Penulis
Intisari-online.com - Taliban kini telah menjadi organisasi resmi yang berkuasa di Afghanistan.
Sebagai penguasa negara, Taliban mengatakan siap menjalin kerja sama dan hubungan dengan negara manapun di dunia.
Namun, ada satu negara yang dikecualikanoleh Taliban, bahkan mereka tidak akan pernah mau berhubungan dengan negara itu.
Selama ini mungkin kita tahunya Taliban telah berperang dengan Amerika selama 20 tahun.
Taliban telah berjuang merebut kembali Afghanistan sejak 2001, namun selalu dihalangi Amerika.
Kehadiran militer AS, yang mendukung pemerintahan Afghanistan yang kontra dengan Taliban terus melawannya.
Meski menjadi musuh bebuyutan, Taliban ternyata masih maubekerja sama dengan Amerika.
Dengan kata lain praktis bukan Amerika negara yang dikecualikan oleh Taliban, lantas negara manakah yang dimaksud?
Menurut Sputnik NewsKamis (9/9/21), negara yang dimaksud Taliban tersebut ternyata adalah Israel.
"Jika AS ingin menjalin hubungan dengan kami, untuk kepentingan kedua negara dan rakyatnya, jika AS ingin berpartisipasi dalam rekonstruksi Afghanistan, mereka dipersilakan," kata Shaheen kepada kantor berita Sputnik Rusia.
"Tentu saja, kami tidak akan memiliki hubungan apa pun dengan Israel," katanya.
"Kami ingin menjalin hubungan dengan semua negara, kecuali Israel," tambah Shaheen.
Israel memiliki hubungan yang tegang dengan dunia Muslim.
Pada tahun 2020, berkat mediator AS, Israel menormalkan hubungan dengan UEA dan Bahrain.
Namun, Arab Saudi, negara Muslim garis keras, saat itu menyatakan belum siap untuk menormalkan hubungan dengan Israel.
Bulan lalu, Shaheen memberikan wawancara kejutan kepada seorang reporter untuk stasiun radio publik Israel Kan.
Beberapa jam kemudian, Shaheen angkat bicara dan menjelaskan bahwa dia tidak tahu bahwa itu adalah seorang reporter Israel.
"Saya memberikan wawancara kepada banyak wartawan asing setiap hari," katanya.
"Beberapa wartawan mungkin memberikan identitas palsu, tetapi saya belum mewawancarai wartawan yang merujuk pada media Israel," kata Shaheen saat itu.
Taliban baru-baru ini mengumumkan pembentukan pemerintahan baru yang seluruhnya laki-laki. Posisi menteri dipegang oleh anggota kunci organisasi.
Komunitas internasional bereaksi dengan hati-hati setelah Taliban menunjuk tokoh garis keras, termasuk salah satu buronan FBI.
Perdana Menteri baru Mohammad Hasan Akhund mendesak mantan pejabat Afghanistan untuk kembali ke rumah, dengan mengatakan mereka akan memastikan keselamatan mereka.
"Afghanistan telah menderita kerugian besar karena momen bersejarah ini. Periode pertumpahan darah di Afghanistan telah berakhir," kata Akund kepada surat kabar Al Jazeera Qatar.
Tantangan yang dihadapi para pemimpin Taliban adalah tekanan untuk menghidupkan kembali ekonomi Afghanistan, dengan inflasi yang melonjak, kekurangan pangan yang diperburuk oleh kekeringan dan prospek pengurangan bantuan internasional.