Penulis
Intisari - Online.com -Tidak lama setelah dilaporkan bahwa China telah melakukan uji coba peluncuran roket super dengan kemampuan menerbangkan kendaraan hipersonik (HGV) di sekitar Bumi, AS juga meluncurkan rudal dengan kekuatan serupa dari situs peluncuran di Alaska.
Namun, peluncuran yang niatnya ingin balas China itu sepertinya tidak berjalan lancar.
Dalam sebuah pernyataan pada 21 Oktober, Departemen Pertahanan AS mengumumkan bahwa rudal yang membawa hulu ledak hipersonik gagal menembak dengan sukses.
"Tes tidak bisa berjalan sesuai rencana karena ada masalah dengan booster," kata juru bicara Departemen Pertahanan Tim Gorman.
Gorman menekankan bahwa peluncuran uji coba yang gagal itu bukan disebabkan oleh kendaraan supersonik, tetapi oleh roket konvensional.
Kegagalan pada tahap awal menunjukkan bahwa militer AS tampaknya terlalu terburu-buru dalam mempersiapkan peluncuran rudal.
“Roket yang digunakan dalam uji coba itu bukan bagian dari program pengembangan senjata hipersonik, tidak melibatkan kendaraan terbang hipersonik. Boosternya hanya untuk pengujian,” tambah Gorman.
Peluncuran berlangsung di kompleks luar angkasa AS di Kodiak City, Alaska.
Peluncuran itu untuk menguji pengembangan senjata hipersonik.
Meski uji coba pada 21 Oktober gagal, Departemen Pertahanan AS menegaskan bahwa kemajuan pengembangan senjata hipersonik masih sesuai rencana, yang dapat dimasukkan ke dalam pertempuran pada awal 2020-an.
Senjata hipersonik, setelah dimasukkan ke orbit oleh roket pendorong, dapat terbang mengelilingi Bumi dengan kecepatan 5 kali kecepatan suara (sekitar 6.000 km/jam).
Peluncuran AS yang gagal terjadi setelah dilaporkan bahwa China baru-baru ini menguji teknologi serupa, yang dikatakan berhasil.
Amerika Serikat berada di bawah tekanan untuk mengembangkan teknologi senjata hipersonik, karena Rusia dan China membuat kemajuan lebih cepat.
Kendaraan terbang supersonik dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir, menyerang target mana pun di Bumi pada waktu yang tidak ditentukan, sehingga dengan mudah melewati semua sistem pertahanan udara saat ini.
Menurut Daily Mail, China telah melakukan uji coba rudal hipersonik dua kali tahun ini.
Sekali pada akhir Juli dan kedua pada 13 Agustus.
Pada 19 Oktober, Presiden AS Joe Biden menyatakan keprihatinannya tentang uji coba senjata China.
Militer AS bersikeras bahwa mereka memantau dengan cermat kemajuan militer China.
"China merupakan tantangan besar bagi Amerika Serikat, dan kami tetap sangat fokus padanya," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin.
Pentagon telah membuat perkembangan senjata hipersonik sebagai salah satu prioritas mereka, terutama karena China dan Rusia sedang bekerja untuk mengembangkan versi mereka sendiri.
Kegagalan ini menjadi kegagalan kedua AS, mengikuti kegagalan pengujian April lalu dan datang beberapa hari setelah dilaporkan jika China telah berhasil mengembangkan senjata hipersonik.
Melaju dengan kecepatan Mach 5 atau lebih cepat lagi, senjata hipersonik sulit dideteksi, menjadi tantangan baru untuk sistem pertahanan rudal.
Rudal hipersonik dapat melaju di ketinggian jauh lebih rendah daripada rudal balistik, yang juga bisa mudah dideteksi.
Rudal hipersonik juga bisa melakukan manuver dan menghadang sistem pertahanan rudal.
Akhir minggu lalu, Financial Times melaporkan China berhasil menguji kendaraan peluncur hipersonik membawa senjata nuklir, seperti dikutip dari CNN.
Mereka melaporkan kendaraan itu diluncurkan dari sistem pengeboman orbital.
Walaupun begitu, China menyangkal laporan tersebut, mengatakan jika pengujian itu hanyalah "eksperimen pesawat luar angkasa rutin."
Dua minggu yang lalu, Rusia juga mengklaim telah berhasil menguji rudal hipersonik yang diluncurkan dari kapal selam pertama kalinya, yaitu Tsirkon.
Awal musim panas ini, Rusia mengatakan mereka telah menembakkan rudal yang sama dari kapal perang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini