Prajurit infanteri Amerika yang bertempur di Korea sering menghadapi pejuang musuh dalam situasi jarak dekat.
Kondisi itu tidak cocok dengan senapan yang dirancang untuk penggunaan jarak jauh, seperti M-1 Garand Rifle.
Sifat global dari konflik Amerika juga berarti militer menginginkan senapan yang bisa serbaguna dan bekerja di berbagai lingkungan.
Keinginan itu mengarah pada M-14, yang dikenal sebagai 'bapak' M-16.
M-14 pada dasarnya adalah senapan M-1 yang baru dan lebih baik.
Senapan tersebut lebih ringan, memiliki pasokan amunisi on-board yang meningkat dan akurasi yang jauh lebih besar saat menembak dalam mode semi-otomatis.
Terlepas dari peningkatan tersebut, pembuatannya lebih mahal dan kurang dapat diandalkan.
Namun, yang paling memberatkan adalah bahwa fitur barunya yang paling signifikan juga adalah tumit Achilles-nya. Senjata itu hampir tak terkendali ketika ditembakkan dalam mode otomatis.
Sementara itu, senapan serbu AR-10 dan AR-15 yang lebih baru, keduanya sangat ringan dengan berat hanya 5 pon.
Lebih lagi, senjata itu bisa menembakkan magazen 25 peluru dan yang paling penting, bisa menahannya sendiri ketika ditembakkan secara otomatis.
Produksi M-14 dihentikan pada awal 1963 dan digantikan oleh AR-15, yang tidak lama kemudian dikembangkan lebih lanjut dan berganti nama menjadi M-16.
Senapan Stoner akhirnya secara resmi diadopsi oleh Angkatan Darat.