Find Us On Social Media :

Viral Kasus Wakil Bupati Sangihe Meninggal Setelah Tolak Izin Tambang, Suku Pedalaman Amazon Ini Justru Sukses Kadali Politisi di Pengadilan, Setelah Tolak Ekploitasi Hutan, Begini Kisahnya

By Tatik Ariyani, Sabtu, 12 Juni 2021 | 16:06 WIB

Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong - ekspresi kegembiraan kelompok suku Waorani setelah memenangkan sidang dengan perusahaan minyak besar.

Intisari-Online.com - Wakil Bupati Sangihe, Sulawesi Utara, Helmud Hontong meninggal dunia saat perjalanan pulang dari Bali menuju Manado via Makassar, Rabu (9/6/2021).

Sebelum meninggal, Helmud Hontong telah membuat surat permohonan pembatalan izin operasi pertambangan emas di wilayahnya.

Hal tersebut dikatakan Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana, Kamis (10/6/2021).

"Iya Pak Wakil Bupati memang bikin surat (tolak tambang)," kata Jabes saat dihubungi Kompas.com, Kamis malam.

Baca Juga: China Akhirnya Tidak Bisa Berbohong Lagi, Terungkap Sudah Cara Keji China Menyiksa Suku Uyghur dan Minoritas Umat Muslim di Xinjiang, Pakai Cuci Otak hingga 'Kursi Harimau'

Jabes menambahkan, Helmud Hontong semasa hidup menolak akan adanya aktivitas pertambangan emas di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

"Almarhum memang menolak izin tambang, tapi saya belum melihat suratnya," ujarnya.

Penolakan terhadap eksploitasi alam kerap kali terjadi, terutama oleh warga sekitar, seperti yang dilakukan Suku Amazon berikut.

Di Ekuador, suku asli mereka Waorani, pernah melawan perusahaan minyak besar yang mencoba mengekplorasi tanah leluhur mereka di Amazon.

Baca Juga: Misteri Hilangnya Putra Miliarder Terkaya Dunia Michael Rockefeller di Rimba Papua, Konon Nasibnya Berujung Tragis Dimakan Suku Kanibal

Tujuan ekplorasi tersebut tak lain adalah untuk kegiatan penambangan minyak.

Melansir Phys.org tepatnya 27 April 2019, setelah 2 minggu musyawarah pengadilan pidana Puyo di Ekuador tengah menerima proses tawaran dari Waorani.

Pengadilan memberikan perlindungan di Provinsi Pastaza, untuk menghentikan proses penawaran minyak setelah pemerintah bergerak untuk membebaskan 180,00 hektar lahan.

Namun, tanah-tanah tersebut dilindungi oleh konstitusi Ekuador yang menetapkan hak-hak masyarakat adat.

Hak-hak tersebut tidak bisa dicabut, dan tak bisa dipisahkan dari pemilik lahan dan kepemilikan leluhur mereka.

Namun, bagi mereka yang terpenting dari itu semua adalah kekatayaan dibawah tanah yang dimiliki oleh negara.

Konstitusi menegaskan, perlunya konsultasi mengenai rencana ekploitasi tersebut.

Karena akan banyak kerugian yang ditimbulkan seperti dampak lingkungan, budaya, serta pengaruhnya pada komunitas suku.

Baca Juga: Kini Dijadikan Senjata Andalan Oleh KKB Papua, Ternyata Penemu Senapan Ini Hidup Menderita, Senjata Buatannya Disebut-sebut Telah Membunuh Jutaan Orang

Sebelumnya, negara bagian itu telah mencapai kesepakatan dengan Waorani, tentang ekplorasi minyak pada 2012 silam, tetapi pemimpin suku mengatakan mereka ditipu.

Alhasil, hakim mememberikan perintah untuk melakukan konsultasi baru yang kemungkinan akan ditetapkannya standar oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia, Inter-Amerika.

"Putusan itu telah menciptakan preseden penting bagi Amazon,"kata Lina Maria Espinosa pengacara penggugat di luar pengadilan.

"Telah terbukti bahwa tidak ada konsultasi dan bahwa negara telah melanggar hak-hak milik rakyat, demi kepentingan orang lain," tambahnya.

Waorani merupakan sebuah suku yang mendiami Amazon berasal dari Ekuador.

Jumlah mereka diperkirakan ada sekitar 4.8000 penduduk yang kini mendiami provinsi Amazon lainnya.