Penulis
Intisari-Online.com - Salah seorang sosok yang menjadi sorotan dari peristiwa tragis yang menimpa KRI Nanggala-402 adalah komandan dari kapal selam tersebut, Heri Oktavian.
Apalagi, dalam sebuah catatan yang tayang di kompas.id, terungkap bahwa Heri Oktavian ternyata pernah mengeluhkan tentang overhaul KRI Nanggala-402 yang terus tertunda.
Kegelisahan Heri Oktavian bukanlah tanpa alasan, sebab, jebolan Rajaratnam School of International Studies, Singapura tersebut sadar akan kebutuhan Korps Hiu Kencana.
TNI AL, khususnya korps Hiu Kencana, membutuhkan kapal selam yang mumpuni.
Heri pun sempat berkeluh kesah tentang kapal selam yang dibuat oleh PT PAL Indonesia yang selama ini sering kehadirannya kerap dibangga-banggakan pejabat Indonesia.
Sebab, menurut Heri kapasitas dari KRI Alugoro, nama kapal selam buatan PT PAL, tidaklah memuaskan.
Khusus untuk KRI Nanggala-402 yang pada akhirnya mengantar Heri Oktavian bersama 52 orang kru lainnya 'terdampar' di kedalaman 750 meter di bawah permukaan laut tersebut, Heri punya keluhan besar.
Heri Oktavian geram dengan terus tertundanya proses overhaul KRI Nanggala sejak tahun 2020.
Terkait ini, Pemerintah diminta mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino.
Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Menhan Prabowo Subianto.
Dia beralasan, tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 seharusnya dapat dihindari apabila Menhan memberi perhatian yang cukup kepada TNI Angkatan Laut.
Hal ini dapat dilihat dari postur dan alokasi anggaran Kementerian Pertahanan.
Menurut Arjuna, tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 sangat bertolak belakang dengan anggaran Kementerian Pertahanan yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun.
“Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 adalah berita duka bagi bangsa Indonesia. Namun ini bertolak belakang dengan anggaran Kementerian Pertahanan yang terus naik."
"Seharusnya tidak terjadi. Untuk itu, Presiden perlu evaluasi kinerja Menhan," kata Arjuna dalam keterangan tertulis, Senin (26/4/2021).
Arjuna menyatakan, Kementerian Pertahanan mendapatkan anggaran tertinggi dalam APBN 2020 mencapai Rp 131,2 triliun.
Alokasi anggaran ini melonjak Rp 21,6 triliun dari tahun 2019 Rp 109,6 triliun maupun usulan awal RAPBN 2020 sebesar Rp 127,4 triliun.
Dia menyoroti alokasi anggaran antar matra masih mengalami ketimpangan, yang mana pada APBN 2020 TNI AD mendapat anggaran Rp55,92 miliar dengan alokasi alutsista sebesar Rp4,5 miliar.
TNI AL punya bagian Rp22,08 miliar dan alokasi alutsista Rp4,1 miliar, sedangkan TNI AU memperoleh dana Rp15,5 miliar dan alokasi alutsista Rp2,1 miliar.
“TNI Angkatan Laut kita belum mendapatkan porsi anggaran yang cukup. Belum mendapat perhatian yang optimal. Padahal visi pertahanan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia menjadi poros maritim dunia," kata dia.
Dia juga menekankan, seringkali serapan anggaran Kementerian yang dipimpin oleh Prabowo Subianto ini dinilai kerap jauh di bawah target. Masalahnya kementerian pertahanan adalah penerima anggaran terbesar dalam APBN.
Artinya, di bawah Prabowo Subianto, performa penyerapan anggaran Kemenhan jauh di bawah standar ideal.
Berdasarkan informasi Kementerian Keuangan, pada tahun anggaran 2019, masih ada Rp19 triliun tidak terserap (unspent). Artinya, masih ada gap antara perencanaan dan eksekusi deliverynya.
“Di tahun 2019, ada Rp19 triliun anggaran Kemenhan tidak terserap. Artinya, ada gap antara perencanaan dan eksekusinya. Sangat disayangkan, punya ide besar, tapi eksekusi kerjanya nol besar," papar Arjuna.
Dia juga menyoroti pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2021 sebesar Rp 1,28 triliun kepada PT PAL yang telah disetujui oleh Komisi Bidang Keuangan dan Perbankan DPR.
PMN tersebut untuk mendukung pembangunan fasilitas produksi kapal selam dan pengadaan peralatan pendukung produksi kapal selam.
Menurut Arjuna, optimalisasi PMN harus menjadi perhatian pemerintah sehingga benar-benar digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kapal selam.
(*)