama masa Sri Baduga Maharaja, atau Prabu Siliwangi, yaitu Pakwan Pajajaran.

Pakwan Pajajaran terletak di wilayah Kota Bogor, saat ini.

“Ada teori yang dikemukakan Robert von Heine-Geldern, kerajaan di Asia Tenggara umumnya disebut dengan nama ibu kotanya,” kata Prof. Nina.

Dalam kepercayaan mereka, ibu kota kerajaan diyakini sebagai pusat mikrokosmos.

Cukup dengan menyebut nama mikrokosmos, berarti sudah menyebut seluruh wilayah kerajaan.

Baca Juga: Bola Panas Dilempar Polda Metro Jaya Kepada Pemda DKI Jakarta, Anies Baswedan Hanya Beri Respons Ini Kala Ditanya Soal Reuni 212

“Itu sebabnya yang beken sekarang itu Pajajaran, padahal yang betul kerajaan Sunda. Itulah kita harus berpegang pada sumber primer,” ujar Prof. Nina.

Sumber primer diyakini para ahli sebagai bukti otentik yang bisa menjadi referensi suatu sejarah.

Hal ini juga bisa menjadi rujukan dari beragam perdebatan yang muncul dari proses interpretasi sejarah.

Artikel Terkait