Penulis
Intisari-online.com -Resmi, Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan akan bekerja sama menyelesaikan masalah denuklirisasi Korea Utara.
Melansir Nikkei Asia, Rabu kemarin diplomat senior dari ketiga negara setuju.
Persetujuan ini dilakukan di tengah hubungan memburuk antara Tokyo dan Seoul.
Dengan ini Korsel bekerjasama dengan satu negara yang dulunya menjajah dan memecahkan semenanjung Korea.
Kesepakatan datang setelah Menteri Luar Negeri jepang Toshimitsu Motegi berbicara satu jam dengan Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Korsel Cung Eui-yong.
Mereka bertemu di pertemuan menlu Tujuh Kelompok di London.
Pertemuan ini jadi pertemuan tiga orang pertama sejak Presiden AS Joe Biden berkuasa.
Blinken, Chung, dan Motegi "memastikan kembali komitmen mereka untuk kerjasama tiga negara terkonsentrasi menuju denuklirisasi Semenanjung Korea, dan juga dengan isu bersama lain," menurut juru bicara Kemenlu AS Ned Price.
"Mereka juga setuju untuk menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB kepada anggotanya yang relevan termasuk Korut, mencegah proliferasi nuklir, dan bekerjasama menguatkan pertahanan dan mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea," tambah Price.
Blinken menjelaskan lebih jauh mengenai kebijakan Washington mengenai Korut selama pertemuan pagi.
Motegi menyuarakan dukungannya untuk agenda tersebut.
AS belum mempublikasikan rincian kebijakan Korut mereka, tapi tampaknya mereka mengejar denuklirisasi alih-alih strategi tawar-menawar yang dikejar oleh administrasi sebelumnya.
Ketiga pihak setuju untuk meminta Korut mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB, menurut ringkasan pertemuan yang disediakan oleh Menlu Jepang.
Tuntutan meliputi Korut harus melepas program senjata nuklirnya dalam "cara yang lengkap, terverifikasi dan tidak bisa dibalikkan."
Sejak Korut merupakan tema penting dalam pertemuan itu, China tidak muncul sebagai topik diskusi.
Motegi meminta kerjasama dalam menyelesaikan kasus penculikan warga Jepang oleh agen Korut dan ia mendapat dukungan.
AS meminta pertemuan diadakan untuk meningkatkan hubungan antara Jepang dan Korsel.
Washington melihat kerjasama tiga negara sebagai pondasi kebijakan atas Korut.
Pejabat senior AS menyebutkan khawatir mengenai bagaimana hubungan Tokyo dan Seoul telah rusak sampai titik yang rendah.
Ketika Biden menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Barack Obama, ia mendesak dialog antara Jepang dan Korsel atas masalah "wanita penghibur" di masa perang yang mana menciptakan lingkungan yang mendukung tercapainya kesepakatan.
Namun Presiden Donald Trump kurang tertarik dengan masalah hubungan Jepang dan Korsel dan mengabaikan kerjasama multilateral.
Motegi dan Chung berbicara secara terpisah selama 20 menit dalam pertemuan itu.
Motegi mengulangi seruannya agar Korsel segera tunjukkan langkah-langkah yang diperlukan guna menyelesaikan tuntutan hukum libatkan mantan "wanita penghibur" dan pekerja masa perang.
Chung membalas dengan masalah tidak dapat diselesaikan jika Jepang tidak mengenali masalah secara akurat.
Kedua belah pihak sepakat mempertahankan komunikasi antara pejabat diplomatik.
Karena hubungan telah mendingin, ini merupakan kali pertama pertemuan langsung antara Motegi dan Chung sejak Chung mengemban tugasnya Februari kemarin.
Pembicaraan sebelumnya antara keduanya telah dilakukan dengan telepon.
Bersamaan dengan Korut, AS telah khawatir dengan China.
Untuk itu Presiden Korsel Moon Jae-In menjadwalkan bertemu dengan Biden di Gedung Putih pada 21 Mei.
Tampaknya Moon diminta meminjamkan tangan dalam strategi Washington untuk Indo-Pasifik, yang bertujuan melawan China.
Korsel awalnya ragu untuk memprovokasi China karena Seoul fokus dengan hubungan ekonomi dengan negara Asia lainnya.
Administrasi Biden telah mengindikasikan jika mereka menghormati posisi sekutu, tapi Gedung Putih juga khawatir dengan skenario Korsel mendekat ke Beijing.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini