Penulis
Intisari-Online.com - Kekhalifahan Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah kematian Nabi Muhammad.
Pendiri Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I, Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.
Saat didirikan pada 661 masehi, khalifah pertama Bani Umayyah adalah Muawiyah I.
Setelah kematian Muawiyah I pada 680, konflik perebutan kekuasaan mengakibatkan perang saudara.
Kekuasaan akhirnya jatuh ke tangan Marwan I, dari marga yang lain.
Wilayah Suriah tetap menjadi basis kekuatan utama Bani Umayyah setelah itu, dan Damaskus adalah ibu kotanya.
Pemerintahan Bani Umayyah berlangsung selama 365 tahun, yang terbagi atas dua periode, yaitu pemerintahan di Damaskus selama 90 tahun dan pemerintahan di Cordoba (Spanyol) selama 275 tahun.
Sejarah
Pada masa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dari Kekhalifahan Rasyidin, terjadilah perang saudara antara Ali dengan Muawiyah I di Shiffin.
Perang Shiffin ini diakhiri dengan tahkim atau penyelesaian perkara, yang ternyata tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan perpecahan menjadi tiga golongan politik, yaitu Muawiyah, Syiah dan Khawarij.
Setelah Ali terbunuh, kepemimpinan sempat dilanjutkan oleh putranya, Hasan.
Namun, setelah beberapa bulan, Hasan mundur dari posisinya demi mendamaikan kaum muslim yang kala itu sedang dilanda beragam fitnah.
Dengan demikian, dimulailah kekuasaan Bani Umayyah.
Oleh karenanya, sering disebut bahwa Daulat Bani Umayyah itu didirikan dengan kekerasan dan tipu daya.
Bani Umayah juga mengubah pemerintahan yang awalnya demokratis menjadi monarki (sistem pemerintahan berbentuk kerajaan).
Masa keemasan Kekhalifahan Bani Umayyah
Setelah resmi menjadi khalifah Bani Umayyah, Muawiyah memindahkan ibu kota pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
Muawiyah kemudian memfokuskan diri pada perluasan wilayah, hingga akhirnya berhasil menaklukkan seluruh kerajaan Persia, sebagian Kerajaan Bizantium di Afrika, Khurasan, dan Afganistan.
Bani Umayyah mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid I atau Al-Walid bin Abdul Malik yang memimpin pada tahun 705-715 masehi.
Pada masanya, pembangunan tidak hanya difokuskan pada perluasan wilayah, tetapi juga membangun jalan raya, pabrik, gedung, masjid, dan panti asuhan.
Ilmu agama dan pengetahuan juga berkembang pesat, dan umat Islam hidup dengan aman, makmur, serta tentram.
Pada masa pemerintahan khalifah setelahnya, ekspansi wilayah Bani Umayyah terus berlanjut.
Tidak heran apabila Bani Umayyah memiliki daerah sangat luas, baik di barat maupun timur, yang meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suriah, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian wilayah Asia, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah tidak terlepas dari Al-Farabi.
Al-Farabi adalah salah seorang ilmuwan muslim pada masa Bani Umayyah yang berhasil menuliskan karya-karyanya yang hingga saat ini masih digunakan rujukan oleh ilmuwan-ilmuwan dari zaman modern.
Selain memelajari ilmu agama, para ilmuwan muslim dari masa Bani Umayyah juga belajar ilmu bahasa, kesenian, filsafat, geografi, sejarah, kimia, fisika, kedokteran, dan astronomi.
Hal ini kemudian mendorong lahirnya ahli bahasa, yaitu Sibawaihi, yang menghasilkan karya berjudul Al-Kitab yang menjadi pedoman ilmu tata Bahasa Arab hingga saat ini.
Salah satu ilmuwan muslim dalam bidang filsafat yang sangat terkenal adalah Al-Farabi, yang menyetujui dan mengembangkan logika Aristoteles.
Az-Zahrawi adalah dokter bedah terkemuka yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu kedokteran, khususnya ilmu bedah.
Ia dikenal sebagai peletak dasar-dasar teknik ilmu bedah modern.
Teori ini sangat berpengaruh pada fisikawan setelahnya, termasuk Newton dan Galileo.
Penyebab runtuhnya Bani Umayyah
Saat kekuasaan Bani Umayyah berada di tangan Yazid II (720-724 M), masyarakat menyatakan konfrontasi karena merasa kehidupannya kurang diperhatikan.
Kerusuhan pun terus berlanjut hingga masa pemerintahan Hisyam, bahkan muncul gerakan oposisi yang tidak berhasil dipadamkan.
Setelah Hisyam wafat, khalifah-khalifah selanjutnya tidak hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk.
Pada akhirnya, kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus runtuh pada bulan Januari 750 masehi, ketika Khalifah Marwan II dikalahkan oleh pasukan Abbasiyah di pertempuran Zab Hulu.
Setelah kalah, Marwan II melarikan diri ke Mesir, dan akhirnya terbunuh pada bulan Agustus di tahun yang sama.
Peristiwa itu menjadi tanda berakhirnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.
Setelah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus runtuh, salah seorang keturunannya bernama Abdurrahman ad-Dakhil berhasil melarikan diri ke Afrika Utara dan menyeberang ke Andalusia (Spanyol).
Abdurrahman kemudian mulai membangun kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia dan memusatkan pemerintahannya di Cordoba. Kekuasaan Bani Umayyah di Cordoba berakhir pada 1031 masehi.
(*)