Penulis
Intisari-Online.com - Beberapa waktu lalu, keluarga Akidi Tio mengklaim akan menyumbangkan uang sebesar Rp 2 Triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan.
Hal itu sontak menjadi sorotan publik. Banyak orang yang kagum dan memuja ketulusan itu, sebab masih ada warga negara yang memberikan hartanya untuk kepentingan banyak orang di tengah krisis akibat Covid-19.
Namun, mantan Menteri Hukum dan HAM RI Hamid Awaluddinmemiliki pandangan lain tentang hal itu, seperti dilansir dari Kompas.com dari artikel berjudulAkidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat.
Hamid mengatakan bahwa para pejabat di Indonesia sama sekali belum belajar dari berbagai kejadian di masa lalu.
Hingga uang Rp 2 Triliun tersebut benar-benar sudah di tangan, Hamid tetap menganggap bahwa di negeri ini masih banyak orang yang ingin memopulerkan diri dengan cara melecehkan akal waras para pejabat.
Belum terlalu lama ke belakang, seorang yang mendeklarasikan diri sebagai filantropis dunia telah mendeklarasikan ke publik bahwa ia menyumbang lebih dari 1.000 rumah di Palu, Sulawesi Tengah, yang baru saja dilantakkan oleh bencana alam, likuifaksi.
Orang yang sama juga telah memaklumatkan bahwa ia menyumbang beberapa ribu unit rumah yang telah diterjang oleh badai gempa bumi di Nusa Tenggara Barat.
Sang tokoh, sebelum kejadian di dua provinsi tersebut, juga membiarkan dirinya diliput pers bahwa ia membangun secara sukarela asrama prajurit pasukan elite negara ini.
Namun hingga kini, sekian tahun kemudian, semua deklarasi itu adalah hampa belaka.
Yang lebih hebat lagi, sang pemberi janji diganjar dengan penghargaan Bintang Mahaputra.
Akibat janji-janji yang tak ditepatinya itu, Jusuf Kalla berteriak kencang, "Cabut gelar kehormatan itu."
Pada 2019 lalu, Jusuf Kalla menyindir seorangmenyindir seorang pengusaha penerima tanda kehormatan Bintang Mahaputra yang ingkar janji membantu pemerintah dalam proses rekonstruksi pasca-gempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah.
Namun, Kalla enggan mengungkapkan nama tokoh yang dimaksud.
Kalla menyebut orang tersebut sudah menjanjikan banyak bantuan untuk membangun NTB dan Sulawesi Tengah pasca-gempa, namun tak kunjung direalisasikan.
Dikutip Kompas.com (27/8/2019), Kalla di Kantor Wakil Presiden mengatakan, "Ada tokoh pengusaha yang sudah dapat bintang (Mahaputra) ke mana-mana karena isi hebat menggema (akan membantu daerah bencana), sudah janji kiri kanan (tapi) tidak ada realisasinya."
"Di NTB lebih parah lagi, orang yang sudah dielu-elukan karena itu merasa hebat, (sudah merasa) menyumbang kiri-kanan, ternyata tidak ada apa-apanya di NTB. (Awalnya) mau mengajukan (bangun) rumah, disambut oleh gubernur, Panglima TNI, aduh itu bohong semuanya," lanjut Kalla.
Bahkan, kata Kalla, akibat pengusaha tersebut ingkar janji, Gubernur NTB dan Sulawesi Tengah mengiriminya surat keluhan.
Gubernur kedua provinsi itu mengeluh lantaran pembangunan rumah bagi korban gempa dan tsunami di wilayah mereka terhambat.
Kalla selaku Ketua PMI pun mengaku dikecewakan oleh pengusaha tersebut lantaran bantuan yang ditawarkan tak direalisasikan.
Karenanya, Kalla menilai perlu ada evaluasi dalam pemberian tanda gelar Bintang Mahaputra.
Kalla mengatakan, "Harus dievaluasi untuk memberikan bintang-bintang, evaluasi, tidak sembarang itu. Sudah setahun apa-apa tidak ada satu sen pun yang (diberi). Padahal, wah, berbunga-berbunga semua orang di sana, tempat lain juga begitu, PMI juga kena. Untung saya tidak minta apa-apa."
"Jadi jangan juga percaya orang yang merasa begitu, peringatan juga pada orang-orang pengusaha yang suka janji kiri kanan merasa langsung dikasih (Bintang) Mahaputra. Padahal tidak ada. Mestinya dievaluasi kembali, bisa ditarik lagi itu bintang," lanjutnya.