Militer Myanmar Rekrut Mantan Intelijen Israel Kondang yang Pernah Tuduhkan Ini pada Reagan saat Pemilu AS 1980 Melawan Jimmy Carter, Ingin Dekati Amerika?

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Intisari-Online.com -Pemerintah militer Burma berusaha mengubah citra buruk di mata para pemimpin Barat.

Salah satu yang rezim militer adalah merekrut mantan pejabat intelijen militer Israel yang dikenal karena membela klien yang kontroversial.

Ari Ben-Menashe, pelobi Israel-Kanada kelahiran Teheran, dipekerjakan oleh Tatmadaw minggu ini.

Dilansir The Guardian, Ben-Menashe bertugas untuk membantu menjelaskan situasi nyata di Myanmar.

Baca Juga: ‘Ini Mengerikan. Ini Pembantaian’ Aparat Keamanan Tembakkan Peluru Tajam ke Arah Demonstran, 38 Orang Tewas, Myanmar Semakin Memanas, Dunia Berduka

Ben-Menashe, seorang mantan pedagang senjata ini sempat bekerja untuk penguasa lama Zimbabwe Robert Mugabe, junta militer Sudan, dan calon presiden di Venezuela, Tunisia, dan Kirgistan.

Ben-Menashe mengiyakan kabar perekrutannya oleh junta militer Myanmar.

Dalam sebuah wawancara, dia mengaku akan dibayar dengan nominal besar jika sanksi terhadap militer Myanmar dicabut.

Diketahui pejabat tinggi militer Myanmar dijatuhi sanksi oleh pemimpin dunia karena dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan dan melakukan kudeta.

Baca Juga: Aksinya Gulingkan Pemerintah Dikecam Seluruh Dunia, Junta Militer Myanmar Ketahuan Pernah Mencoba Pindahkan Rp 15 Triliun dari Bank AS, 'Blokir Selamanya Saja,' Titah Joe Biden

Ben-Menashe mengatakan perusahaan konsultan politiknya, Dickens & Madson Canada, disewa jenderal Myanmar untuk membantu berkomunikasi dengan AS dan negara lainnya.

Menurut militer Myanmar, negara Barat salah paham terhadap mereka.

Lebih lanjut, Ben-Menashe yang mewaliki junta militer, menyiratkan bahwa Aung San Suu Kyi sebenarnya punya andil besar dalam kekerasan terhadap etnis Rohingya.

Pemimpin de facto yang dikudeta pada 1 Februari itu juga dikatakan mendorong Myanmar ke bawah pengaruh China.

Baca Juga: Meski Tak Ada Campur Tangan dengan China, Ternyata Kudeta Militer Myanmar Justru Membuat China Makin Ketar-Ketir, Jika Terus Berlanjut China Akan Alami Kerugian Ini

Kerjasama militer dengan Ben-Menashe terungkap disaat protes anti-kudeta meledak di Myanmar, pada Minggu (7/3/2021).

Padahal di malam sebelumnya, pemimpin gerakan dan pentolan demo digerebek tentara.

Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut ke pengunjuk rasa di Kota Yangon dan Lashio.

Seorang saksi mata mengatakan polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan protes di Kota Bagan.

Baca Juga: 'Saya Bisa Menyumbangkan (Organ Tubuh) Jika Saya Mati', Inilah Pesan-pesan Kebaikan Angel Sebelum Ditembak Mati dalam Demo Myanmar

Beberapa orang lainnya mengaku aparat menggunakan peluru tajam, beruntung tidak ada laporan korban jiwa.

Ben-Menashe (69) mulai dikenal di AS karena menuduh calon presiden AS Ronald Reagan bersekongkol dengan kaum revolusioner Iran untuk tidak membebaskan sandera Amerika selama kampanye pemilu 1980 melawan Jimmy Carter.

Dalam sebuah laporan Reagan disebut membantu persenjataan ke Republik Islam Iran untuk mendanai perang rahasia melawan kelompok sayap kiri di Amerika Latin.

Sementara itu di Inggris, Ben-Menashe mengklaim bahwa Robert Maxwell adalah agen Mossad.

Baca Juga: Dunia Terkecoh, saat Perhatian Terfokus pada Demonstran yang Tewas, Militer Myanmar Justru Sibuk Menguras Harta Negaranya, Terungkap oleh Negara Ini

Robert Maxwell membantah klaim tersebut dan menggugat, tetapi meninggal sebelum kasus itu bisa disidangkan.

Lebih lanjut, Ben-Menashe mengatakan bahwa militer mengkudeta Aung San Suu Kyi agar Myanmar tidak jatuh ke dalam pengaruh China.

"Ada dorongan nyata untuk bergerak ke arah barat dan Amerika Serikat daripada mencoba lebih dekat dengan China," kata Ben-Menashe kepada Reuters.

"Mereka (militer) tidak ingin menjadi boneka Tionghoa."

Baca Juga: Dunia Sudah Ketar-ketir Nyawa Warga Muslim Rohingya di Tengah Kekacauan Kudeta Militer Myanmar, Rakyat Justru Bersatu Membela Etnis Minoritas Itu, Mengharukan!

Klaim ini tidak dapat diverifikasi karena Suu Kyi sendiri masih dalam tahanan rumah.

Namun nampaknya ini upaya untuk menempatkan junta militer di samping pemerintah yang represif di negara lain, seperti Mesir.

Mesir berada di bawah perlindungan negara Barat untuk mempertahankan dari ekstremis sehingga pengaruh China tidak tumbuh di sana.

Ben-Menashe mengatakan kepada Foreign Lobby bahwa Suu Kyi juga memainkan peran penting dalam marjinalisasi orang-orang Rohingya.

"Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin adalah yang melakukannya di Rohingya, bukan tentara," katanya.

Baca Juga: Warganet Myanmar Histeris Massal, Biksu Terseksi dan Tertampan di Dunia Ini Diburu oleh Junta Militer, Ini Pemicunya

Suu Kyi berulang kali membela kekerasan militer di Myanmar termasuk di Den Haag pada 2019, hingga muncul seruan agar hadiah Nobel Perdamaiannya dicabut.

Tetapi PBB menemukan bahwa para pemimpin militer Myanmar bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan kekerasan.

Ben-Menashe mengatakan kepada Reuters bahwa militer dapat membuktikan hasil pemilu melawan Suu Kyi dicurangi dan etnis minoritas diblokir dari pemungutan suara.

Menyoal kekerasan aparat melawan demo, Ben-Menashe mengatakan bahwa polisi yang menangani aksi protes dan bukan militer.

Meskipun banyak video viral menunjukkan tentara bersenjata lengkap saat demo berlangsung.

(*)

Artikel Terkait