Namun, para peneliti tidak puas dengan fakta tersebut.
Frank Rühli, ahli mumi dari Swiss, mengatakan bahwa sejak ditemukannya makam Raja Tut, banyak ilmuwan, akademisi, dan pengamat Mesir amatir, mengajukan beberapa teori tentang apa yang sebenarnya membunuh sang raja muda.
Bukti-bukti yang diberikan sangat menarik, meski tidak semuanya meyakinkan.
Faktor post-mortem
Salah satu tantangan dalam merekonstruksi ulang kehidupan Raja Tut adalah kondisi muminya yang ditemukan pada 1923.
Carter pertama kali menelitinya pada 1926, kemudian mengembalikan mumi tersebut ke pemakamannya yang terbuka sampai 2007.
Selama kurun waktu tersebut, beberapa kalung dan permata yang dikuburkan bersama dengan Raja Tut telah disingkirkan, kemungkinan untuk mencegah mumi agar tidak semakin rapuh.
“Mereka yang terlibat dengan mumi mengetahui bahwa tingkat perubahan post-mortem dan efek mumifikasi menjadi salah satu faktor mengapa sulit menciptakan narasi penyebab kematian Rata Tut yang mudah dipercaya,” papar Betsy M. Bryan, profesor studi ketimuran dari Johns Hopkins University yang sudah meneliti Mesir kuno selama beberapa dekade.