Find Us On Social Media :

Sampai Ciptakan 'Dekade yang Hilang', Inilah Plaza Accord, Kala Melesatnya Ekonomi Jepang Bikin AS Ketar-ketir Hingga Ambil Langkah Culas

By Ade S, Sabtu, 19 Juni 2021 | 19:57 WIB

Plaza Accord, perjanjian yang membuat ekonomi Jepang stagnan selama lebih dari tiga dekade. AS berada di baliknya.

Intisari-Online.com - Jauh sebelum China dihantam habis-habisan lewat perang dagang, Amerika Serikat (AS) telah terlebih dahulu hancurkan ekonomi Jepang yang nyaris menyalipnya sebagai negara adidaya.

Seperti kita ketahui, saat ini AS tengah gencar-gencarnya menekan laju ekonomi China, khususnya di bidang perdagangan.

Semua bermula pada 22 Januari 2018. kala AS yang ingin memperbaiki neraca perdagangan dengan China yang defisit, memutuskan untuk menaikan bea masuk impor panel surya dan mesin cuci.

Setelah itu, seiring waktu, berbagai kebijakan AS lain bermunculan untuk menekan China, mulai dari tarif bea masuk baja hingga aluminium.

Baca Juga: Habis-habisan Bombardir Darwin, Tujuan Jepang Sebenarnya Bukan untuk Hancurkan Australia, Tapi untuk Invasi Timor Leste dengan Maksud Ini

China memang telah menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, meskipun sebagian besar karena ukuran populasinya.

Pendapatan per kapitanya pun masih jauh tertinggal dari AS.

Namun, AS telah meminta bantuan dari sekutunya untuk menghentikan laju ekonomi China agar tak melesat menjadi negara adidaya, mengalahkan AS.

Sebuah langkah yang pernah berhasil dilakukan AS saat ekonomi sebuah negara yang dihancurleburkannya saat Perang Dunia II justru hampir mengalahkannya.

Baca Juga: Hingga Dapat Selamatkan Banyak Jiwa, Beginilah Kisah Warga Jepang Ini Berpartisipasi Bantu Pengungsi Yahudi Selama Perang Dunia II

Seperti sering tercantum dalam sejarah, setelah kalah dalam PD II, ekonomi Jepang hancur.

Kita semua tahu tentang dua bom atom, yang lagi-lagi berasal dari AS, dijatuhkan telah membuat Jepang hancur tidak hanya secara ekonomi, tapi juga secara emosional.

Setelah berhasil menjadi pemenang perang, dengan mengorbankan ratusan ribu jiwa rakyat Jepang yang tak berdosa, AS mengambil alih otoritas administratif Negeri Sakura.

Hal ini memungkinkan pemerintah AS untuk tidak hanya menjalankan operasi sehari-hari di negara itu sesuai keinginan mereka, tetapi juga memasang pangkalan militer Amerika di seluruh negeri.

AS dan pendukungnya dapat mengklaim bahwa ini didirikan untuk membantu Jepang membangun kembali.

Namun, tentunya ada kepentingan yang lebih strategis untuk menjaga pengaruh atas pemerintah dan masyarakat Jepang yang lebih mendesak bagi AS.

Namun, meski hidup di bawah bayang-bayang AS, faktanya selama beberapa dekade berikutnya, Jepang bangkit.

Dari salah satu negara terlemah dan termiskin di dunia menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.

Baca Juga: Diwariskan oleh Jepang, Inilah Terowongan Venilale di Timor Leste yang Jadi Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan Timor Lorosae

Para ekonom dan sejarawan, seperti dilansir dari kendawg.medium.com,  sebagian besar mengaitkan pertumbuhan ajaib ini dengan sistem pendidikan yang kuat dan kebijakan ekonomi yang berfokus pada pertumbuhan.

Jepang pun dengan cepat mengembangkan keahlian manufaktur yang memungkinkannya menghasilkan barang dengan kualitas terbaik, tetapi juga dengan harga yang sangat efisien.

Tentu Anda bisa melihat betapa digdayanya merek-merek seperti Sony, Canon, Nikon, Toyota, Mitsubishi, Honda.

Ekonomi Jepang tumbuh jauh lebih cepat daripada AS dan industri dalam negerinya mendominasi ekspor internasional.

Namun, saat itulah AS beserta hegemoninya datang karena perlu segera menghentikan laju ekonomi Jepang.

Bersama dengan sekutu terdekatnya, AS menandatangani Plaza Accord pada tahun 1985 dengan tujuan utama memperkuat Yen Jepang.

Tentunya, sekilas, kesepakatan tersebut seolah membuat Jepang menjadi lebih baik, namun fakta berbicara sebaliknya.

Dengan nilai Yen yang menguat, maka ekspor Jepang tidak lagi kompetitif di pasar global.

Baca Juga: Seorang Pria Ditembak Mati Hanya Karena Nonton Drama Korea, Kim Jong-Un Kobarkan Perang Terhadap Bahasa Gaul, Jeans, dan Film Asing, Alasannya Sungguh Tak Masuk Akal

Padahal, secara umum, perekonomian yang didorong oleh ekspor menginginkan mata uangnya lebih lemah, bukan lebih kuat sehingga harga barang lebih kompetitif di pasar global.

Apa yang terjadi setelahnya hanyalah sejarah: ekonomi Jepang mandek, posisi mereka dalam urusan global pun tidak pernah pulih ke posisi yang sama.

Dari sinilah, sejak awal 1990, Jepang memasuki dekade yang hilang. Tidak hanya satu, tapi sampai tiga dekade.

Ekonomi Jepang mengalami stagnasi yang seolah tak pernah bisa pulih usai Plaza Accord ditandatangani.

Jika Anda mengambil pendapat per kapita sebagai ukuran standar hidup, maka standar hidup di Jepang belum membaik selama tiga dekade.

Selain itu, Nikkei 225, indeks saham perusahaan-perusahaan besar Jepang tidak pernah kembali mencapai puncaknya, seperti sebelum tahun 1990.

Di sisi lain, selama periode waktu yang sama, indeks saham AS telah kembali 1.000%. (Ya, itu seribu. Bukan salah ketik.)

Baca Juga: Sampai Abaikan Ikrar Setelah Kalah Perang Dunia Kedua untuk Tantang China, Jepang Borong Puluhan F-35 dari AS Hanya Demi Pulau Tak Dihuni Ini