Nyaris Tak Bisa Ditinggali, Beginilah Kondisi Krisis Air di Timur Tengah yang Benar-benar Kekeringan, Bisa Jadi Ancaman Geopolitik Selanjutnya

Maymunah Nasution

Penulis

Dulunya tempat ini adalah Danau Urmia, kini mengalami kekeringan dahsyat sampai dikhawatirkan Timur Tengah tak bisa ditinggali

Intisari-online.com -Kapal feri yang dulunya membawa turis dari dan ke pulau-pulau kecil di Danau Urmia Iran kini hanya teronggok berkarat begitu saja, tidak bisa bergerak.

Danau itu pun berubah menjadi dataran asin.

Dua puluh tahun yang lalu, Urmia adalah danau terbesar di Timur Tengah, menjadi penggerak ekonomi lokal di pusat wisata yang menggeliat dengan hotel dan restoran berjejeran.

"Orang-orang dulunya akan datang ke sini untuk berenang dan akan menggunakan lumpur untuk tujuan terapi. Mereka bisa di sini beberapa hari," ujar Ahad Ahmed, jurnalis di bekas kota pelabuhan Sharafkhaneh dikutip dari CNN.

Baca Juga: Rusia yang Menduduki, Tapi Siapa Sangka Semenanjung Krimea Nantinya Terancam Dikuasai China Jika Putin Tak Mampu Berikan Air Bersih dan Harus Meminta Gelonggongan Dana Segar ke China

Kekeringan Danau Urmia telah terjadi dengan cepat. Tahun 1990-an ukurannya masih 5400 kilometer persegi menjadi 2500 kilometer persegi saat ini, menurut Departemen Perlindungan Lingkungan Azerbaijan Barat, salah satu provinsi di Iran yang mendapat bagian dari danau tersebut.

Ada kekhawatiran danau itu akan hilang seutuhnya.

Masalah-masalah ini sering muncul di berbagai bagian di Timur Tengah, di mana air cepat habis dan hilang.

Wilayah itu telah menyaksikan kekeringan permanen dan suhu sangat tinggi sampai tidak bisa ditinggali manusia.

Baca Juga: Walau Putin Caplok Krimea, Rusia Sama Sekali Tidak Bisa Sediakan Air Bersih di Semenanjung Itu, Strategi Mengerikan dan Cerdas Ukraina Ini Sebabnya

Ditambah lagi dengan perubahan iklim dan salah kelola air dan penggunaan yang berlebihan, masa depan di sana begitu suram.

Beberapa negara Timur Tengah, termasuk iran, Irak dan Yordania memompa banyak air dari tanah untuk irigasi saat mereka mencari cara meningkatkan ketersediaan pangan sendiri.

Charles Iceland, direktur global untuk air di Institut Sumber Daya Dunia (WRI) mengatakannya kepada CNN.

Ini sedang terjadi saat mereka mengalami penurunan curah hujan.

Baca Juga: Sempat Disebut 'Gila' oleh Istrinya Sendiri, Pria Ini Seorang Diri Bikin Selokan Selama 30 Tahun, Demi Atasi Kekeringan di Desanya, Dan Kini Julukannya pun Berubah

"Mereka menggunakan lebih banyak air daripada yang tersedia lewat hujan. Akibatnya air tanah terus-terusan berkurang karena lebih banyak diambil daripada diisi kembali lewat curah hujan," ujarnya.

Itulah yang terjadi di Iran, di mana jaringan besar bendungan digunakan oleh sektor pertanian yang menyerap 90% air yang digunakan negara tersebut.

"Baik curah hujan yang berkurang dan permintaan yang meningkat dari negara-negara ini menyebabkan banyak sungai, danau dan rawa mengering," ujar Iceland.

Konsekuensi mengenai air menjadi jauh lebih mengerikan.

Baca Juga: Setahun Menjelang Ledakan Ibukotanya, Negara Ini Jadi 'Neraka' Sampai Tak Ada Lagi Pasokan Air Bersih untuk Warga, Keruntuhan Ekonomi Terbesar di Dunia Ini Sebabnya

Wilayah-wilayah itu bisa tidak dapat ditinggali; kemudian ketegangan mengenai bagaimana membagi dan menangani sumber daya air seperti sungai dan danau dapat memburuk; serta ketegangan politik dapat meledak kapan saja.

Di Iran, Urmia telah menyusut besar-besaran karena banyak orang telah mengeksploitasinya, dan beberapa bendungan yang dibangun di lembahnya yang digunakan untuk irigasi teah mengurangi aliran air ke danau.

Kekurangan air di Iran sudah menjadi isu genting.

Dalam satu minggu bulan Juli, setidaknya ada 3 pengunjuk rasa meninggal dunia dalam kekacauan dengan petugas keamanan di demonstrasi atas kekurangan air di barat daya negara tersebut.

Baca Juga: Inilah Operasi Paling Berbahaya di Dunia; Temukan ‘Harta Karun’ Berbeda, Bersihkan Sisa-sisa Bom Perang Dunia II yang Tidak Meledak di Lautan Pasifik

Iran kini menghadapi kondisi terkering mereka dalam 50 tahun terakhir, menurut badan meteorologi Iran.

Musim dingin Timur Tengah juga diperkirakan jauh lebih kering daripada musim panas negara itu, dan sementara musim panas akan membaik, panas yang diterima masyarakat saat musim panas diperkirakan akan membuat air menguap ke atmosfer, menurut perkiraan terbaru ilmuwan yang dipublikasi awal bulan ini oleh laporan Panel Antar Pemerintah PBB untuk Perubahan Iklim.

"Masalahnya, dengan seluruh suhu udara naik, hujan berapapun akan langsung menguap karena sangat panas," ujar Mansour Almazroui, direktur di Pusat Penelitian untuk Studi Perubahan Iklim di Universitas King Abdulaziz Arab Saudi.

"Masalah lainnya adalah, hujan ini tidak akan menjadi hujan yang biasa. Akan ada hujan ekstrim yang menyebabkan banjir yang sudah terjadi di China, Jerman, Belgia. Banjir ini akan menjadi masalah besar bagi Timur Tengah.

Baca Juga: Duka Banjir Dahsyat di Jerman dan China Belum Berakhir, Kini Turki dan Yunani Dilanda Kebakaran Hebat yang Hanguskan Ribuan Hektar Hutan, Ada Apa dengan Bumi Ini?

"Ini benar-benar isu besar perubahan iklim."

Studi oleh Menteri Energi Iran temukan kekeringan danau itu menyumbang lebih dari 30% untuk perubahan iklim.

Perubahan ini tidak hanya berdampak pada jumlah air yang tersedia, tapi juga berdampak pada kualitas air yang ada.

Danau Urmia termasuk danau hypersaline atau kadar garamnya sangat tinggi.

Baca Juga: ‘Bangun Kembali Lebih Baik’ Nyatanya Hanyalah Sebuah Retorika, Beginilah Krisis yang Terjadi di Timor Leste Akibat Covid-19 dan Perubahan Iklim

Karena sudah menyusut, konsentrasi garam yang ada telah meningkat dan menjadi sangat ekstrim, menggunakannya untuk irigasi justru akan merusak tanaman para petani.

Kiomars Poujebeli, yang menanam tomat, bunga matahari, buah bit, terong dan kacang walnut dekat danau itu mengatakan bahwa air asin telah menghancurkan tanamannya.

"Hari di mana tanah tidak bisa ditanami tidak jauh lagi," ujarnya.

Artikel Terkait