Tega Bersorak-sorai di Atas Kabar Kematian Jenderal Perang Irak, Kaum Anti-Vaksin AS Didamprat Dokter Soal Fakta Penyakit Sang Jenderal

K. Tatik Wardayati

Penulis

Jenderal Colin Powell, meninggal pada usia 84 tahun karena Covid-19

Intisari-Online.com – Hingga saat ini masih dilakukan upaya pemberian Vaksin Covid-19, tidak hanya di Indonesia, bahkan di beberapa negara lain.

Namun, tidak semua bisa mendapatkan vaksin, karena mereka yang bermasalah dengan sistem kekebalan tubuhnya, dan beberapa penyakit, tidak bisa diberikan vaksin Covid-19.

Meski begitu, masih saja ada yang menolak untuk diberikan Vaksin Covid-19, yang alasannya, terkadang tidak masuk akal.

Mereka yang mengalami gangguan kekebalan, seperti halnya Jenderal Colin Powell, membutuhkan suntikan ketiga dari vaksin mRNA.

Baca Juga: Dulu Jadi Penyakit Mematikan yang Bikin Orang Seluruh Dunia Ketakutan, WHO Kini Malah Ungkap Kabar Gembira Soal Covid-19, Bisa Jadi Sinyal Covid-19 Akan Segera Menghilang?

Kematian Jenderal Colin Powell menjadi pengingat surat tentang kekuatan virus corona.

Tetapi ini justru dimanfaatkan sebagai ‘mesin’ informasi yang salah untuk memicu skeptisisme dan ketakutan akan kekuatan vaksin.

Powell, 84, telah divaksinasi sepenuhnya, dan kematiannya dilaporkan sebagai ‘komplikasi dari Covid-19’.

Dan inilah yang mendorong orang untuk berkomentar di Twitter atau Substack, berargumen bahwa vaksin tidak berfungsi.

Baca Juga: Pucuk Dicinta Ulam Tiba, Dinantikan oleh Masyarakat Seantero Bumi, Booster Vaksin Covid-19 Kini Sudah dapat Restu Pakar WHO untuk Diberikan Kepada Non-Nakes, Ini Syaratnya

Informasi yang salah itu mengabaikan fakta tentang vaksin, keterbatasannya, kasus terobosan, dan implikasinya bagi orang dengan kondisi kronis tertentu.

Perlu diketahui, vaksin sangatlah efektif, dan orang yang tidak divaksinasi di AS, 11 kali lebih mungkin meninggal dan 29 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit karena Covid-19, daripada mereka yang divaksinasi.

Seperti kebanyakan vaksin, vaksin Covid-19 pun tidak 100 persen efektif.

Itu berarti, bisa terjadi infeksi terobosan yang tak terhindarkan, dan dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin saja mengalami rawat inap, bahkan kematian.

Gerakan anti-vaksin sayap kanan telah memanfaatkan keberadaan kasus-kasus terobosan untuk menimbulkan keraguan tersebut dan 7.148 kematian dari 187 juta orang yang divaksinasi di AS untuk membuat argumen yang tidak masuk akal bahwa vaksin Covid-19 mematikan!

Infeksi terobosan lebih sering terjadi di daerah-daerah, di mana terdapat tingkat penularan yang lebih tinggi dan pada orang-orang yang cenderung tidak memiliki respons kekebalan penuh.

Sementara, Powell memiliki banyak faktor risiko terjadinya infeksi terobosan seperti itu.

Dia pernah dirawat karena kanker darah langka yang disebut multiple myeloma, dia juga didiagnosis dengan penyakit Parkinson, bahkan dia memiliki riwayat kanker prostat.

Kombinasi dari kondisi kronis dan usia lanjut pada Powell, menempatkannya pada risiko yang lebih tinggi mengalami infeksi terobosan.

Baca Juga: 'Paru-paruku Sampai Dimatikan, Aku Benar-benar Sekarat', Detik-detik Seorang Anti-Vaksin Meregang Nyawa Usai Terinfeksi Covid-19, Kalimat Terakhirnya Begitu Getir

Akumulasi bukti juga menunjukkan bahwa pasien dengan kondisi seperti multiple myeloma, membutuhkan dosis ketiga dari vaksin mRNA (Pfizer atau Moderna) untuk mencapai kekebalan.

Dosis ketiga pada orang dengan gangguan kekebalan berbeda, bahkan berbeda seperti halnya booster.

Dosis ketiga tersebut diberikan 28 hari setelah dosis kedua, sementara booster, direkomendasikan hanya untuk populasi tertentu yang diberikan enam bulan setelah dosis kedua vaksin mRNA dan dua bulan setelah dosis vaksin Johnson & Johnson.

Jelas saja, perbedaan inilah yang membuat bingung; banyak orang Amerika mencari dosis vaksin tambahan ketika mereka tidak memenuhi kriteria kelayakan.

Jika ada pelajaran yang bisa dipetik dari kematian Jenderal Powell adalah dibutuhkannya pengetahuan tambahan bagi individu, anggota keluarga, dan teman-teman pasien yang mengalami gangguan kekebalan.

Pertama, siapa pun dengan status gangguan kekebalan membutuhkan dosis ketiga vaksin mRNA untuk meningkatkan respons imun yang sama dengan yang didapat orang sehat setelah dua kali vaksin.

Meski begitu, bahkan dengan dosis ketiga itu, mereka dengan gangguan kekebalan masih berisiko sakit dan harus mengikuti tindakan pencegahan, seperti memakai masker dan mempraktikkan jarak sosial, bahkan ketika seluruh anggota masyarakat mungkin telah melepas masker.

Percobaan sedang dilakukan untuk mempertimbangkan pemberian antibodi monoklonal bersama dengan vaksin sebagai lapisan perlindungan tambahan, terutama pada mereka dengan gangguan kekebalan.

Baca Juga: Wacana Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga, Begini Skema yang Akan Disiapkan oleh Pemerintah, Gratis atau Akan Berbayar?

Hingga saat ini, mereka dengan gangguan kekebalan masih berisiko tertular Covid-19 dan mengalami komplikasi.

Teman dananggota keluarga juga harus mengambil tindakan pencegahan dan divaksinasi sebagai garis pertahanan pertama dan memiliki akal sehat untuk menghindari berada di sekitar mereka yang mengalami gejala apa pun terkait Covid-19.

Jangan lupa, selalu terapkan protokol kesehatan.

Baca Juga: Pantesan Para Bos Vaksin Covid-19 Ini Berani Sebut Pandemi Akan Segera Berakhir, Ternyata Virus Corona Sudah Ditemukan Kelemahannya, Tinggal Menunggu Waktu Tak Lama Lagi Semua Akan Selesai

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait