Baru Saja Menjabat, PM Israel Langsung Dibuat Ketakutan Setengah Mati Akan Ditembaki Nuklir Oleh Sosok dari Negara Bebuyutannya Ini, Siapa Dia?

Maymunah Nasution

Penulis

Ebrahim Raisi presiden Iran baru yang disebut Israel sebagai 'Jagal Teheran', Israel ketakutan dibuatnya

Intisari-online.com -Kepala Kehakiman Ebrahim Raisi telah terpilih sebagai presiden Iran yang baru di titik kritis negara mereka.

Terpilihnya Raisi benar-benar membuat Israel ketakutan.

Memang siapakah Raisi dan apa posisinya?

Raisi yang berumur 60 tahun telah lama didukung oleh kelompok revolusioner konservatif dan basisnya, akan tetap menjadi kepala kehakiman sampai ia mengambil alih kepemimpinan Presiden Hassan Rouhani awal Agustus.

Baca Juga: Sampai Buat Israel Ketar Ketir, Inilah Ebrahim Raisi Presiden Baru Iran, Dikecam Israel dengan Sebutan 'Jagal Teheran', Apa Kegarangannya?

Hal ini karena Rouhani tidak mengundurkan diri dari posisinya sebagai presiden.

Mengutip Al Jazeera, seperti Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei, Raisi menggunakan turban hitam, tanda bahwa ia adalah sayyid, keturunan Nabi Muhammad.

Raisi sering disebut menjadi penerus Khamenei ketika ia nanti meninggal dunia.

Sebelum revolusi 1979

Baca Juga: Di Bawah Komando Putra Ayatollah Khomeini, Pasukan Iran Berani-beraninya Picu Perang dengan Puluhan Ribu Pasukan Koalisi Pimpinan AS di Arab Saudi Selama Perang Teluk

Raisi lahir di Mashhad di timur laut Iran, kota besar dan pusat agama bagi Muslim Syiah karena merumahkan rumah Imam Reza, imam kedelapan.

Tumbuh di keluarga religius, Raisi menerima pendidikan religius dan mulai datang ke seminari di Qom saat ia berusia 15.

Di sana ia belajar dari beberapa cendekiawan terkemuka, termasuk Khamenei.

Ketika pendidikannya dibahas di debat presiden, ia menampik jika pendidikan formalnya hanya sampai kelas 6, ia mengatakan ia memegang PhD di bidang hukum sebagai tambahan pendidikan seminarinya.

Baca Juga: Dukung Palestina, Iran AjakUmat Muslim Bersatu Lawan Israel, Sampai Siapkan Senjata-senjata Mematikan Ini

Saat ia memasuki seminari berpengaruh di Qom beberapa tahun sebelum revolusi 1979 yang membentuk Republik Islam, banyak warga Iran tidak puas dengan kepemimpinan Muhammad Reza Shah Pahlavi, yang akhirnya dicopot.

Raisi menjadi peserta beberapa acara yang memaksa syekh diasingkan dan membentuk kepemimpinan baru di bawah Pemimpin Agung Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Setelah revolusi

Mengikuti revolusi, Raisi bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran.

Baca Juga: Bak Berenang di Air Keruh, Vladimir Putin Terang-terangan Dekati Musuh-musuh Amerika, Kini Giliran Iran yang Dirayu Rusia Dengan Cara Nekat Ini

Selama 6 tahun berikutnya, ia menambah pengalamannya sebagai jaksa di beberapa yuridiksi lain.

Perkembangan penting datang ketia ia pindah ke ibukota Iran, Teheran, tahun 1985 setelah ditunjuk menjadi deputi jaksa.

Organisasi HAM mengatakan tiga tahun lalu, hanya beberapa bulan setelah Peran Iran-Irak berakhir, Raisi menjadi bagian "komisi kematian".

Komisi itu bertugas menghilangkan dan menghukum mati secara rahasia ribuan tahanan politik.

Baca Juga: Ancam Sanksi Negara Timur Tengah yang Beli Senjata Rusia, AS Tetap Jual Senjata ke Israel Meski Dikecam

Raisi akan menjadi presiden Iran pertama yang sudah terkena sanksi AS yang diterapkan sejak tahun 2019.

Ia mendapatkan sanksi atas tuduhan perannya eksekusi massal dan membubarkan pengunjuk rasa.

Amnesti Internasional sudah meminta pemimpin itu menghadapi hukuman atas aksinya melanggar HAM.

Profil Raisi terus meningkat di sistem yudisial Iran mengikuti pengangkatan Khamenei menjadi Pemimpin Agung tahun 1989.

Baca Juga: Terus-terusan Gempur Masjid Suci Al-Aqsa, Israel Bakalan Gigit Jari Setelah Tahu Sanksi Berat dari Dunia untuk Mereka, Rupanya Ada Sanksi Serius untuk Penyerang Tempat Beribadah di Dunia

Ia kemudian menjadi jaksa Teheran, lalu mengepalai Organisasi Inspeksi Umum lalu bertugas sebagai deputi kepala keadilan selama 10 tahun sampai 2014, selama protes pro-demokrasi Green Movement tahun 2009 terlaksana.

Tahun 2006 sementara bertugas sebagai deputi kepala keadilan Raisi terpilih pertama kalinya dari Khorasan Selatan ke Dewan Ahli, lembaga yang ditugasi memilih pengganti pemimpin agung saat ia meninggal.

Raisi masih memegang peran itu sampai sekarang.

Tahun 2017, Raisi berkampanye untuk presiden pertama kali dan menjadi kandidat utama melawan Rouhani, seorang moderat yang memenangkan hubungan dengan Barat dan berhasil membangun kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara adidaya sekaligus mengangkat berbagai sanksi dengan biaya mengurangi program nuklir Iran.

Baca Juga: Sakit Hati pada Serangan AS di Suriah, Iran Lanjutkan Pengayaan Uranium Meski Ada Pembatasan, 'Barat yang Sombong Ingin Iran Bergantung pada Mereka'

Raisi dan sekutunya Muhammad Bagher Ghalibaf kalah dari pemilu tersebut.

Namun setelah itu pemimpin agung tahun 2019 menunjuknya sebagai kepala kehakiman.

Ia diposisikan di sana guna membangun sosok musuh korupsi.

Raisi mengadakan sidang terbuka dan menuntut sosok-sosok yang dekat dengan pemerintah dan yudisial.

Baca Juga: Lakukan Dosa Ini Saat Jadi Presiden, Donald TrumpSukses Bikin Iran Benci Setengah Mati pada Amerika hinggaPutuskanHal Ini, Tak Ada Jalan Keluar Bagi Joe Biden

Dalam kampanye presidennya, ia mengumumkan telah membawa pabrik besar kembali dari ambang korupsi, menggambarkan dirinya pemenang dari warga Iran yang pekerja keras dan mendorong bisnis lokal di bawah sanksi AS.

Saat ia di yudisial, aplikasi chat Signal dilarang setelah populer, demikian pula dengan Clubhouse saat sangat populer ketika pemilihan presiden.

Semua media sosial besar dan aplikasi chat diblokir di Iran, kecuali Instagram dan WhatsApp.

Kesepakatan nuklir dan ekonomi Iran

Baca Juga: Lolos dari Hukuman Mati Pemerintah, Inilah Ayatollah Khomeini, Pencetus RevolusI Iran yang Gigih Memerangi AS dan Israel Sampai Akhir Hayatnya

Saat ditekan kandidat lain, Raisi menjelaskan dengan singkat terkait Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) atau kesepakatan nuklir yang dikenal dunia, yang ditinggalkan Trump tahun 2018.

Ia sebelumnya menekan kesepakatan itu, tapi kali ini ia menyatakan ia akan mendukungnya seperti komitmen negara lainnya, tapi akan membentuk pemerintahan "kuat" yang mampu mengarahkannya ke arah yang benar.

Pembicaraan Iran dan negara adidaya keenam sedang berlangsung di Wina untuk mengembalikan kesepakatan itu.

Jika berhasil, sanksi dari AS akan dihapus dan menurunkan program nuklir Iran.

Baca Juga: Sempat Memanas, Ini Alasan Trump Menarik Diri dari Peluang Berperang dengan Iran

Iran kini diketahui memperkaya uranium sampai lebih dari 63%, tingkat terkaya mereka.

Tenggat waktu sementara kesepakatan dengan International Atomic Energy Organization (IAEA) 24 Juni sudah ditetapkan.

Namun penego mengatakan pembicaraan keenam itu belum menjadi pembicaraan terakhir.

Namun ada harapan kesepakatan dapat direvisi sebelum Raisi masuk ke kantornya.

Baca Juga: Kisah Spionase Mossad, Libatkan 20 Agen Non-Israel Mencuri Dokumen Nuklir Iran dan Sukses Tembus Gudang

Iran, dengan penduduk 83 juta, menderita inflasi selangit dan peningkatan jumlah pengangguran sementara pemerintah berupaya menganggarkan anggaran yang masuk akal dan menghadapi pandemi Covid-19 terparah di Timur Tengah.

Raisi berjanji menghadapi inflasi, menciptakan setidaknya satu juta pekerjaan per tahun, membangun rumah baru dan menetapkan pinjaman khusus ke pembeli pertama yang menikah, tambahan lagi membangun era baru transparansi finansial dan melawan korupsi.

Profesor politik di Universitas Teheran, Hamed Mousavi, mengatakan narasi antara para konservatif adalah salah penanganan pemerintah Rouhani menyebabkan situasi ini muncul.

"Jadi menurut narasi ini, jika penanganan yang salah ini diperbaiki maka ekonomi membaik tapi aku merasa banyak konservatif yang yang setidaknya dalam dirinya memahami betapa pentingnya sanksi.

Baca Juga: Ketakutan Setengah Mati dengan Kekuatan Iran, Mantan Bos Mossad Israel Ini Bocorkan Cara Picik Negeri Yahudi Ketika Hancurkan Nuklir Iran

"Kurasa ini akan kembali ke berapa banyak Raisi tunjukkan fleksibilitas di negosiasi ini. Satu kunci penting adalah siapa yang akan ia tunjuk untuk negosiasi nuklir."

Artikel Terkait