Penulis
Intisari - Online.com -Ada sebuah ungkapan di Jepang bahwa di Jepang Anda lahir sebagai Shinto, menikah sebagai Kristen dan meninggal sebagai umat Budha.
Ungkapan ini tentunya tidak muncul karena kebetulan.
Kenyataannya hanya sebagian kecil warga Jepang beragama Kristen, tapi banyak sekali pasangan yang menikah memakai adat Kristen di sana.
Terutama pernikahan gaya Barat yaitu 'pernikahan putih'.
Guna memenuhi permintaan yang bertambah untuk petugas pernikahan, perusahaan pernikahan telah menurunkan standar dan kini menyewa orang kulit putih siapapun untuk memimpin pernikahan.
"Pernikahan putih" di Jepang meniru upacara pernikahan di Barat, dengan elemen tradisionalnya: penampilan langsung musik, gaun putih yang mahal serta salib besar tergantung di belakang.
Pasangan menukar cincin, memotong kue waktu resepsi, dan akhirnya pengantin perempuan melempar buket kepada para gadis.
Namun bagian paling penting adalah petugas pernikahan yang harus tampak seperti pernikahan a la Kristen, atau dengan kata lain, orang kulit putih.
Mengutip pri.org, di sebuah hotel di dekat stasiun kereta api pusat di Nagasaki, perencana pernikahan menyiapkan upacara seperti biasa.
Sebuah kuartet gesek dan organ memainkan Canon in D karya Pachabel untuk membuka pernikahan dan kemudian petugas pernikahan Wayne Hamilton mengambil alih.
Dari belakang podium, Hamilton membaca dalam bahasa Inggris dan Jepang, menyampaikan semua kalimat yang harus disampaikan: pidato mengenai cincin dan pentingnya cincin, kalimat 'apakah Anda menerima pria ini, apakah Anda menerima wanita ini' dan juga kalimat puncak, 'Anda sekarang boleh mencium pengantinnya.'
Di akhirnya, paduan suara menyanyikan versi pernikahan dari "All You Need is Love," dan para undangan menyirami pengantin baru dengan kelopak mawar yang disediakan oleh staf hotel.
Namun pada kasus ini, pasangan itu belum resmi menikah.
Ini hanyalah upacara yang sifatnya pura-pura saja, hotel sedang memotret pernikahan untuk memasarkan jasa pernikahan mereka.
Itu juga yang menjelaskan mengapa pengantin pria hanya memberikan 'pengantinnya' ciuman kilat di pipi alih-alih ciuman di bibir.
Hal ini juga yang menjelaskan mengapa pengantin pria adalah pria muda yang fotogenik serta kulit putih dengan gigi sempurna dan rambut keriting coklat.
Jasa pernikahan sering menggunakan pengantin pria kulit putih dalam pemasaran mereka, sebuah strategi umum untuk menjual fantasi "pernikahan putih" kepada wanita Jepang.
Untuk sebagian besar bagian pasangan Jepang bisa menikah di lobi hotel mewah seperti ini atau di salah satu dari banyak kapel hiasan yang dibangun untuk mengakomodasi bisnis pernikahan yang sedang booming.
Anda melihat iklan jasa pernikahan di seluruh kapel set film, gereja yang tampak seperti kastil Disneyland, dan pengantin wanita bahagia dalam balutan gaun pernikahan berwarna putih.
Nils Olsen, misioner Kristen dari Washington mengatakan bahwa "pada dasarnya, konsep sosial Jepang untuk pernikahan adalah pernikahan itu penuh gaya."
Ia tentunya tahu, karena Olsen telah terlibat dalam pernikahan-pernikahan di Jepang selama 20 tahun.
Olsen adalah sedikit petugas pernikahan di Jepang yang benar-benar disumpah.
Ia mengatakan ketika ia mulai ada jauh lebih sedikit 'pendeta palsu' dan uangnya jauh lebih baik daripada sekarang.
Ia dulunya mendapatkan hampir USD 400 per upacara pernikahan, tapi kemudian penyedia jasa pernikahan mulai mempekerjakan orang kulit putih siapapun untuk menjadi pendeta, menyebabkan bayaran Olsen turun menjadi setengahnya.
Olsen melakukan itu tidak hanya untuk uangnya saja, ia menghabiskan beberapa jam sebelumnya dengan masing-masing pasangan, memperkenalkan mereka dengan Kristen dan melatih pasangan.
Sebagian besar pasangan tidak punya petunjuk mengenai agama.
Mereka tidak tahu hal-hal dasar seperti arti salib atau kisah Yesus.
Ia menunjukkan kepada mereka sebuah video yang menjelaskan tema religius dari pernikahan dan memberikan mereka alkitab Giddeon versi terjemahan.
Kini sebagian besar pendeta tidak serepot Olsen, bahkan banyak yang tidak beragama.
Banyak yang malu menjadi pendeta palsu, salah satunya Tom yang tidak menggunakan nama sebenarnya.
Tom adalah murid AS yang menjadi pendeta untuk alasan yang sama ia mengajar bahasa Inggris: uang.
"Saya tidak disumpah, saya tidak beragama, saya tidak paham apa yang saya baca di upacara yang sebenarnya."
Selama visanya memperbolehkan dia bekerja, pernikahan yang disahkan Tom tetap sah, karena pernikahan itu berbeda dengan pendaftaran pernikahan di balaikota.
Siapapun bisa menjadi pendeta karena seluruh acara itu hanyalah untuk pertunjukan saja, sampai Tom merasa malu dan konyol ketika melakukannya dan alasan mereka mempekerjakannya hanyalah karena rasnya saja.
"Saya berkulit putih, saya muda, dan hanya karena itu saja. Hanya itu satu-satunya hal yang mereka pedulikan. Saya seorang foto model, lebih tepatnya. Saya seorang foto pendeta."
Tom mendapatkan pekerjaan ini dari seorang teman Inggris, yang memberikannya pakaian pendeta, lengkap dengan rosario dan salib, bersama dengan binder penuh dengan catatan.
Pada beberapa pernikahan pertama, Tom begitu gugup.
Ia khawatir ia mengatakan semuanya dengan benar dan bahasanya terdengar sangat 'Inggris'.
Namun kemudian Tom segera sadar semua orang juga gugup dan bingung, ia mengatakan hanya ada beberapa hal yang ia tidak bisa kacaukan: nama kedua pasangan, kemudian pasangan haus menaruh cincin yang tepat di jari yang tepat, dan akhirnya mereka perlu berciuman di saat yang tepat dan harapannya di bibir.
Satu-satunya instruksi yang diberikan kepada Tom dari jasa pernikahan adalah agar tersenyum lebih, bertepuk tangan lebih keras dan memastikan semua mengucapkan kata 'cium' dengan bahasa Inggris tapi dengan aksen Jepang yang sangat kuat.
Baca Juga: 4 Alasan Orang China Masih Lakukan 'Ritual Menikahi Hantu,' Benarkah Karena Takut Kesepian?
Itulah sebabnya ia mengatakan 'you may kissu the bride'yang membantu menghindari kebingungan pasangan, kata 'kiss' yang artinya mencium diucapkan dengan aksen Jepang yang kuat menjadi 'kissu'.
Setelah setiap upacara, Tom melepas pakaian pendeta menggantinya dengan kaos dan jins dan kemudian keluar dari kapel lewat pintu belakang.
Di jalan keluarnya, seseorang memberikan uang sebesar USD 200 dalam yen.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini