Find Us On Social Media :

Berkaca dari India, Sebaiknya Urungkan Niat Anda untuk Mudik Tahun Ini, Risiko Besar Menanti

By Maymunah Nasution, Sabtu, 1 Mei 2021 | 04:00 WIB

Ilustrasi titik penyekatan pemudik di Kabupaten Garut Jawa Barat

Intisari-online.com - Idul Fitri atau Hari Raya Lebaran memang tidak bisa dipisahkan dengan mudik.

Namun sepertinya kali ini memang harus dipisahkan.

Saat ini menjadi tahun kedua kita menyambut tradisi mudik di tengah wabah terbesar dalam sejarah manusia.

Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan aturan pelarangan mudik, juga untuk kedua kalinya.

Baca Juga: Setelah Perketat Peraturan Larangan Mudik Jadi Full Sebulan, Pemerintah Anjurkan Shalat Idul Fitri dengan Cara Ini

Hanya bedanya dengan tahun lalu, kali ini pemerintah tampak lebih sigap: buru-buru melarang sejak awal bulan Ramadan – semula diberlakukan antara 6-17 Mei, kemudian rentang waktunya diperpanjang mulai 22 April hingga 24 Mei.

Tujuannya jelas: mencegah naiknya angka transmisi, yang biasanya selalu melonjak acap kali pasca-liburan panjang, sebagaimana terjadi pada awal tahun 2021.

Ambil contoh, pada 27 Januari 2021, sebulan setelah libur panjang Tahun Baru, kasus positif di Indonesia mencapai rekor lebih dari satu juta jiwa orang.

Padahal sebulan sebelumnya, sekitar akhir Desember 2020 angkanya masih berkisar 600-an ribu.

Baca Juga: Aturan Pelarangan Mudik Direvisi, 8 Wilayah Aglomerasi Ini Dapat Izin Perjalanan 6-17 Mei, Mana Saja?

Kesigapan pemerintah itu patut digarisbawahi, khususnya mewaspadai penyebaran beberapa varian baru hasil mutasi virus corona seperti virus corona B117, yang sering lebih menular ketimbang "induk" Sang Virus

Juga, yang sangat mengerikan, adalah bencana lonjakan angka penularan di India, sampai-sampai pasien harus dirawat di tepi jalan di luar rumah sakit, berhubung fasilitas kesehatan negeri Sungai Gangga itu tak lagi bisa menampung mereka.

Walaupun ada pihak-pihak yang keberatan pada pelarangan itu, ahli epidemiologi menganggap kebijakan mudik sebagai “tepat secara saintifik”.

Jika tidak ada blokade itu, diperkirakan 80 jutaan orang akan bepergian ke kampung halamannya selama liburan panjang ini.

Baca Juga: Resmi! Pengetatan Syarat Mudik Berlaku Mulai 22 April 2021 Hari Ini, Berikut Perluasan Periodenya oleh Satgas Penanganan Covid-19

Tahun lalu, “embargo” itu berhasil menurunkan 70-an persen pemudik dibandingkan 2019.

Berkat pelarangan mudik sekarang ini, diduga sekitar 19 jutaan orang akan tetap mudik.

Tak pelak, Presiden Jokowi pun mewanti-wanti para kepala daerah soal ini.

Tahun lalu, meski ada pembatasan, kasus Covid sesudah lebaran naik 93 persen.

Baca Juga: Larangan Mudik Lebaran 2021 Berlaku Untuk Semua Orang, Presiden Jokowi Ungkap Alasan Utama di Baliknya, 'Untuk Kebaikan Kita Semua'

Tentu saja di antara kepala daerah itu, yang paling sibuk adalah pemerintah ibukota DKI Jakarta, asal jumlah pemudik paling banyak (maklum saja, Jakarta kan dipenuhi jutaan pendatang).

Sejatinya, Pemda DKI sudah mencoba menerapkan pembatasan perjalanan yang sangat ketat, termasuk misalnya melalui kebijakan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) sejak Mei 2020, bagi semua orang yang hendak keluar atau masuk Jakarta.

Lewat SIKM ini pemudik harus memperoleh izin dari lingkungan (RT dan RW) sekitar tempat tinggal mereka.

Karuan saja kebijakan itu membawa hasil bagus.

Baca Juga: Bak Kapal Pecah, Begini Penampakan Kamar Kos Para Mahasiswa yang Ditinggal 3 Bulan Mudik karena Corona, Ada yang Syok Berat Lihat Kondisi Barang-barangnya

Selama Ramadan tahun lalu Jakarta berhasil menekan jumlah kasus penularan, berkat SIKM yang memang dimaksudkan untuk mencegah penularan secara lebih efisien.

Walaupun tidak lama kemudian Pemda DKI mesti meninjau kembali SIKM itu, berhubung kurangnya dukungan dari pemerintah pusat, yang lebih mengkhawatirkan dampak ekonomi.

Akibatnya, kasus transmisi memburuk kembali.

Lebih mudah mencegah di tahap awal

Baca Juga: 85 Persen Tak Lolos, Pemda DKI Beberkan Alasan Terbanyak SIKM Ditolak, Padahal Jumlahnya Capai Puluhan Ribu

Belajar dari kejadian tahun lalu, kali ini selayaknya kita perlu mempertimbangkan kembali kebijakan semacam SIKM itu, mengingat dampak positif yang dihasilkannya.

Walaupun begitu, jika mau menerapkan hal itu, maka ia harus dilaksanakan segera. Secepatnya.

Sebelum jumlah pemudik memuncak di hari-hari menjelang lebaran nanti – agar nasi tidak keburu menjadi bubur.

Tahun lalu, sementara ahli menganggap pelarangan pemerintah itu terlambat berhubung ia diterapkan sesudah banyak pemudik sampai di kampung halaman.

Baca Juga: Lolos Bisa Mudik ke Kampung Halaman, Keluarga Ini Justru Berakhir Jadi 'Gelandangan' Gara-gara Kondisi Tak Terduga

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini