Penulis
Intisari-Online.com -Rusia mengumumkan pada September 2017, mereka telah menandatangani kesepakatan senilai US$ 2,5 miliar dengan Turki untuk pengiriman sistem rudal anti-pesawat S-400 ke Ankara.
Berdasarkan kontrak tersebut, Ankara menerima satu set resimen sistem rudal pertahanan udara S-400.
Kesepakatan itu termasuk transfer sebagian teknologi produksi ke Turki.
Turki adalah negara anggota NATO pertama yang membeli sistem rudal pertahanan udara semacam itu dari Rusia.
Pengiriman peluncur S-400 ke Turki dimulai pada 12 Juli 2019.
Karena Turki belum menyerah pada tekanan dan tidak akan membatalkan pembelian S-400, AS telah mengeluarkan Ankara dari program pengembangan jet tempur F-35 generasi kelima.
S-400 Triumf adalah sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh dan menengah terbaru yang mulai beroperasi pada 2007.
Ini dirancang untuk menghancurkan pesawat, kapal, dan rudal balistik, tapi juga bisa digunakan menyerang instalasi darat.
Rudal S-400 dapat menyerang target pada jarak hingga 400 km dan ketinggian sampai 30 km.
Karena pembelian tersebut, Turki pun mendapatkan sanksi serta tekanan dari AS.
Namun baru-baru ini, Turki mempertimbangkan untuk membeli kembali sistem rudal anti-pesawat S-400 dari Rusia, terlepas dari tekanan Amerika Serikat (AS).
"Pekerjaan kami pada resimen kedua dari sistem S-400 terus berlanjut," kata Kepala Industri Pertahanan Turki Ismail Demir dalam wawancara dengan saluran televisi NTV, Rabu (3/3), seperti dikutip kantor berita TASS.
Baca Juga: Tunggu Apa Lagi? Ayo Pijat Refleksi, Ini Segudang Manfaatnya
Selain itu, dia menyebutkan, Turki juga berupaya memperkuat angkatan bersenjatanya dengan mengembangkan sistem pertahanan udaranya sendiri.
"Tahun ini, pengiriman sistem Sungur dan Hisar A+ akan dimulai, dan pengembangan sistem pertahanan udara Siper domestik terus berlanjut," ujar Demir
Menurutnya, Turki belum melihat konsekuensi sanksi dari AS atas pembelian sistem rudal permukaan-ke-udara S-400 buatan Rusia.
"Kami akan melihat dampak dari penerapan CAATSA (Undang-Undang Penentang Musuh Amerika Melalui Sanksi), tetapi saat ini tidak ada konsekuensi yang jelas dan kami akan menunggu," sebut dia.
Posisi AS tidak benar
Demir menyebutkan, posisi AS terhadap Turki atas pembelian S-400 salah.
"Jika mereka berpikir bahwa ini akan menghalangi kami dari keputusan kami, maka mereka tidak benar," tegasnya.
Pada 14 Desember 2020, AS mengumumkan pemberlakuan sanksi kepada Industri Pertahanan Turki dan pimpinannya serta tiga warga Turki lainnya di bawah CAATSA atas pembelian S-400.
Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo menyatakan, sanksi tersebut merupakan sinyal yang jelas bahwa "Amerika Serikat akan sepenuhnya menerapkan CAATSA" serta "tidak akan mentolerir transaksi signifikan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia."
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya menyatakan, niat Washington menjatuhkan sanksi kepada Ankara atas pembelian S-400 adalah manifestasi dari ketidakhormatan terhadap mitra utama NATO.