"Apa yang kami lakukan adalah mendukung orang untuk memulai kehidupan keduanya," kata Hatori.
Fenomena jouhatsu sudah dipelajari oleh sosiolog Hiroki Nakamori selama lebih dari 10 tahun, istilah jouhatsu digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang memutuskan menghilang di tahun 1960-an.
Dari dulu sampai sekarang, tingkat perceraian di Jepang termasuk sangat rendah, tapi itu bukan berarti banyak pernikahan awet di Jepang, melainkan banyak orang lebih memilih menghilang dan meninggalkan pasangan mereka daripada melewati proses perceraian formal yang rumit.
"Di Jepang, lebih mudah menguap begitu saja," kata Nakamori.
Mereka dilindungi lewat perlindungan privasi, karena orang hilang tetap bisa dengan mudah menarik uang dari ATM tanpa ditandai, dan keluarga mereka juga tidak dapat mengakses video keamanan yang bisa merekam gambar orang-orang yang mereka cintai.
"Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain, seperti kejahatan atau kecelakaan. Yang bisa dilakukan keluarga hanyalah membayar banyak untuk detektif swasta. Atau menunggu. Itu saja," ujar Nakamori.
Nyatanya, hidup berdampingan tanpa benar-benar tahu keberadaan masing-masing sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Jepang, contohnya diceritakan dalam novel-novel Haruki Murakami di mana gajah-gajah menghilang dan wanita menuruni anak tangga memasuki dunia paralel.
Film paling laris di Jepang sendiri adalah sebuah film animasi tentang sebuah keluarga yang terjebak di dunia supernatural, atau Spirited Away, yang dalam bahasa Jepang disebut kamikakushi.