Find Us On Social Media :

Didekati Negara-negara Terkuat Dunia, Rupanya Ini Alasan Indonesia Ogah Berpihak, Ternyata Begini Imbas Jika Terlalu Dekat dengan Amerika, Seperti Perkara Soal Timor Leste

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 6 September 2021 | 17:17 WIB

Perayaan kemerdekaan Timor Leste.

Intisari-Online.com - Agustus 2021, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu dengan Antony Blinken di Washington, dia mengatakan bahwa Indonesia telah memasuki "era baru hubungan bilateral" dengan Amerika Serikat.

Melansir SCMP, Minggu (5/9/2021), indikasi hubungan yang lebih erat ini muncul setelah Retno dan Blinken meluncurkan “dialog strategis” yang menghidupkan kembali kemitraan strategis AS-Indonesia yang disepakati pada tahun 2015.

Sejak itu, China juga meningkatkan hubungan bilateralnya dengan Indonesia.

Perdagangan antara Indonesia dan China telah berkembang dan memiliki ikatan pribadi antara elit politik mereka.

Baca Juga: Tak Disangka Beginilah Kekuatan Militer Timor Leste Sekarang, Setelah 19 Tahun Merdeka dari Indonesia dan Dulu Hanya Dibeking Australia

Dialog strategis AS-Indonesia ini melibatkan lebih dari 4.500 personel dari kedua negara.

AS juga telah menyumbangkan 8 juta dosis vaksin dan memberikan lebih dari US$65 juta dalam bentuk bantuan terkait Covid-19.

Tetapi beberapa analis skeptis bahwa ini benar-benar era hubungan baru.

Yohanes Sulaiman, dosen di Fakultas Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, mengatakan harus ada bukti nyata adanya kemitraan strategis baru antar negara sebelum deklarasi tersebut dibuat.

Baca Juga: Mati-matian Berperang dengan Indonesia Untuk Merdeka, Ternyata Timor Leste Dibantu 3 Negara Asing Ini, Tapi Salah Satunya Justru Ingin 'Keruk' Kekayaan Minyak Bumi Lorosae

“Secara umum, hubungan AS dan Indonesia cukup stabil, (meskipun) mengalami pasang surut,” katanya.

Volume perdagangan antara AS dan Indonesia tahun lalu mencapai lebih dari US$27 miliar, meskipun angka ini dikerdilkan oleh US$71,4 miliar dengan China, yang sekarang menjadi mitra dagang terbesar dan investor asing terbesar kedua.

Namun, hubungan China dengan Indonesia tidak semuanya mulus.

Indonesia adalah non-penggugat dalam laut Cina Selatan, tetapi bagian dari zona ekonomi eksklusifnya di Laut Natuna Utara berada dalam wilayah yang disengketakan.

Baca Juga: Salah Kaprah, Ingin Jadi Negara Kaya Dengan Gunakan Dollar AS, Justru Timor Leste Makin Bergelut dengan Kemiskinan Walau 22 Tahun Sudah Pisah dari Indonesia

Indonesia juga semakin khawatir tentang pembengkakan anggaran dalam membangun kereta api berkecepatan tinggi Jakarta-Bandung dan telah mencari kesepakatan dengan Beijing untuk membiayainya.

Beberapa analis, seperti Evan Laksmana, peneliti senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Indonesia, mempertanyakan apakah Jakarta siap menghadapi perubahan tatanan.

Yohanes mengatakan Indonesia perlu menentukan kepentingan strategisnya sebelum memutuskan langkah selanjutnya jika tatanan regional berubah.

“Sampai hari ini saya belum pernah mendengar kepentingan strategis Indonesia yang jelas," katanya.

Baca Juga: Ada di Ibu Kota Timor Leste, Begini Sejarah Berdirinya Patung Cristo Rei, 'Warisan' Pemerintah Indonesia yang Kini Jadi Ikon Bumi Lorosae

“Indonesia tahu apa yang tidak diinginkannya tetapi tidak tahu apa yang diinginkannya.”

Jakarta juga mewaspadai jika terlalu bergantung pada AS, Washington dapat menjatuhkan sanksi ke Indonesia yang dianggap melanggar HAM karena kasus Timor Timur.

Contohnya saja penangguhan hubungan militer AS dengan Jakarta oleh mantan presiden Bill Clinton pada tahun 1999 dan ancamannya untuk menghentikan bantuan ekonomi kecuali kekerasan di Timor Timur dihentikan.

Timor Timur menjadi negara berdaulat pada tahun 2002 dan mengubah namanya menjadi Timor Leste.

“Indonesia juga berhati-hati untuk bersekutu dengan China, yang menyimpan ambisi teritorial di Laut China Selatan, sehingga Indonesia memilih untuk netral,” katanya.

Baca Juga: Sudah Mengenal Tauhid, Kepercayaan Asli Timor Leste Punya Tuhan yang Maha Esa yang Disebut Maromak

(*)