Intisari-Online.com – ‘Kemerdekaan dimenangkan dengan darah dan air mata’ refleksi perjuangan kemerdekaan Timor Leste terhadap kehidupan tiga generasi ini di Australia.
Kuon Nhen Lay baru saja bergabung dengan gerakan perlawanan terhadap invasi Indonesia ke Timor Leste pada bulan Desember 1975, ketika istrinya melahirkan keesokan harinya.
Pejuang gerilya berusia 34 tahun ketika itu terpaksa tidak menonjolkan diri untuk melindungi keluarganya.
Dia segera mengirim istri dan bayinya yang baru lahir ke Australia, sementara dia tetap tinggal untuk bertarung.
“Militer Indonesia ketika itu membunuh orang di mana-mana, tidak peduli apakah Anda bersenjata atau warga sipil,” kenang Lay, yang bertemu kembali dengan keluarganya di Melbourne pada 1981.
“Saya sebenarnya tidak ingin meninggalkan Timor Timur, tetapi saya harus.”
Lay adalah salah satu dari gelombang orang Timor Leste yang melarikan diri ke Australia selama pendudukan berdarah Indonesia, di mana setidaknya 100.000 orang tewas dalam konflik tersebut.
Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Leste secara besar-besaran mendukung kemerdekaan melalui referendum, tetapi hasilnya memicu gelombang kekerasan baru di negara berkembang di Asia Tenggara.