Kaget Melihat Indonesia Pasrah China Masuki Perairan Indonesia, Pakar Ini Cecar Habis-habisan Sikap 'Tidak Adil' Indonesia Terhadap Australia Dibandingkan Terhadap China

May N

Penulis

Kapal selam nuklir HMS Talent milik Angkatan Laut Inggris

Intisari - Online.com -Pada kontes geopolitik dunia, saat suatu negara bertingkah atau memilih sikap, negara lain akan memperhatikannya dan mempertanyakan keseriusannya.

Seperti yang dilakukan oleh Australia terhadap Indonesia lewat para pakarnya ini.

Pakar Indonesia untuk Institut Kebijakan Strategi Australia (ASPI), mencecar sikap Indonesia yang dinilai menganut paham bebas aktif, tapi tidak setara.

David Engel menulis di The Strategist, jika Indonesia tidak bisa memperlakukan dua pihak dengan setara.

Baca Juga: Setahun yang Lalu Sebut Ingin Perkuat Kedaulatan Natuna, Indonesia Dibilang Plinplan Setelah 'Melempem' Biarkan Kapal Raksasa China Ini Berkeliaran Langgar ZEE Indonesia Hampir Seminggu!

"Dengan bangga mengaku tidak memihak, Indonesia tidak pernah kehabisan kesempatan untuk menekankan jika Indonesia tidak berniat memihak di kontes Indo-Pasifik.

"Namun bukan berarti Indonesia bisa memperlakukan dua pihak dengan setara."

Engel kemudian menjelaskan sikap Indonesia terhadap kesepakatan kapal selam nuklir Australia (AUKUS), yang mana Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan "sangat prihatin" hal itu menjadi pemicu meningkatnya perlombaan senjata regional.

"Pemerintah Indonesia membeberkan ketakutannya dalam sebuah pernyataan resmi. Rasanya cukup gelisah untuk mengingatkan Australia, satu dari dua negara yang memiliki kemitraan strategis komprehensif dengan Indonesia, mengenai kebijakan non-proliferasi dan kewajiban hukum internasional lain serta komitmennya menjaga perdamaian sesuai dengan Kerjasama Persahabatan ASEAN."

Baca Juga: Tiongkok Dituduh Provokatif, Begini Cara Australia Menggempur Negara Pimpinan Xi Jinping di Laut China Selatan dari Jarak Jauh Jika Konflik Meletus Mendadak

Selanjutnya, Engel mengatakan DPR Indonesia dengan cepat menumpuk, mengamini argumen jika kapal selam Australia mengancam perdamaian wilayah dan menuntut Indonesia harus mengkonfrontasi Australia atas isu tersebut.

Engel juga menyoroti media-media Indonesia yang juga mengikuti narasi tersebut.

"Isu tersebut kini telah cukup kuan mendorong Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemenlu) mempertimbangkan untuk mengadvokasi perubahan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang bertujuan mencegah negara-negara non-senjata nuklir, termasuk Australia, dari mendapatkan kapal selam nuklir, yang sebelumnya tidak dicegah NPT.

"Dari pandangan Jakarta, masalahnya tampaknya bukan karena Canberra berniat melanggar surat perjanjian senjata internasional, tapi lebih karena berniat tidak ikut 'mengusung semangat' bersama mereka.

Baca Juga: Pantas Sosok Anti-China Ini Tiba-tiba Berpaling Sampai Berani Sebut Australia Kini Hanya Bidak Catur Mainan AS, Terungkap Kondisi Lemah Negeri Kanguru di Bawah AUKUS

"Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah ancaman perpecahan; yaitu, uranium diperkaya tinggi kelas senjata (HEU) yang dipakai untuk bahan bakar kapal selam Inggris dan AS mungkin akan menjadi program senjata nuklir."

Menurut Engel, beberapa orang Indonesia tampaknya percaya Australia punya skema seperti itu.

Ketakutan ini tampaknya lebih kepada kepemilikan Australia atas kapal selam ini bisa memberikan preseden yang akan diikuti oleh negara lain yang kurang layak mendapat manfaat dari keraguan tersebut.

Kekhawatiran lain tampaknya terkait implikasi akuisisi Australia untuk masalah-masalah seperti perjanjian pemutusan bahan bakar yang dipakai (FMCT), contohnya mungkin Australia membangun kapal selam yang ditenagai oleh HEU sisa AS yang perlahan menyusut, menurut Engel.

