Penulis
Intisari-Online.com -Jozeph Zhang menjadi bahan pembicaraan masyarakat karena ucapannya dalam video berjudul “Puasa Lalim Islam” di kanal YouTube yang menyinggung praktik puasa umat Islam.
Ia pun membahas puasa umat Islam di Indonesia dan Eropa.
Jozeph juga mengaku sebagai nabi ke-26. Hal itu terlontar saat menantang orang untuk melaporkan dirinya.
Polri terus menelusuri keberadaan Jozeph Paul Zhang alias Shindy Paul Soerjomoelyono yang terjerat kasus dugaan penistaan agama tersebut.
Penyidik Bareskrim Polri bakal segera memasukkan nama Jozeph Zhang ke daftar pencarian orang (DPO).
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono mengatakan DPO ini akan menjadi, bagi Interpol menetapkan status buron atau red notice pada Jozeph Zhang.
Rusdi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/4/2021) mengatakan, "Bareskrim Polri akan segera mengeluarkan DPO. DPO ini akan diserahkan ke Interpol dan DPO ini menjadi dasar bagi Interpol untuk menerbitkan red notice."
Berdasarkan penelusuran Polri, Jozeph Zhang saat ini berada di Jerman.
Rusdi mengatakan Bareskrim Polri telah berkoordinasi dengan KBRI di Jerman.
Berbicara mengenai red notice, nyatanya status tersebut bisa dihapus secara ilegal, seperti yang dilakukan terpidana Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra pada Kamis (30/7/2020) berhasil ditangkap Bareskrim Polri di Malaysia setelah menjadi buronan selama 11 tahun karena kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Djoko Tjandra dianggap terbukti menyuap sejumlah aparat penegak hukum terkait pengecekan status red notice, serta penghapusan nama dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan nama dari DPO di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko terbukti memberikan uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 379 ribu dolar AS, melalui rekannya Tommy Sumardi, pada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Karivhubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
Terdakwa juga terbukti memberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS pada mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Saat bersaksi untuk terdakwa Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan red notice, Senin (14/12/2020), Djoko Tjandra mengeluhkan mahalnya ongkos untuk mengurus red notice yang diminta oleh Tommy Sumardi.
"Ini ongkos pertama kali Rp 25 miliar. 'Aduh, Tom, banyak banget hanya membersihkan nama saja banyak banget'," kata Djoko Tjandra saat sidang di di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Djoko dan Tommy Sumardi juga berstatus terdakwa dalam kasus yang sama.
Setelah bernegosiasi, Djoko Tjandra mengatakan, nominal yang disepakati Rp 10 miliar.
"Saya tawar Rp 5 miliar. Kemudian akhirnya beliau turun Rp 15 miliar. Entah apa kita bicara akhirnya ketemu di titik Rp 10 miliar," ucap Djoko Tjandra.
Ia mengatakan, penghapusan red notice itu dilakukan agar ia bisa masuk ke Indonesia untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Setelah nominal Rp 10 miliar itu disepakati, pengiriman uang kepada Tommy dilakukan.
Djoko Tjandra mengatakan, namanya dalam red notice dan pencekalan sudah dicabut pada 11 Mei 2020.