Penulis
Intisari-online.com -Bepergian di Bali selatan di masa pandemi ini ternyata tidak jauh berbeda meskipun Pulau Dewata itu sudah ditutup untuk wisata asing selama 16 bulan terakhir.
Bahkan menurut Menteri Hukum dan HAM, lebih dari 109.800 WNA dari 133 negara masih tinggal di Bali.
Termasuk mereka adalah 2.246 penghuni tetap, 29.070 memegang izin tinggal sementara dan sisa 78.485 lainnya hanya memegang visa pengunjung.
Rusia menjadi negara dengan turis terbanyak, diikuti AS, Australia, Inggris, Perancis, Jerman, Ukraina, Belanda dan Kanada.
Sangat jauh berbeda ketika di waktu normal, Australia dan China menjadi negara penyumbang turis terbanyak.
Mengutip Asia Times, Bali tetap menarik pengunjung karena pulau itu belum diserang Covid-19 seburuk di pulau Jawa.
Kini infeksi baru meningkat di bulan lalu dari 100 sampai 500 sehari, tapi jumlah kematian harian masih sedikit.
Kunci Bali di sini adalah tingkat vaksinasi Covid-19 tertinggi di Indonesia, strategi pemerintah bertujuan agar Bali termasuk dalam tujuan bepergian yang aman.
Hampir 70% dari 3 juta warganya telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin Covid-19.
Meski begitu varian Delta nampaknya telah memaksa pemerintah lokal menutup pantai dan restoran, dan mereka melakukan yang terbaik untuk membatasi pergerakan sosial.
Hasil dari penanganan ini terbilang campur aduk.
Upacara agama harian terus berjalan, meski dibatasi untuk 50 orang saja, sementara pemerintah daerah kesulitan menerapkan protokol kesehatan di antara para turis, dengan 12 ribu warga Australia kini termasuk turis dengan perilaku buruk, di belakang Rusia.
Lebih dari 111 ribu warga Rusia mengunjungi Bali tahun 2019 mencari tempat hangat, melarikan diri dari musim dingin yang mengerikan.
Polisi kini menganggap WN Rusia termasuk turis paling sulit diatur.
Lebih dari 157 WNA yang ditangkap tahun lalu memegang kewarganegaraan Rusia menurut polisi.
Di antara 59 yang dideportasi ada 2 instruktur yoga yang mengadakan latihan yoga massal di Ubud.
Tren ini berlanjut tahun ini, pihak berwenang baru direpotkan oleh turis Rusia yang mengaku "influencer" setelah ia memposting video di situs web, tunjukkan ia melompat dari dermaga dengan sepeda motor dan gadis menempel di belakangnya.
Influencer Rusia lainnya, Leia Se, dideportasi pada Mei setelah memposting rekaman video dirinya mengenakan masker bedah yang digambar di wajah untuk menipu penjaga toko setelah dia dan seorang teman sebelumnya ditolak masuk karena Se tidak mengenakan masker.
Serta dua wanita AS yang mencuit jika Bali menjadi destinasi ramah LGBTQ, yang membuat mereka ditangkap dan dideportasi karena "menyebarkan informasi yang merusuhkan warga."
Sebagian besar WNA yang dideportasi dituduh melanggar aturan publik, menambah lama visa dan menggunakan izin tinggal dengan cara yang salah, termasuk menulis informasi yang salah dalam aplikasi visa mereka.
Para turis ini tidak lagi ada di Kuta, tapi di Seminyak dan Canggu yang menjadi pantai populer untuk turis asing menikmati pantai-pantai Bali.
Akhir bulan ini rencananya wisata Bali akan dibuka kembali tapi hal itu harus diurungkan karena ledakan kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia.
Ribuan orang asing terdampar tahun lalu, tetapi sementara banyak yang kembali ke negara asal mereka dengan penerbangan internasional yang jarang, yang lain memilih untuk tetap tinggal, difasilitasi oleh pihak berwenang yang simpatik yang tidak diragukan lagi melihatnya sebagai cara kecil untuk membantu menjaga ekonomi terus berdetak.
Kini yang tersisa adalah penduduk campuran, selain penduduk Bali asli, para keluarga pengungsi yang melarikan diri dari Jakarta, serta mereka yang hidup lewat warisan keluarga yang kaya raya, kesulitan karena bisnis mereka gulung tikar akibat Covid-19.
Ada juga para "digital nomad", kelas wisatawan baru yang terlibat dalam apapun mulai dari perdagangan bitcoin, terapi seni sampai hipnotisme online.
Bali telah menjadi wisata unggulan dunia untuk para digital nomad, kedua setelah Barcelona.
Pesaing Asia Tenggara adalah Phuket dan Chiang Mai di Thailand, dan Ho Chi Minh City di Vietnam, di mana kebutuhan pertama adalah internet yang cepat, serta pantai.
Menteri Pariwisata Sandiaga Uno memindahkan kantornya ke Bali untuk melihat pulihnya pulau itu, dan ia ingin menarik lebih banyak nomad dengan visa jangka panjang yang dapat memberi wisatawan asing masa tinggal sampai 5 tahun.
"Di mana lagi kita bisa menyewa rumah dengan kolam renang dan pemandangan sawah," ujar salah seorang pasangan nomad dalam blog mereka, Never Ending Voyage.
"Ditambah dengan pemandangan indah, berbagai kelas yoga, budaya yang menakjubkan dan orang-orang yang ramah."
Para turis ini harus membayar Rp 2 miliar untuk bisa mendapat visa, dan Rp 2,5 miliar jika ditemani oleh keluarga mereka.