Baca Juga: Sempat Gegerkan Dunia Bahwa Australia Bakal Miliki Kapal Selam Nuklir, Amerika Malah Kecolongan, Data Rahasia Ini Dijual Insiyurnya Sendiri dan Diduga Dibeli oleh Negara Ini

"Dampak 8 reaktor kapal selam terhadap stok AS mungkin tidak menguntungkan tapi tidak akan diabaikan. Kecuali AS ganti menggunakan uranium diperkaya rendah (LEU), yang secara ironis, adalah yang dipakai oleh Perancis yang awalnya hendak dipakai Australia, atau berganti dengan kelas bahan bakar LEU+ non senjata untuk masa depan kapal angkatan lautnya, mengisi bahan bakar 8 kapal baru akan mempercepat kebutuhan Washington untuk memproduksi stok HEU baru."

Menurut Engel, hasil itu tidak hanya langsung diketahui upaya Indonesia untuk membangun FMCT, tapi juga membuat AS ragu memiliki instrumen ini dari awal.

"Australia juga telah menjadi pemain aktif dalam negosiasi FMCT, dan secara resmi tetap berkomitmen untuk mengembangkan rezim yang bisa dipakai untuk 'mengurangi jumlah material fisil yang tersedia untuk senjata nuklir'."

"Akan sangat menggoda untuk mengabaikan pernyataan Jakarta dan komentar mereka dalam dua hal.

Baca Juga: Akibat Misi Rahasia yang Kacau Karena China Mulai ‘Bermain-main’ dengan Nuklir, CIA Harus Kehilangan Sembilan Inti Plutonium di Himalaya, Tidakkah Berbahaya bagi Penduduk Sekitar?

"Pertama, bagaimanapun penanganannya, pernyataan publik resmi menunjukkan Australia perlu diingatkan menjadikan nyata kewajiban non-proliferasi penting jika pelanggaran semangatnya ada, dibandingkan pelanggaran yang benar-benar terjadi."

Engel menekankan Indonesia telah mengkritik politikus Australia atas diplomasi megafon di masa lalu.

Atas hal ini, pesan Indonesia disebut Engel hampir tidak disuarakan, tapi tidak kurang dari isyarat performatif yang diarahkan pada konstituen domestik yang siap mendengarkan seruannya.

Pemerintah bisa meningkatkan kekhawatiran lewat saluran diplomasi tertutup yang biasanya mereka desak untuk dipakai Australia ketika punya kekhawatiran dengan Indonesia, papar Engel.

Baca Juga: Bakal Jor-joran Pakai Senjata Nuklir Hingga Serangan dari Angkasa Luar, NATO Beberkan Strategi Redam Rusia, Ogah Kecolongan Usai Rusia Terbukti Kembangkan Senjata Ini

"Mengingat status non-proliferasi Australia yang tidak terkalahkan dan sudah bekerja dengan baik mengontrol persenjataan dalam puluhan tahun, tentunya sudah menjadi kredit yang cukup bagi Jakarta untuk memperlebar masalah ini.

"Kemudian masalah kedua adalah kesetaraan.

"Kekhawatiran Jakarta terhadap tingkah Australia tidak setara dengan kekhawatiran mereka terhadap negara yang sama-sama memiliki kemitraan strategis dengan Indonesia: China."

Engel menyebut pengamat lebih banyak menemukan rudal hipersonik China di Jakarta, daripada komentar dari pemerintah Indonesia jiak senjata itu bisa menjadi sumber marabahaya dan harapan wilayah mereka tidak terlibat dalam perlombaan senjata.

Baca Juga: Jengah Lihat China Berulang Kali 'Nyelonong' Masuk Laut Natuna, Pakar Ini Nekat 'Sodorkan' Nelayan untuk Jadi 'Tameng' Indonesia Dibanding Militer, Kok Bisa?

"Pernyataan resmi Jakarta malah menyatakan jika mereka melihat kapal selam Australia yang hipotesanya membawa senjata konvensional entah bagaimana lebih mengancam perdamaian wilayah daripada rudal kelas baru yang dirancang China membawa hulu ledak nuklir.

"Indonesia bisa mengatakan jika China, sebagai negara pemilik senjata nuklir di bawah NPT, memiliki hak untuk mempersenjatai diri mereka, sebuah prerogatif jika Australia, negara yang menyetujui NPT dalam hubungan yang baik, tidak mencari atau tidak memiliki kemampuan itu.

"Sehingga Jakarta bisa berargumen, tidak patut baginya 'mengecam aksi China' atau memperingatkannya untuk kewajiban hukumnya, sejak aksinya tidak melanggar apa-apa."

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait