Intisari-Online.com -Hingga kini, Korea Utara belum melaporkan kasus Covid-19.
Itu mrupakan sebuah rekor, namun secara luas diragukan oleh para pengamat mengingat penularan virus corona dan perbatasan darat negara itu dengan China.
Untuk mengantisipasi penyebaran virus corona, Korea Utara pun menutup perbatasannya pada Januari 2020.
Bagi Korea Utara, ancaman yang ditimbulkan oleh Covid-19 benar-benar nyata.
Sistem perawatan kesehatan negara miskin itu bobrok dan kewalahan.
Sementara itu 26 juta penduduknya sangat rentan terhadap penyakit karena kekurangan gizi kronis yang menurut perkiraan PBB mempengaruhi lebih dari 40 persen populasi.
Namun, negara pimpinan Kim Jong-un itu malah enggan menerima bantuan dari dunia luar.
Korea Utara berulang kali menolak tawaran vaksin yang bisa menyelamatkan jiwa warganya.
Minggu ini, Unicef mengatakan Korea Utara telah meminta agar hampir 3 juta dosis vaksin Sinovac buatan China dialihkan ke negara lain, seperti diwartakan SCMP, Jumat (3/9/2021).
Korea Utara melakukannya “mengingat pasokan global vaksin Covid-19 yang terbatas dan lonjakan berulang di beberapa negara”.
Kementerian Kesehatan Masyarakat Korea Utara mengatakan akan terus berkomunikasi dengan Covax Facility, skema distribusi internasional yang memberikan vaksin, tentang pengiriman vaksin dalam "bulan-bulan mendatang", menurut UNICEF.
Pyongyang sebelumnya juga menolak tawaran vaksin AstraZeneca karena kekhawatiran akan efek samping yang jarang terjadi.
Hal itu diungkapkan oleh sebuah think-thank Korea Selatan yang berafiliasi dengan agen mata-mata Seoul pada bulan Juli.
Kementerian luar negeri Rusia juga mengatakan pada bulan yang sama bahwa Moskow telah berulang kali menawarkan untuk memasok vaksin buatannya sendiri.
Namun, Korea Utara belum memberikan indikasi apa pun bahwa mereka telah menerima bantuan dari sekutu Perang Dinginnya tersebut.
Sementara itu,Kim Jong-un telah mengakui kerugian ekonomi yang meningkat dari isolasi negara itu, dengan pidato dalam beberapa bulan terakhir yang menggambarkan “krisis kesulitan” dan situasi pangan yang “tegang”.
Perdagangan Korea Utara dengan China, yang menyumbang sekitar 90
persen dari total volume, turun ke rekor terendah pada paruh pertama tahun 2021, menurut data bea cukai China.
Ekspor China ke tetangganya turun lebih dari 85 persen menjadi US$56,77 juta selama periode tersebut, sementara impor turun 67 persen menjadi US$8,96 juta, menurut angka tersebut.
Bank sentral Korea Selatan memperkirakan pada bulan Juli bahwa produk domestik bruto Korea Utara mengalami kontraksi 4,5 persen pada tahun 2020, penurunan paling tajam sejak tahun 1997.
Kerawanan pangan kronis telah diperburuk oleh kekeringan dan topan, serta sanksi internasional yang menargetkan program nuklir dan rudal ilegal rezim Kim.
Pada bulan Juli, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB mengatakan Korea Utara dapat mengalami kekurangan pangan sebesar 860.000 ton pada tahun 2021.