Find Us On Social Media :

Namanya Terpatri Abadi Sebagai Pencipta Lambang Negara Garuda Pancasila, Sosok Ini Malah Tersingkir dalam Sejarah Usai Bersekongkol dengan Pembantai Haus Darah

By Ade S, Rabu, 13 Oktober 2021 | 08:15 WIB

Namanya sebagai perancang lambang negara Indonesia garuda pancasila bak dihapus dalam sejarah. Dosa-dosanya ini yang jadi pemicunya.

Intisari-Online.com - Sebagai ideologi negara Indonesia yang menjadi pandangan dan cara hidup bangsa, mustahil rasanya menemukan masyarakat Indonesia yang tak mengenal pancasila.

Begitu pula dengan lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, yang memiliki arti luhur baik secara tersirat maupun tersurat.

Lambang negara ini berupa seekor burung Garuda dengan perisai Pancasila di dadanya serta bakar yang mencengkram sebuah pita bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika", semboyan negara Indonesia.

Merujuk sejarahnya, Garuda Pancasila secara resmi diumumkan menjadi lambang negara pada sidang kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS), 11 Februari 1950.

 Baca Juga: Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Apa Maksudnya?

Sampai di sini, rasanya kita sudah cukup mudah mengingatnya, setidaknya kita pernah merasa membacanya dalam buku sejarah Indonesia.

Namun ada sedikit garis waktu yang tidak melulu muncul dalam catatan sejarah Indonesia, yaitu mengenai pembuatan dan penentuan lambang negara Indonesia.

Lebih jauh, salah sosok yang berada di balik penyusunan lambang negara Indonesia tersebut juga kerap kali memicu perdebatan.

Sosok yang dimaksud adalah Sultan Hamid II. Sosok kontroversial yang jasanya dalam pembuatan lambang negara Indonesia tak pernah bisa mengantarkannya pada status sebagai pahlawan nasional.

Baca Juga: Sebelum Menonton Film G30S/PKI, Ini yang Perlu Diketahui Bagi yang Baru Pertama Menyaksikannya, Kata Pakar...

Bahkan pada Januari 2020 silam, Kemensos justru menyatakan bahwa Sultan Hamid "tidak memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional".

Politikus dan mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), AM Hendropriyono pun tak ketinggalan menyatakan Sultan Hamid II tak pantas mendapat gelar tersebut.

Namun, status Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara Garuda Pancasila ini sempat digaungkan kembali oleh beberapa kaum intelektual dari Kalimantan Barat.

Salah satu di antaranya adalah Anshari Dimyati, ketua Yayasan Sultan Hamid II, seperti dilansir BBC News Indonesia, Minggu (9/8/2020).

Baca Juga: Wajib di Era Soeharto, Pemutaran Tiap Tahun Film G30S/PKI Dihentikan Sejak Tahun 1998, Ini Tokoh di Balik Penghentiannya

Anshari berani menyebut bahwa Sultan Hamid II memiliki peran sentral dalam perancangan lambang negara Indonesia. Menurut Anshari, "faktanya yang merancang adalah Sultan Hamid II."

"Entah kemudian ada saran atau masukan antara lain oleh Ki Hadjar Dewantara, Sukarno, dan dilukis ulang oleh Dullah, itu masukan saja."

Meski pada akhirnya, masih menurut Anshari, kondisi tersebut seolah dihilangkan dari sejarah resmi Indonesia.

Turiman Fachturrahman, rekan Anshari, melalui tesis masternya menemukan bukti-bukti otentik yang menguatkan peran penting Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.

Baca Juga: Ideologinya Padahal Bertentangan dengan Pancasila, Ternyata Begini Awal Mula PKI Bisa Masuk Indonesia, Ternyata Ada 2 Tokoh yang Disebut Lebih Berbahaya dari DN Aidit

Peneliti sejarah politik kontemporer Indonesia, Rusdi Hoesin, seperti dilansir BBC Indonesia pada 5 Juni 2015, memiliki pandangan serupa Anshari dan Turiman.

 

"Sultan Hamid sudah resmi diakui dalam jasanya membuat lambang burung Garuda," kata Rusdi.

 

"Meskipun (burung Garuda) itu belum berjambul, masih botak. Dan cengkeraman (atas pita) masih terbalik," kata Rusdi Hoesin.

Tapi, sejarah tidak pernah mengungkap tentang fakta ini karena sosok Sultan Hamid II keburu menjadi pesakitan.

Baca Juga: Beginilah Penerapan Pancasila Sebagai Dasar Negara pada Masa Awal Kemerdekaan, Ada Beberapa Pemberontakan untuk Mengganti Pancasila

 

 

'Bergelimang' dosa 

Jasa besar Sultan Hamid II dalam merancang lambang negara Garuda Pancasila terkikis oleh beberapa dosa yang ditudingkan kepadanya.

Dia dituduh bersekongkol dengan salah satu pembantai terburuk dalams ejarah Indonesia, Westerling, dalam peristiwa APRA 1950 di Bandung.

Kasus inilah yang pada akhirya menyeret Sultan Hamid ke dalam jeruji besi selama 10 tahun lamanya.

Baca Juga: Miliki Tugas Penting, Inilah Peran Anggota BPUPKI dalam Perumusan Dasar Negara, Tiga Rumusannya Ini Jadi Pertimbangan yang Kelak Kita Kenal dengan Nama Pancasila

Padahal, menurut sejarawan Anhar Gonggong, "Ada persyaratan UU, tidak mungkin dia diterima [sebagai pahlawan nasional], karena pernah dihukum selama 10 tahun".

Tak cukup sampai di situ, Sultan Hamid II juga dituduh pernah berencana untuk membunuh Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX.

Patriotisme pria kelahiran Pontianak tahun 1913 ini juga diragukan oleh Anhar.

Hal ini terkait dengan dokumen yang menyebutkan bahwa Sultan Hamid II "menandatangi sebagai mayor jenderal dan ajudan istimewa Ratu Belanda Wilhelmina pada 1946."

Sementara Hendropriyono menyoroti sikap Sultan Hamid II yang tidak sepakat dengan perubahan bentuk negara dari federal (Republik Indonesia Serikat) menjadi kesatuan.

"Dia ingin tetap federalis, dia ingin tetap menjadi sultan," kata Hendropriyono.

Bagaimana dengan penilaian Anda? Pantaskah Sultan Hamid II disebut sebagai pahlawan nasional?

Baca Juga: Penerapan Pancasila Sebagai Dasar Negara pada Masa Awal Kemerdekaan, Sempat Terjadi Beberapa Pemberontakan untuk Mengganti Pancasila