Penulis
Intisari-online.com -Sama seperti negara-negara kuat lainnya, TNI/ABRI juga memiliki pasukan khusus anti teror.
Pasukan ini dibentuk pada tahun 1980-an, dengan mengacu pada pasukan khusus di seluruh durnia.
Seperti SAS Inggris, GSG-9 Jerman, hingga pasukan khusu di Korea Selatan.
Satuan itu banyak mempengaruhi pembentukan pasukan khusus TNI.
Teknik pelatihan pasukan khusus dari sejumlah negara itu, kemudian direkomendasikan oleh asisten intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Startegi Letjen TNI LB Moerdani.
Untuk kemudian diterapkan dalam pembentukan pasukan khusus TNI di kesatuan Kopassus.
Semua teknik itu diyakini bisa membentuk tiap personel pasukan khusus TNI hingga menjadi pasukan tempur profesional.
Profesional artinya, mereka mampu menjalankan misinya dengan tuntas, meski hanya bermodal persenjataan terbatas.
Selain itu ada suatu hal yang dimiliki tentara Indonesia yang bahkan tidak dimiliki oleh pasukan khsusu manapun.
Yaitu, kemampuan personel dalam penguasaan ilmu beladiri, penggunaan senjata tajam, dan ketrampilan penggunaan senjata api yang tidak dilengkapi teknologi serba canggih.
Oleh karena itu demi mencetak pasukan khusus yang dalam misi tempurnya tidak terlalu tergantung pada teknologi, Letjen LB Moerdani melarang pasukan-pasukan khusus AS untuk dipergunakan sebagai referensi.
Hingga saat ini pasukan-pasukan khusus AS seperti Green Berets, Navy Seal, Delta Force, SWAT, dan lainnya memang selalu tergantung kepada teknologi militer untuk mendukung operasi tempurnya.
Misalnya, untuk melakukan pertempuran malam hari, semua pasukan khusus AS sangat tergantung kepada teropong pelihat malam (Night Vision Google/NVG) sehingga bisa melihat targetnya dalam gelap.
Tapi bagi pasukan khusus seperti Kopassus, untuk melihat dalam gelap tidak perlu NVG karena mereka sudah dibekali ilmu beladiri pernapasan Merpati Putih sehingga bisa 'melihat' dalam gelap.
Setiap prajurit Kopassus juga mampu menembak tepat layaknya sniper tanpa dibantu oleh teropong dalam jarak minimal 300 meter, sedangkan pasukan khusus AS umumnya bisa melakukannya dengan bantuan teropong.
Pasukan khusus AS yang umumnya berbadan besar kadang merasa superior dibandingkan pasukan khusus TNI yang berbadan lebih kecil.
Tapi para pasukan khusus AS itu menjadi tidak berkutik ketika ilmu debus pasukan khusus TNI mulai dikeluarkan.
Selain menjadi kebal oleh sabetan senjata tajam, berkat ilmu debus yang dikuasai, seorang pasukan khusus AS yang berbadan raksasa hanya bisa kebingungan.
Pasalnya ketika pasukan khusus AS itu di suruh berdiri di atas selembar kertas koran dan kemudian diangkat oleh dua pasukan khusus TNI sambil mengerahkan negara dalamnya, dia bisa terangkat dengan mudah.
Namun, yang paling mudah untuk membuat klenger para pasukan khusus AS adalah ketika dalam latihan jungle survival mereka disuguhi buah durian.
Tak ada seorang pun pasukan AS berani makan durian sementara pasukan khusus TNI bisa menyantap semua durian penuh gairan dan suka cita.
Berkat kemampaun pasukan khusus Indonesia yang tiap personelnya menguasai ilmu beladiri dan tenaga dalam itu, sesungguhnya telah membuat para jenderal di markas besar militer AS, Pentagon ketakutan.
Para jenderal di Pentagon yakin, pasukan khusus Indonesia menguasai 'ilmu hantu', sementara pasukan khusus AS sama sekali asing dengan ilmu kebatinan tersebut.
Kemampuan itu membuat Indonesia dipandang sebagai pasukan militer yang tidak hanya memanfaatkan kemampuan teknologi saja.
Bahkan jika melawan pasukan khusus AS yang terbiasa bertempur menggunakan teknologi, bisa saja Indonesia menang jika sama-sama bertarung tanpa teknologi.