Find Us On Social Media :

Hidup di Negara Berkonflik, Siapa Sangka Inilah Sosok Orang Terkaya di Palestina, Segini Jumlah Kekayaannya dan Begini Caranya Mendapatkan Uang

By Mentari DP, Jumat, 11 Juni 2021 | 18:30 WIB

Munib Al-Masri (82), orang terkaya Palestina.

 

Intisari-Online.com - Inilah Munib Al-Masri (87), orang terkaya Palestina.

Juga dikenal sebagai Adipati Nablus, Munib Al-Masri selalu memainkan peran penting dalam politik Palestina dan pembangunan bangsa.

Dia bahkan menjabat sebagai salah satu orang kepercayaan terdekat Mantan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat.

Baca Juga: Militer Indonesia Sudah Jadi Nomor 10 Terkuat di Dunia, Menham Prabowo Tetap Tambah Kekuatan TNI AL, Beli 8 Kapal Perang dari Italia!

Rumah orang terkaya Palestina itu berada di antara di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Dan bentuknya merupakan replika dari Villa Capra “La Rotonda” karya Andre Palladio di Vicenza, Italia.

Rumahnya juga didedikasikan untuk rakyat dan tujuan Palestina.

Bendera Palestina tergantung di sepanjang sisi rumahnya dan empat ruang tamunya dinamai menurut kota-kota Palestina yang modern dan bersejarah.

Yakni Yerusalem-Hebron, Jaffa-Haifa, Nablus-Gaza dan Nazareth-Bethlehem.

Rumah Masri biasanya penuh dengan tamu.

“Saya membangun rumah ini untuk dinikmati semua orang Palestina."

"Jadi saya menjamu mereka dan orang luar kapan pun saya bisa," katanya.

Baca Juga: Senjata Makan Tuan, Sok-sokan Bombardir Jalur Gaza Selama 11 Hari Berturut-turut, Kini Justru Rakyat Israel yang Jadi Korban Gara-gara Ulah Pemerintahnya Sendiri

Dilansir dari  pada Jumat (11/6/2021), Masri, lahir pada tahun 1934, dibesarkan di lingkungan kelas menengah dengan dua saudara perempuan dan delapan saudara laki-laki.

Ibunya menanggung beban membesarkan dia dan saudara-saudaranya karena ayahnya, yang adalah seorang pengusaha dan mukhtar (pemimpin lokal), meninggal ketika dia berusia dua tahun.

Ketika membesarkan dirinya dan saudara-saudaranya, ibunya menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama.

Sang ibu selalu memastikan bahwa mereka semua belajar dengan giat dan menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Pada tahun 1948, perang pecah di wilayah itu dan membuat kehidupan Masri yang berusia 14 tahun terperosok jauh.

Sekolah dibatalkan dan serangan udara setiap hari memaksa bocah itu dan anggota keluarganya untuk mencari perlindungan di gua terdekat.

“Pilot Israel datang dengan pesawat untuk mengebom. Ada satu atau dua serangan udara setiap hari, biasanya sekitar jam 6 pagi,” kata Masri.

 

Karena perang, seperti warga Palestina lainnya, Masri dan keluarganya pindah ke Aley, Lebanon, untuk melanjutkan studinya.

Meski tinggal di Lebanon, hidup Masri hanya untuk Palestina dan dia berjanji akan berjuang untuk rakyat Palestina.

"Semua yang ingin saya lakukan dalam hidup saya adalah untuk membebaskan Palestina."

"Saya ingin tahu bagaimana saya bisa melawan Israel dan mendapatkan kembali tanah kami,” kenangnya dengan tegas.

Setelah lulus SMA, Masri memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: China Akhirnya Tidak Bisa Berbohong Lagi, Terungkap Sudah Cara Keji China Menyiksa Suku Uyghur dan Minoritas Umat Muslim di Xinjiang, Pakai Cuci Otak hingga 'Kursi Harimau'

 

Selama studinya di pertengahan 1950-an, Masri menjadi aktif secara politik dan bergabung dengan kelompok pro-Palestina di kampus, yang sering bentrok dengan organisasi pro-Israel.

Kembali ke Timur Tengah, Masri menggunakan pengetahuan geolokasinya dan mulai memetakan Tepi Barat dan Yordania, lalu mencari air dan minyak.

Pada tahun 1956, ia mendirikan perusahaan sendiri, yang mengkhususkan diri dalam berbagai perdagangan, termasuk eksplorasi sumber daya alam.

Dia melakukan perjalanan ke seluruh Timur Tengah untuk pekerjaannya.

Di sana, dia bertemu salah satu pendiri Fatah Yasser Arafat pada tahun 1963 selama perjalanan bisnis ke Aljazair.

Sejak itu, ikatan antara Masri dan Arafat terjalin kuat, yang bertahan sampai kematian Arafat.

Lalu Masri dengan cepat memantapkan dirinya sebagai pengusaha besar di Timur Tengah, mengalihkan fokusnya ke eksplorasi air di Yordania, negara-negara Teluk dan bagian lain di Timur Tengah.

Kekayaan bersihnya diperkirakan lebih dari 1,5 miliar Dolar AS.

Ia juga semakin dekat dengan Arafat dan tetap terlibat dalam politik.

Peran utama pertamanya dalam pemerintahan datang pada tahun 1970 ketika Raja Hussein dari Yordania mengangkatnya menjadi Menteri Pekerjaan Umum sebagai bagian dari perjanjian dengan Arafat.

 

Setelah 20 tahun bernegosiasi dengan Israel, Masri tetap optimis soal perdamaian antara Palestina dan Israel.

“Kita harus mengubah kenyataan. Kita bisa hidup rukun di sini, saya percaya itu,” tutup Masri.

Baca Juga: 'Saya Sudah Bunuh Banyak Orang Arab, Cara Hadapi Palestina Memang dengan Memukulinya', Inilah Naftali Bennet Calon PM Israel yang Bisa Bikin Rakyat Palestina Makin Menderita