Penulis
Intisari-Online.com -Seiring dengan tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan Bali, sorotan tentang kondisi alat utama sistem pertahanan Indonesia pun mencuat.
Apalagi, salah satu isu yang mencuat adalah usia dari alutsista Indonesia, seperti KRI Nanggala-402 yang telah berusia 42 tahun.
Pemerhati militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menuturkan bahwa ketika kapal sudah berusia tua, maka kebutuhan untuk pemeliharaan justru semakin tinggi demi mendukung kebutuhan operasionalnya.
"Kalau kita bicara alutsista kan harus proporsional antara pengadaannya, pemeliharaannya, termasuk juga bagaimana perawatan dan pemeliharaan personelnya," tutur Fahmi seperti dilansir kompas.com,Jumat (23/4/2021).
Beberapa saat setelah KRI Nanggala-402 resmidinyatakan tenggelam,Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono memang sempat menyebut faktor alam sebagai pemicunya.
"Sudah kita evaluasi dari awal saya berkeyakinan ini bukan human error dan lebih kepada faktor alam," ujar Yudo, di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai Bali, Minggu (25/4/2021).
Namun, sebuah catatan dari wartawan Harian Kompas Edna C. Pattisina di Kompas.Id yang mengungkap keluh kesah Komandan KRI Nanggala-402Letkol Laut (P) Heri Oktavian mengguncang dunia militer Indonesia.
Belum reda keguncangan tentang keluh kesah Heri terutama tentang bobroknya alutsista Indonesia, sebuah video yang tayang di channel YouTubeHarian Kompaskembali membuka makin lebar 'borok' industri pertahanan Indonesia.
Dalam video berjudul "Letkol Heri Oktavian, Sosok Idealis dan Kritis, Komandan KRI Nanggala-402" yang tayang 25 April 2021,Edna kembali menuturkan berbagai percakapannya dengan Heri.
Tentunya percakapan di antara keduanya tidak akan pernah lepas dari dunia kapal selam, sebab topik itulah yang pertama kali mempertemukan keduanya.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengenai kualitas kapal selam yang diproduksi oleh PT PAL.
Seperti diketahui, PT PAL telah bekerja sama denganperusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME) untuk membuat kapal selam dalam negeri.
Program ini sendiri merupakan bagian dari skema transfer teknologi yang didahului oleh pembelian kapal selamKRIKRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404.
Nah, proyek kapal selam kerjasama PT PAL dan perusahaan Korea Selatan inilah yang menurut Edna sempat membuat Heri gelisah.
"Ini Na, Kapal Selam yang PT PAL itu enggak ada yang benar-benar bagus gitu lho," tutur Edna menirukan ucapan Heri.
Kepada Edna, Heri meyakini bahwa kapal selam itu sepatutnya dibeli memang disiapkan untuk berperang.
Kalaupun tidak sedang terjadi perang, keberadaan kapal selam tersebut diharapkan mampu membuat negara-negara tetangga Indonesia merasa segan.
Harapannya, negara-negara tetangga atau negara mana pun yang berurusan dengan Indonesia mengetahui dengan pasti bahwa kita memiliki alutsista yang kuat.
Edna beranggapan bahwa rekan yang mulai dikenalnya sejak akhir 2011 tersebut tidak berharap kapal selam yang ada dimiliki Indonesia hanya sekadar untuk parade militer.
"Itu disebut kapal selam hanya karena bentuknya memang seperti kapal selam," ujar Edna menginterpretasi perbincangannya dengan Heri.
Jika demikian, maka yang terjadi adalah kapal selam tersebut benar-benar hanya untuk pajangan, tanpa ada kemampuan tempur.
Sebuah kondisi yang pada akhirnya malah menepikan harapan untuk membuat negara tetangga segan dengan militer Indonesia.
"Nah, kalau dari yang PT PAL, tujuan itu tidak tercapai," tutur Edna.