Intisari-Online.com - Sudah hampir sebulan sejak konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza berakhir.
Namun akibatnya masih terasa hingga kini.
Dilansir darisputniknews.com pada Jumat (11/6/2021), pertempuranantara Israel dan Hamas yang berbasis di Jalur Gaza telah menyebabkan kerugian sekitar 400 juta Dolar pada sejumlah besar bisnis Israel.
Dilaporkan banyak bisnis Israel yangbermasalah selama sebelas hari pertempuran.
Pada awal permusuhan, Asosiasi Produsen Israel menghitung bahwa bisnis di selatan dan tengah telah menderita kerugian sekitar 166 juta Dolar AS selama tiga hari pertama operasi.
Jika angka itu akurat, total kerusakan akan diperkirakan hampir 400 jutaDolar AS.
Alex Porshevoi, pemilik toko yang mengkhususkan diri dalam makanan lezat di kota selatan Sderot, telah merasakan kerugian itu secara pribadi.
Meskipun tokonya tidak terkena roket atau pecahan pelurunya, dia mengatakan bahwa kerusakan pada bisnisnya cukup signifikan dan mengakibatkan berkurangnya pelanggan.
"Sebelum konflik pecah, kami memilikijumlah pelanggan yang stabil. Ini berkat produk berkualitas tinggi dan pemasaran kami yang baik."
"Kemudian roket Hamas satu per satu mulai menghantam kota kami."
Selama11 harikonflik antara Israel danHamas yang berbasis di Jalur Gaza, lebih dari 4.000 roket ditembakkan ke wilayah Israel.
Ada 90 persen di antaranya dicegat oleh sistem pertahanan rudal Iron Dome.
Namun sebagian lainnya menghantam ruang terbuka atau daerah pemukiman di Israel.
Inilah yang menyebabkan kerusakan besar dan kepanikan.
Sderot, yang hanya berjarak satu kilometer dari Jalur Gaza, merupakan salah satu kota yang terkena dampak paling parah.
Di kota ini, penduduknya hanya memiliki waktu 15 detik atau kurang untuk mencari tempat perlindungan dari bom ketika alarm berbunyi.
Karena hal ini pula banyak orang lebih suka tinggal di rumah daripada pergi keluar untuk membeli makanan.
"Orang-orang takut meninggalkan rumah. Karyawan menolak masuk kerja. Jalanan kosong, jendela tertutup."
"Banyak yang membeli makanan kaleng atau beku dari supermarket besar."
Kemudian mereka menyimpannya karena mereka tidak tahu kapanroket akan datang lagi,"kenang Porshevoi.
Sebenarnya,warga Sderot pernah mengalami hal serupa.
Sejak tahun 2001, roket yang berasal dari Jalur Gaza telah menjadi bagian dari realitaskehidupan warga di sana.
Sejak Hamas, sebuah kelompok Islam yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, mengambil alih Jalur Gaza pada 2007, situasinya semakin memburuk.
Tapi Porshevoi mengatakan banyak orang telah terbiasa dengan kenyataan itu.
Kadang-kadang, ketikakonflk pecah dan kota itu menghadapi lusinan roket yang berasal dari daerah kantong pantai, banyak penduduk Sderot yang sebagian besar acuh tak acuh.
Kadang mereka kembali melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Namun kali ini, intensitas dan besarnya berbeda, dan itu mengganggu rutinitas harian kota.
Akibatnya banyak dari mereka terpaksamenutup bisnis mereka.
Apalagipemilik bisnis tidak dapat mengandalkan bantuan negara.
Mereka juga tidak bisa meminta pemerintah Israel untuk memberikan kompensasi atas kerugian yang mereka derita.
Pemerintah Israel mengungkapkan bahwa rencana mereka hanya membantu mereka yang telah terluka karenakonflik.
Sementarapemilik usaha baru dapatmeminta kompensasi jika mereka berhasil membuktikan bahwa karyawannya tidak masuk kerja, jika pendapatan mereka terkena masalah, atau jika bangunan mereka rusak.
Walau begituPorshevoi mengatakan dia masih menunggu kompensasi itu. Meski kemungkinan dia akan mendapatkankompensasi yang rendah.
Porshevoi jugatidak berencana untuk meninggalkan Sderot dan pindah ke lokasi lain.
"Saya tinggal di sini karena seluruh keluarga saya berasal dari sini."
"Saya memiliki sejarah saya di sini dan saya tidak berencana untuk pergi."
"Ditambah lagi,konflik mengajari saya bahwa tidak ada tempat yang aman di Israel."
"Roket dapat menjangkau kita di mana saja, jadi tidak ada gunanya melarikan diri," tutupPorshevoi.