Warganya Gembar-gembor Siap Bantu KKB Papua Lawan Indonesia, Papua Nugini Malah Jadi Bulan-bulanan 'Kekonyolan' Facebook Setelah Foto Bersejarah Mereka Dihapus

K. Tatik Wardayati

Penulis

Penduduk asli Papua Nugini.

Intisari-Online.com – Gembar-gembor siap bantu KKB Papua lawan Indonesia, warga Papua Nugini malah jadi bulan-bulanan ‘kekonyolan’ Facebook setelah foto bersejarah mereka dihapus.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Papua Nugini (PNG) bekerja sama mengusut video sekelompok masyarakat PNG yang menyatakan dukungan mereka terhadap KKB di Papua.

Andriana Supandy, duta besar RI untuk PNG, meminta warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di PNG untuk tidak terprovokasi dengan adanya video tersebut.

Dia menyatakan bahwa hubungan RI dan PNG selama ini sudah terjalin dengan baik, seperti keterangan KBRI Port Moresby, dikutip dari Antara, Sabtu (15/5/2021), melansir dari kompas.com.

Baca Juga: Kenapa KKB Papua Sulit Diberantas? Benarkah Taktik Satgas Ada yang Keliru?

Mereka yang menyatakan mendukung KKB di Papua dalam video yang beredar, mengaku berasal dari Provinsi East Sepik.

Dalam video tersebut, mereka tampak memakai seragam militer sambil membawa senjata api.

Untuk melakukan investigasi di wilayah East Sepik, pemerintah PNG telah menugaskan pejabat dan aparat berwenang.

Bagaimanapun, pemerintah setempat mengkhawatirkan adanya potensi ancaman keamanan dari kelompok tersebut.

Baca Juga: Jangankan KKB Papua, Ternyata Pasukan Amerika Juga Sering GunakanTaktik Gerilya

Sementara itu, Panglima Angkatan Bersenjata PNG, Mayor Jenderal Gilbert Toropo, menegaskan bahwa pernyataan kelompok tersebut tidak mewakili masyarakat atau angkatan bersenjata PNG.

Bahkan dia menyatakan tindakan kelompok tersebut dapat dikategorikan sebagai makar, karena mengklaim membentuk pasukan bersenjata di luar Angkatan Bersenjata Papua Nugini.

Pemerintah Papua Nugini akan melakukan penindakan hukum terhadap para pihak yang terlibat dalam video tersebut.

Menurut KBRI, video tersebut tidak berdampak terhadap hubungan baik antara kedua negara.

Namun rupanya yang dilakukan oleh warga Papua Nugini tersebut memiliki dampak luas dalam media sosial.

Facebook, sebagai salah satu media sosial yang banyak digunakan, menghapus foto bersejarah Papua Nugini, karena mengkategorikan foto tersebut sebagai ‘telanjang’.

Karena menghapus foto sejarah dan budaya dari PNG itulah Facebook pun dituduh melakukan diskriminasi.

Namun, Facebook mengklaim bahwa foto-foto tersebut dihapus karena kesalahan.

Foto-foto tersebut diposting di grup Facebook yang mempublikasikan foto-foto sejarah dari Papua Nugini.

Baca Juga: Raider Kostrad, Pasukan Khusus Pakar Taktik Gerilya Siap Dikerahkan Lawan KKB Papua dengan Senjata Mumpuni Ini

Grup yang memiliki lebih dari 55.000 anggota itu mengklaim Facebook menghapus foto-foto itu karena melanggar kebijakan tentang pornografi.

Salah satu administrator grupnya dilarang memposting foto sekelompok pria dengan ‘bertelanjang dada tanpa penutup di bagian atas tubuh mereka’.

Arthur Smedley, sebagai sesama administrator, mengatakan kepada The Guardian, bahwa sensor dan penerapan standar yang dilakukan Facebook itu sebagai ‘kekonyolan’.

"Sejauh yang saya ketahui, itu berarti bagi kami di Australia dilarang memposting gambar pria yang pergi ke pantai selama musim panas," kata Smedley.

“Beberapa pengguna mengatakan bahwa mereka menemukan larangan ini sebagai diskriminatif dan rasis, padahal ini adalha kegiatan budaya tradisional,” lanjut Smedley.

“Anda bisa melihatnya sebagai rasis. Sebuah perusahaan Amerika mendiskriminasi kelompok orang ini dengan mengatakan foto-foto ini dilarang. Sikapnya sungguh luar biasa.”

Peter Kranz, bekerja di Universitas Papua Nugini, juga mengatakan dia ‘dilarang’ memposting foto ekspedisi, pemakaman, dan upacara pacaran tradisional dalam grup Facebook.

Klaim Facebook, foto-foto itu melanggar kebijakan tentang ‘ketelanjangan’ atau pornografi.

Baca Juga: Menantang TNI Berperang, KKB Papua Siapkan 5 Jenis Senjata Termasuk Steyr AUG Australia

"Saya telah diblokir pada tiga kesempatan karena memposting foto yang sah dari dokumen sejarah, dan ditemukan di museum, perpustakaan, dan koleksi di seluruh dunia," katanya.

“Saya sangat sedih dan kecewa karena sepertinya kami yang melarang orang lain memiliki materi asli untuk kepentingan akademis dan sejarah.”

“Padahal banyak bahan yang bisa Anda temukan di arsip nasional Australia, atau British Museum, atau University of California. Sangat mengecewakan karena dokumen dalam domain publik, dan secara historis bernilai, malahan diblokir oleh Facebook karena alasan yang tampaknya sepele.”

Baca Juga: Namanya Sering Disebut Jika Dikaitan Dengan KKB Papua, Inilah Egianus Kogoya Pemimpin KKB yang Pernah Bantai 31 Orang di Papua

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait