Find Us On Social Media :

Korbankan Nyaris 70 Juta Nyawa Manusia, Ternyata Perang Dunia II Bisa Saja Berakhir Lebih Cepat Dengan Sedikit Korban Jika Sekutu Mampu Memusnahkan 'Pom Bensin' Adolf Hitler Ini

By Mentari DP, Rabu, 7 April 2021 | 06:30 WIB

Luftwaffe, sistem pertahanan udara milik Angkatan Udara milik Nazi Jerman.

Intisari-Online.com - Perang Dunia II berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945.

Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer.

Karena ada kejadian Holocaust dan pemakaian senjata nuklir, maka perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta orang.

Baca Juga: Kembali Nyelonong ke Taiwan, 10 Jet Tempur China Ini Dituduh Melakukan Tindakan Mencurigakan di Wilayah Rahasia, Terbongkar Gegara Senjata Canggih Taiwan Ini

Nah, hampir 76 tahun berlalu, ada laporan bahwa Perang Dunia II bisa saja diakhiri jauh lebih awal dan bisa menyelamatkan jutaan nyawa.

Bagaimanakah caranya?

Dilansir dari express.co.uk pada Selasa (6/4/2021), cara rahasia itu terungkap selama film dokumenter 'A Risky Raid on Hitler’s Gas Station' atau Operation Tidal Wave.

Operation Tidal Wave adalah serangan udara oleh pembom Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) yang berbasis di Libya dan Italia selatan yang menargetkan 9 kilang minyak di sekitar Ploiesti, Rumania pada 1 Agustus 1943.

Itu adalah serangan pengeboman yang strategis untuk memutus 1/3 dari pasokan vital Adolf Hitler dan bagian dari "kampanye minyak" untuk menolak bahan bakar berbasis minyak bumi ke kekuatan Poros.

Sayangnya, serangan itu berhasil dikalahkan oleh Luftwaffe, sistem pertahanan udara milik Angkatan Udara milik Nazi Jerman.

Baca Juga: Putus dari Pacar, Wanita Ini Tiba-tiba dapat Tagihan Parkir Rp1,5 Miliar Tiga Tahun Kemudian, Ternyata Ini yang Dilakukan Mantan Kekasihnya

Film dokumenter itu menerangkan bahwa Luftwaffe telah diremehkan oleh Sekutu.

Padahal sistem pertahanan itu terdiri dari lebih dari 100 senjata anti-pesawat kaliber tinggi dan senjata kaliber rendah.

“Karena Luftwaffe, kota Ploiesti menjadi jaringan pertahanan udara paling kaku di Eropa."

“Beberapa senjata kecil disembunyikan di mobil tua, tumpukan jerami, dan bahkan di dalam gedung tiruan."

"Belum lagi pejuang Nazi yang sudah mempersiapkan diri di dalam pesawat masing-masing."

Serial ini melanjutkan dengan merinci Sekutu hanya memiliki enam minggu untuk mempersiapkan serangan mereka.

“Pada pagi hari tanggal 1 Agustus 1943, 178 pesawat pengebom B-24 lepas landas dari lapangan udara Sekutu di Benghazi dan menuju timur laut melalui Laut Mediterania menuju kota Ploiesti."

“Namun, masalah dimulai segera setelah lepas landas ketika sebuah pesawat hilang karena jarak pandang yang terbatas."

“Tak lama setelah pesawat B-24 jatuh, beberapa pesawat lainnya membatalkan misi tersebut."

"Ketika Sekutu tiba di Rumania dalam formasi yang tersebar, hanya 167 dari 178 pembom asli yang ikut."

Lalu terjadilah serangan berdarah yang menyebabkan malapetaka. Di mana para sejarawan menyebut operasi itu sebagai 'Minggu Hitam'.

 

“Pesawat pembom yang selamat mencoba melarikan diri ke selatan atau dalam kelompok kecil. Tapi pejuang Nazi berusaha keras mengejar mereka."

Baca Juga: Mati-matian Ingin Kuasai India, China Terbongkar Manfaatkan Pakistan, Ternyata Ini Cara Licik yang Digunakan Negeri Panda untuk Mengontrol Ekonomi hingga Militer di Pakistan

“Beberapa pesawat menabrak ladang minyak Rumania atau menghilang di lautan."

"Yang lain cukup beruntung untuk mendarat di pangkalan Sekutu di sekitar area tersebut dan beberapa mencari perlindungan di Turki yang jadi wilayah netral."

Hasil Operation Tidal Wave cukup mengecewakan.

"Dari 177 pesawat B-24, hanya 88 yang berhasil kembali ke pangkalan mereka di Libya. Tapi kebanyakan dari mereka rusak parah."

Tak hanya rusak, Operation Tidal Wave juga merenggut lebih dari 300 nyawa dan 108 tentara tambahan ditangkap.

Walau begitu, operasi yang direncanakan AS setidaknya mampu menghalangi Hitler.

“Serangan tersebut menghambat hampir empat juta ton produksi minyak atau sekitar 46 persen dari total produksi tahunan mereka."

“Tiga dari sembilan kilang yang memproduksi minyak untuk Jerman kehilangan 100 persen produksinya."

"Namun kerugian ini hanya sementara karena kerusakannya segera diperbaiki."

“Dalam beberapa bulan, kilang bahkan melampaui kapasitas mereka sebelumnya."

"Sehingga kilang tersebut menjadi target paling penting bagi Sekutu dalam beberapa bulan kemudian."

"Bahkan wilayah itu terus berfungsi sebagai 'pom bensin' Hitler sampai Uni Soviet merebutnya pada Agustus 1944."

Baca Juga: Mampu Luluh Lantahkan Iran Dalam Sekejap Mata, Inilah Oron, Senjata Andalan Militer Israel yang Dilengkapi Sistem Radar Canggih hingga Kecerdasan Buatan

Seandainya operasi yang direncakan AS itu berhasil, maka Perang Dunia II bisa saja berakhir lebih cepat dan jutaan nyawa bisa diselamatkan.

Ini karena minyak begitu sangat penting dalam peperangan.

Menurut sejarawan Keith Miller, minyak menjadi sumber atau bahan yang sangat diperlukan untuk pembuatan bom, pembuatan karet sintetis untuk ban, dan penyulingan menjadi bensin untuk digunakan dalam truk, tank, jip, dan pesawat terbang.

Minyak juga digunakan sebagai pelumas untuk senjata dan mesin.

Seandainya Operation Tidal Wave berhasil, Sekutu akan mengambil 'jantung' dari mesin perang Jerman dan melukai Hitler dengan parah.

Sayangnya, itu tidak terjadi bukan?

Baca Juga: Ramai Berita Pernikahan Atta-Aurel, Tanpa Disadari Ada Bencana Banjir Dahsyat di NTT yang Tewaskan 50 Orang hingga 27 Orang Hilang, Media Inggris Pun Sampai Memberitakannya